Â
Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nasari, Sahala Panggabean mengungkapkan kondisi koperasi di Indonesia saat ini. Menurutnya, koperasi di Indonesia tidak lagi didasarkan pada kuantitas melainkan kualitas.
Hal itu ditandai dengan banyaknya koperasi tidak aktif yang dibekukan atau dilikuidisasi di era kepemimpinan Jokowi-JK di bawah intruksi Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
Advertisement
Baca Juga
"Yang kami garisbawahi pada era pemerintahan bapak Jokowi dan JK bersama Pak Menteri Puspayoga bahwa semula jumlah koperasi 212.570 unit langsung banyak dipangkas menjadi 152.714 unit. Ada jumlah 59.876 yang dibubarkan," kata Sahala dalam acara ulang tahun ke 20 Nasari di Gedung Smesco, ditulis Jumat (7/9/2018).
Dia mengungkapkan, sejak 2017 tercatat koperasi yang aktif sebanyak 80.088 unit. "Artinya aktif ini adalah konsekuen melaksanakan rapat anggota tahunan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pengurus, anggota dan stakehokder," ujarnya.
Sementara sisanya yang tidak aktif sekitar 72.706 unit koperasi. Koperasi yang tidak aktif tersebut sudah dibubarkan.
"Saat ini juga terakhir tahu 2018 ada 149.821 masih ada lagi yang dibubarkan atau dilikuidasi sebanyak 3.531 unit.
"Jadi selama Pemerintahan Jokowi sudah dibekukan koperasi yang tidak aktif 63.387 koprasi. Artinya disini tidak lagi main-main untuk memajukanan koperasi. Bukan lagi kuantitas tapi kualitas bahwa koperasi penggerak ekonomi rakyat.
Â
Kontribusi Koperasi
Dia mengungkapkan kontribusi Koperasi pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga cukup besar.
"Dari koperasi sekarang ini PDB dapat dinyatakan tahun 2014 1,71 persen, di 2015 naik jadi 4,41 persen. Tahun 2016 turun sedikit jadi 3,99 persen dan tahun 2017 4,48 persen. Direncanakan tahun 2017 bisa 6,5 persen." kata dia.Â
Kondisi tersebut ditunjang oleh beberapa kelonggaran atau relaksasi relugasi dari pemerintah. Salah satunya adalah penurunan pajak koperasi dan beberapa kemudahan lainnya. "Pajak diturunkan menjadi 0,5 persen." kata dia.
Koperasi juga mempunyai indikator yang sama dengan perbankan, salah satunya adalah rasio Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah.
"Ada rasio-rasio yang sama dengan perbnakan bahwa rasio NPL atau kredit macet itu hanya di bawah 2 persen per bulan sedangkan kalau perbankan NPL 5 persen masih ambang dinyatakan sehat. Tetapi kami Nasari rata-rata di bawah 2 persen." tutup dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement