Harga Minyak Naik karena Adanya Harapan Pengetatan Pasokan Global

Harga minyak mentah AS naik 79 sen atau 1,5 persen ke level USD 51,94 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 14 Des 2018, 05:31 WIB
Diterbitkan 14 Des 2018, 05:31 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik 1 persen pada perdagangan Kamis setelah data menunjukkan adanya penurunan persediaan di Amerika Serikat (AS). Selain itu, pendorong kenaikan harga minyak karena investor berharap terjadi defisit pasokan minyak lebih cepat dari dugaan sebelumnya.

Mengutip Reuters, Jumat (14/12/2018), harga minyak mentah Brent naik 57 sen atau 1 persen ke level USD 60,72 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS naik 79 sen atau 1,5 persen ke level USD 51,94 per barel.

Kepakatan produksi antara negara yang tergabung dengan OPEC dan Rusia dan keputusan Kanada yang mengamanatkan pemangkasa produdksi dalam menciptakan defisit pasokan di pasar minyak. Defisit tersebut kemungkinan terjadi pada kuartal II tahun depan.

Menurut the International Energy Agency, jika masing-masing pihak memegang teguh janji kesepakatan tersebut, maka kemungkinan besar defisit pasokan tersebut bisa lebih cepat terjadi.

"Selama seminggu terakhir ini harga minyak telah berusaha untuk stabil dan saya masih berpikir itulah yang terjadi hari ini," kata Gene McGillian, kepala riset Tradition Energy, Stamford, Connecticut, AS.

"Jika terjadi pelemahan ke depan kemungkinan besar bukan karena masalah produksi tetapi lebih kepada pertumbuhan permintaan yang memburuk," lanjut dia.

Pasokan minyak global telah melebihi permintaan selama enam bulan terakhir, menggembungkan persediaan dan mendorong harga minyak mentah pada akhir November ke level terendah dalam lebih dari setahun.

Namun OPEC dan beberapa produsen besar lainnya termasuk Rusia mengatakan pekan lalu mereka sepakat untuk memangkas produksi 1,2 juta barel per hari.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Permintaan Melemah

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Sayangnya, rencana pemangkasan produksi tersebut dibarengi dengan pertumbuhan permintaan minyak yang melambat.

OPEC mengatakan pada hari Rabu kemarin bahwa permintaan untuk minyak mentah pada 2019 akan jatuh ke 31.440.000 barel per hari atau 100 ribu di bawah dari yang diperkirakan bulan lalu dan 1.53 juta barel per hari di bawah apa yang saat ini diproduksi.

Faktor-faktor seperti pengurangan produksi seharusnya tidak hanya dilakukan oleh OPEC dan Rusia. analis Jefferies, Jason Gammel, mengatakan bahwa AS pun harus ikut mengurangi produksi agar harga minyak bisa terdongkrak.

Namun menurut dia, pertumbuhan produksi AS hampir pasti akan kembali dipercepat pada semester II 20019 karena kapasitas pipa tambahan dipasang di Permian Basin.

"Ini berarti bahwa pada awal 2020 pasar bisa bergerak kembali ke kelebihan pasokan.” jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya