Kementerian BUMN Minta Pos Indonesia Perbaiki Komunikasi dengan Pekerja

Kementerian BUMN angkat suara terkait dinamika komunikasi Pos Indonesia.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 06 Feb 2019, 16:45 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2019, 16:45 WIB
Pegawai PT Pos Indonesia Demo
Pegawai PT Pos Indonesia (Persero) menggelar aksi di depan Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (6/2). Massa menuntut penggantian direksi karena dianggap tidak memuaskan para pegawai dan tidak mampu memenuhi hak pegawai. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN meminta kepada jajaran direksi PT Pos Indonesia (Persero) untuk memperbaiki pola komunikasi dengan para Serikat Pekerja yang ada dalam perusahaan.

Arahan ini diungkapkan oleh Deputi Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno yang mebawahi Pos Indonesia setelah melihat aksi turun ke jalan oleh para karyawannya.

"Kita minta jangan ribut-ribut, lebih baik dibahas internal Direksi dengan Serikat Pekerja. Mungkin dibangun komunikasi yang baik deh," ucap Harry saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (6/2/2019).

Harry mengaku, polemik para pekerja Pos Indonesia ini nampaknya sudah sampai di telinga Menteri BUMN Rini Soemarno. Mengenai kasus ini, Kementerian BUMN mengaki akan mengevaluasi kinerja perusahaan.

"Soal Pos, kita tampung masukannya dan kota evaluasi, utamanya bisnis dan kinerja perusahaan, termasuk ke depannya," tambah dia. 

Sebelumnya, Kementerian BUMN akhirnya menerima 11 orang sebagai perwakilan karyawan PT Pos Indonesia (Persero) yang melakukan aksi di depan kantor Menteri BUMN Rini Soemarno sejak pagi tadi.

Dalam pertemuan yang berjalan kurang lebih tiga jam tersebut, pekerja Pos Indonesia yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pos Indonesia Kuat Bermartabat (SPPIKB) menyampaikan beberapa tuntutan mulai dari evaluasi kinerja perusahaan hingga pencopotan Direktur Utama.

Serikat Pekerja Desak Direksi Pos Indonesia Mundur

Pegawai PT Pos Indonesia Demo
Pegawai PT Pos Indonesia (Persero) menggelar aksi di depan Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (6/2). Massa menuntut penggantian direksi karena dianggap tidak memuaskan para pegawai dan tidak mampu memenuhi hak pegawai. (Merdeka.com/Imam Buhori)

 Perseteruan antara serikat pekerja dan direksi PT Pos Indonesia (Pos) memasuki babak baru. Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) kini mendesak direksi PT Pos Indonesia untuk mundur dari jabatan.

Seperti diketahui puluhan pegawai PT Pos Indonesia tidak menerima gaji pada 1 Februari 2019 dan ditenggarai akibat aksi unjuk rasa SPPI yang berlangsung pada Senin 28 Januari 2019.

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu, 2 Februari 2019, ketua Umum Serikat Pekerja Pos Indonesia Rhajaya Santosa mengatakan bahwa direksi PT Pos Indonesia telah gagal mengelola perusahaan dengan baik yang menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibanya, khususnya dalam pembayaran upah kepada karyawan.

"Direksi PT Pos Indonesia (Persero) juga telah melanggar ketentuan dalam PP No.8 Tahun 1991 tentang Perlindungan Upah," kata dia. 

Direksi PT Pos Indonesia (Persero) telah melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Ia menjelaskan, aksi damai SPPI pada tanggal 28 Januari 2019 di kantor pusat PT Pos Indonesia (Persero) klarifikasi DPP SPPI sebagai berikut:

a. Aksi damai dilatarbelakangi oleh beberapa permasalahan di perusahaan terutama masalah hubungan industrial seperti pelanggaran PKB oleh perusahaan.

b. Pada tanggal 23 Januari 2019 bertempat di kantor pusat jalan Cilaki Bandung dilaksanakan pertemuan LKS Bipartit Korporat, dimana salah satu yang dibicarakan adalah rencana aksi damai SPPI tanggal 28 Januari 2019.

Pada pertemuan tersebut tim SPPI menyampaikan bahwa aksi damai tersebut dapat dibatalkan apabila ada pertemuan antara BOD dengan Ketum SPPI dan para Ketua DPW SPPI sebelum tanggal 28 Januari 2019 tim perusahaan merespons dengan pernyataan akan meneruskan hal tersebut ke BOD.

Hingga tanggal 28 Januari 2019, tidak ada upaya dari perusahaan untuk melakukan pertemuan dimaksud.

Pernyataan Dirut Pos bahwa dengan terjadinya demo tanggal 28 Januari 2019 sebagai alasan menunda pembayaran gaji yang seharusnya tanggal 1 Februari 2019 sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan justru merupakan bentuk kegagalan mengelola perusahaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya