Jurus Kementan Tingkatkan Pendapatan Petani hingga 6 Kali Lipat

Kementan telah menemukan varietas bibit yang cocok untuk ditanam di lahan rawa.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Feb 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2019, 15:00 WIB
Harga Gabah Kering Turun
Petani memanen padi varietas Ciherang di areal persawahan Desa Ciwaru, Sukabumi, Sabtu (23/6). Petani mengeluhkan harga gabah kering panen saat ini Rp 488 ribu/kwintal dibanding tahun lalu yang menembus Rp 600 ribu/kwintal. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan pendapatan petani bisa meningkat hingga 6 kali lipat di 2019. Salah satunya dengan memaksimalkan lahan rawa menjadi lahan persawahan untuk komoditas padi.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, selama ini lahan rawa banyak yang terbengkalai atau tidak digarap secara baik. Akibatnya produksi padi di lahan ini sekitar 2 ton per hektare (ha).

"Lahan rawa ini lahan tidur yg harus dioptimalkan. Dulu produksinya 2 ton per ha," ujar dia di Kantor Kementan, Jakarta, Senin (11/6/2019).

Namun, kini Kementan telah menemukan varietas bibit yang cocok untuk ditanam di lahan jenis tersebut. Bahkan varietas ini diklaim mampu menghasilkan padi 6 ton per ha.

"Kita sudah temukan bibit yang cocok untuk rawa namanya Inpara dan produksinya 6 ton, 3 kali lipat. Dan kita mengatur sirkulasi air sehingga bisa nantinya tanam 3 kali. Ini artinya produktivitasnya naik dari 2 menjadi 6. Pendapatan petani bisa naik 6 kali lipat," kata dia.

Rencananya, varietas ini akan ditanam di lahan seluas 500 ribu ha yang tersebar di lahan rawa sejumlah provinsi.

"Rencana optimalisasi 500 ribu ha. Fokus yg besar di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan. Ada tambahan di Bengkulu dan Jambi," tandas dia

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Nilai Tukar Petani Naik 0,16 Persen di Januari 2019

Harga Gabah Kering Turun
Petani memanen padi varietas Ciherang di areal persawahan Desa Ciwaru, Sukabumi, Sabtu (23/6). Petani mengeluhkan harga gabah kering panen saat ini Rp 488 ribu/kwintal dibanding tahun lalu yang menembus Rp 600 ribu/kwintal. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Januari 2019 naik sebesar 0,16 persen dibandingkan Desember 2018. NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks yang dibayarkan petani.

"Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di 33 provinsi di Indonesia pada Januari 2019, NTP secara nasional naik 0,16 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Jumat 1 Februari 2019.

Suhariyanto merinci, kenaikan NTP dipengaruhi oleh subsektor tanaman pangan yang naik 0,52 persen, lalu subsektor tanaman perkebunan rakyat naik 0,27 persen, dan subsektor perikanan naik 0,47 persen.

"Sebaliknya subsektor holtikultura turun 0,34 persen dan subsektor peternakan sebesar 0,08 persen," jelasnya.

Kenaikan NTP petani ini pun seiring terjadinya kenaikan harga pada gabah kering panen ditingkat petani sebesar 2,22 persen dan harga beras medium di penggilingan sebesar 1,06 persen.

"Kenaikan NTP tertinggi pada terjadi di Provinsi Riau mencapai 2,59 persen. Sebaliknya penurunan NTP terbesar terjadi di Provinsi Papua mencapai 1,58 persen," jelas Suhariyanto.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya