Liputan6.com, Jakarta - Ani Yudhoyono tengah dirawat di National University Hospital (NUH), Singapura karena sakit kanker darah.
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono memberi pernyataan resmi terkait hal tersebut dalam video pada 13 Februari 2019.
"Dengan rasa prihatin, saya sampaikan kepada para sahabat di Tanah Air, Ibu Ani mengalami blood cancer atau kanker darah," ujar SBY dalam video.
Advertisement
Mengutip berita Liputan6.com, kanker darah merupakan tipe kanker yang menganggu produksi dan fungsi sel darah. Akibatnya, sel darah tidak bisa menjalankan fungsinya seperti mencegah infeksi atau pendarahan. Hal itu disampaikan konsultan senior hematologi Parkway Cancer Centre Singapura, dokter Lim Ziyi.
Baca Juga
Sayangnya, penyakit ini bisa saja tidak menunjukkan tanda alias tanpa gejala. Kadang pasien mengetahui terkena kanker darah ketika jalani pemeriksaan penyakit lain.
Seseorang memang ingin selalu sehat dan jauh dari penyakit. Akan tetapi, risiko seperti alami sakit kadang hadir. Risiko penyakit tersebut dapat menggerus kesehatan keuangan karena ada biaya pengobatan, perawatan dan sebagainya.
Saat ini perusahaan asuransi menawarkan sejumlah produk untuk meminimalkan kerugian itu seperti asuransi kesehatan. Namun, asuransi kesehatan tersebut tidak seluruhnya dapat meng-cover keseluruhan penyakit, seperti penyakit kritis.
Perencana Keuangan Mitra Edukasi, Mieke Rini mengatakan, asuransi kesehatan biasanya hanya meng-cover biaya pengobatan, perawatan dan sebagainya. Akan tetapi, dalam asuransi tersebut kadang tidak cover sejumlah penyakit tertentu.
Oleh karena itu, menurut Mieke perlu ada instrumen tepat untuk meminimalkan bila terkena penyakit kritis yaitu lewat asuransi penyakit kritis.
"Ketika kita buat perencanaan keuangan seseorang dan keluarga harus ada antisipasi hal yang tidak diduga yaitu risiko seperti sakit. Terdiagnosa penyakit kritis pasti ada biaya pengobatan. Ini tidak mungkin sebentar karena setelahnya ada biaya perawatan yang harus dimaintain. Di asuransi penyakit kritis biasanya ada 40 penyakit yang dicover tetapi masing-masing perusahaan asuransi berbeda-beda,” ujar Mieke Rini, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (14/2/2019).
Ia menuturkan, saat ini juga memang ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang cover biaya kesehatan. Namun, BPJS Kesehatan tersebut menurut Mieke memiliki layanan dan kenyamanan berbeda dengan perusahaan asuransi swasta.
Lakukan Evaluasi
Untuk mengambil asuransi penyakit kritis, Mieke menyarankan agar terlebih dahulu mengevaluasi. Evaluasi itu mulai dari asuransi yang dimiliki. Bila individu dan keluarga sudah memiliki asuransi, coba untuk dilihat hal apa saja yang dicover perusahaan asuransi, termasuk penyakit kritis.
Kemudian evaluasi riwayat penyakit keluarga mulai dari pihak istri dan suami. Evaluasi ini menurut Mieke untuk mengetahui asuransi yang diambil dan mengantisipasi ketidakpastian ke depan.
Adapun evaluasi yang dilakukan menurut Mieke, dengan melihat penyakit kritis apa saja yang dicover. Apakah ada yang sama dengan riwayat penyakit di keluarga? Lalu berapa coverage?, premi yang harus dibayar, syarat dan ketentuan klaim asuransi penyakit kritis.
"Kalau ada kemungkinan terkena penyakit kritis, maka bisa ambil asuransi penyakit kritis. Bisa tanyakan agen asuransinya apakah bisa ditambah asuransi penyakit kritis dari asuransi yang sudah ada," kata Mieke.
Setelah melakukan evaluasi, Mieke merekomendasikan untuk mulai melihat-lihat produk asuransi penyakit kritis yang ditawarkan perusahaan asuransi. Atau bisa berkonsultasi dengan agen asuransi. Bila memang belum dicover, apakah asuransi yang sudah dimiliki bisa ditambah dengan asuransi penyakit kritis. Atau melihat produk asuransi dari perusahaan lainnya.
"Ini mulai window shopping. Lihat coverage yang sesuai,” tutur dia.
Kemudian, alokasikan anggaran untuk asuransi tersebut. Mieke menambahkan, setiap individu termasuk anak-anak juga sudah mulai untuk memiliki asuransi penyakit kritis.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement