OJK Paparkan Peluang dan Tantangan Industri Keuangan Non Bank pada 2019

OJK menyampaikan beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh Industri Keuangan Non Bank (IKNB) di tahun 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Mar 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2019, 13:00 WIB
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)
Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh Industri Keuangan Non Bank (IKNB) di tahun 2019.

Salah satunya adalah kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian dan melambat pada 2019.

Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK,  Moch Ihsanuddin menyampaikan hal itu, dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Prospek Bisnis IKNB 2019, Peluang dan Risiko di Tahun Menantang" di JW Marriott Hotel, Jakarta, Selasa (12/3/2019).

"Jadi beberapa tantangan IKNB ke depan itu ada beberapa hal, antara lain seperti pemulihan ekonomi global. Itu ternyata masih cukup melambat atau belum terlihat secara signifikan," kata dia.

Selain itu, situasi politik dalam negeri pada 2019 dengan ada pemilihan presiden (Pilpres) menjadi tantangan sendiri bagi industri. Sebab pada tahun politik, kondisi ekonomi menjadi lebih sensitif.

"Apalagi pada bulan April nanti kita menghadapi bersama-sama pemilihan presiden dan pileg, akan terjadi perlambatan sejenak lah. Semoga setelah itu suasana kondusif, sehingga pelaku sektor riil maupun sektor finansial itu cepat bangkit lagi," ujar Ihsanuddin. 

Tidak hanya itu, faktor lainnya dari sektor domestik adalah kondisi masih defisitnya transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD). "Tapi yang cocok jawab ini dari otoritas fiskal ya, OJK hanya bersama-sama mendiskusikan terhadap permasalahan tersebut," dia menambahkan.

Dalam kesempatan serupa, Kepala Dept Pengawasan IKNB 2A OJK, Ahmad Nasrullah mengungkapkan, OJK optimistis IKNB akan tumbuh pada 2019.

Dia mengungkapkan, ada beberapa hal yang menjadi indikator optimisme tersebut. Yaitu kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang kuat, kondisi emiten yang baik hingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, BI dan OJK dinilai positif untuk industri keuangan.

"Peluang dan tantangan IKNB adalah rendahnya tingkat penetrasi asuransi di Indonesia, SDM di IKNB, rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk IKNB, pendanaan industri dana pensiun dan inovasi industri keuangan dalam menghadapi revoluasi industri 4.0," ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

BI: Indonesia Bakal Terdampak Pelemahan Ekonomi China

Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa dibilang sudah mereda jika melihat negosiasi antara Presiden Donald Trump dan Xi Jinping. Prospek moneter Indonesia juga diproyeksi makin baik tahun ini. Namun, masalah baru datang dari ekonomi China yang sedang loyo.

Indonesia pun bisa kena dampak, pasalnya harga komoditas yang terpengaruh oleh kondisi ekonomi China. Sementara, pertumbuhan ekonomi China melemah dari 6,9 persen di tahun 2017 menjadi ke 6,6 persen tahun lalu, serta diproyeksikan terus melemah hingga tahun 2021.

"Prospek Indonesia ke depan pada 2019, jika melihat kebijakan moneter, harapannya kita akan memiliki prospek yang lebih baik dibandingkan pada 2013 dan 2018, tetapi kita masih memiliki tantangan pada ekonomi China yang akan memberi dampak ke harga komoditas," ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara pada acara Maybank Economic Outlook 2019, Senin 11 Maret 2019 di Jakarta.

BI pun menekankan pentingnya diversifikasi dalam perekonomian Indonesia agar tidak terlalu bergantung pada komoditas. Solusi yang ditekankan BI adalah memperkuat sektor turisme.

Thailand bisa menjadi contoh. Negara itu berhasil menggenjot sektor pariwisata atau turisme hingga lebih dari 34 juta orang dan membantu neraca berjalan negara itu menjadi surplus, sementara Indonesia mengalami defisit sekitar 3 persen di tahun 2018.

"Jika ada defisit, kita butuh inflow. Itu dengan ekspor dan turisme. Saya percaya diri dengan turisme Indonesia," ucap Mirza seraya berkata Indonesia berhasil menambah jumlah turis dan tahun lalu kedatangan 14 juta orang turis.

Pihak BI pun meminta korporasi untuk berusaha melakukan ekspor demi membantu mengurangi defisit neraca berjalan sampai 2,5 persen di 2019. "Jadi para korporat, tolongkah ekspor. Please, please," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya