Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mencari cara untuk menggenjot ekspor produk olahan pertanian di dalam negeri. Salah satu dengan menyiapkan formula baru perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi produk pertanian.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, formula ini ditujukan untuk mendorong ekspor produk olahan pertanian, seperti kelapa sawit dan karet, agar tidak diekspor sebagai bahan mentah saja.
"Karena ada banyak kemungkinan. Kita bicarakan beberapa komoditas hasil bumi, karet, kelapa dan lain-lain. Itu kalau diekspor, apalagi kalau yang ekspor perusahaan besar dia bisa cari PPN berapa, minta direstitusi, itu untungnya besar," ujar dia di Raker Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Selama ini, lanjut dia, perusahaan memang lebih memilih untuk mengekspor bahan mentah hasil pertanian lantaran pajak yang dikenakan bisa dikembalikan atau direstitusi. Sedangkan untuk produk olahan, hal tersebut tidak berlaku.
"Kalau diolah di dalam negeri itu tidak bisa direstitusi, harus bayar PPN-nya. Kira-kira apa yang dilakukan oleh mereka, ya pilih ekspor bahan mentah," kata dia.
Oleh sebab itu, kata Darmin, pemerintah akan mencari formula perhitungan PPN agar pelaku usaha di dalam negeri mau mengolah terlebih dulu hasil pertaniannya untuk kemudian diekspor ketimbang langsung mengekspor sebagai barang mentah.
"Apa harus diubah PPN-nya? Belum tentu juga. Bisa saja kita cari jalan PPN-nya difinalkan. Bagaimana itu difinalkan? Kita ngobrol dengan pengusaha. Tapi ini masih dikaji lagi," tandas dia.
Â
Industri Non Migas Jadi Andalan Ekspor Indonesia
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong kinerja industri manufaktur, berorientasi ekspor guna memperkuat struktur perekonomian nasional saat ini. Sebab, produk pengolahan nonmigas menjadi penopang dalam perolehan nilai ekspor Indonesia.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto‎ mengatakan, sejalan dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo,  pertumbuhan ekonomi ke depannya berbasis pada pertumbuhan industri. "Sebab itu pemerintah sedang mencarikan formulanya untuk semakin meningkatkan ekspor," kata Airlangga, di Jakarta, Sabtu 2 Maret 2019.
Di tengah kondisi perlambatan ekonomi di tingkat global, Kemenperin optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4 persen pada  2019.
Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri makanan dan minuman 9,86 persen, permesinan 7. persen, tekstil dan pakaian jadi 5,61 persen, serta kulit barang dari kulit dan alas kaki 5,40 persen.
Menperin Airlangga menjelaskan, dalam upaya mendongkrak ekspor dari sektor industri, perlu diperhatikan tingkat utilisasi. Oleh karenanya, langkah strategis yang dipacu antara lain melalui penambahan investasi dan ekspansi. Ini juga akan membawa dampak pada penyerapan tenaga kerja dan hilirisasi.
"Kalau kita lihat, 80 persen impor besar Indonesia adalah bahan baku penolong. Artinya, ini adalah untuk menunjang produktivitas sektor industri. Sisanya capital goods. Tetapi menariknya, ekspor capital goods kita juga meningkat. Ini menandakan kemampuan industri kita sudah kompetitif di kancah global," paparnya.
Pada 2018, ekspor nonmigas mencapai USD 162,65 miliar atau naik 6,25 persen dibanding perolehan tahun 2017 sebesar USD153,03 miliar. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini sebesar 7-9 persen.
"Industri konsisten memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB nasional. Salah satunya terlihat dari capaian ekspor, di mana tahun lalu menyumbang sebesar 72,25 persen. Maka ini yang harus kita dorong terus," ungkap Airlangga.
Adapun lima sektor manufaktur yang pertumbuhannya di atas lima persen dan memiliki catatan kinerja ekspor gemilang di tahun 2018, yakni industri makanan dan minuman yang nilai ekspornya mencapai USD29,91 miliar, disusul industri tekstil dan pakaian jadi sebesar USD13,27 miliar, serta industri logam dasar USD15,46 miliar.
Selanjutnya, industri karet, barang dari karet dan plastik menembus hingga USD 7,57 miliar, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki di angka USD 5,69 miliar.Â
Â
Â
Advertisement
Selanjutnya
Di samping itu, sepanjang 2018, kinerja ekspor positif juga dicatatkan oleh industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, menorehkan nilai ekspornya sebesar USD13,93 miliar, kemudian ekspor kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, dan alat angkutan lainnya menembus angka USD8,59 miliar, serta pengapalan barang komputer, barang elekronik dan optik mencapai USD6,29 miliar.
Melalui implemenasi peta jalan Making Indonesia 4.0, kita optimistis untuk dorong ekspor lagi jadi 10 persen netto terhadap PDB. Selain itu, produktivitas akan meningkat dua kali serta pengeluaran R&D juga didorong jadi dua persen, tuturnya.
Aspirasi besar Making Indonesia 4.0 menargetkan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara dengan perekonomian terkuat di dunia. Bahkan, PricewaterhouseCoopers (PwC) memproyeksi Indonesia berada di peringkat ke-7 dunia. Artinya, kita sudah menyiapkan Nawacita jilid 2, imbuhnya.
Dalam upaya menjadikan industri manufaktur sebagai mesin pertumbuhan ekonomi nasional, perlu dilakukan peningkatan prduktivitas, investasi, dan ekspor. Untuk itu, quick wins yang dijalankan oleh pemerintah di antaranya menciptakan iklim bisnis yang kondusif dan memberikan kemudahan pada perizinan usaha.Â
"Langkah strategis yang telah dilakukan, antara lain pemberian insentif fiskal, penerapan online single submission (OSS), serta pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi. Kami juga dorong penguatan industri di sektor hulu untuk memenuhi rantai nilainya. Kemudian, fokus pada kemampuan R&D serta fasilitasi trade agreement," tandasnya.
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â