Harga Emas Turun dari Level Tertinggi

Nilai tukar dolar AS menguat karena adanya data yang membaik sehingga menekan harga emas.

oleh Arthur Gideon diperbarui 22 Mar 2019, 06:45 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2019, 06:45 WIB
20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas turun pada perdagangan Kamis setelah sempat mencapai level tertinggi dalam tiga pekan karena adanya perbaikan data-data ekonomi AS. Nilai tukar dolar AS menguat karena adanya data yang membaik tersebut sehingga menekan harga emas.

Sementara paladium mencatatkan rekor puncak harga tertinggi karena adanya kekhawatiran pasokan.

Mengutip CNBC, Jumat (22/3/2019), harga emas di pasar spot tergelincir 0,29 persen menjadi USD 1.308,46 per ounce, setelah sebelumnya mencapai USD 1.320,22 per ounce, tertinggi sejak 28 Februari.

Kebalikannya, harga emas berjangka naik 5,60 menjadi USD 1.307,30 per ounce.

Jumlah orang AS yang mengajukan aplikasi untuk tunjangan pengangguran turun lebih dari yang diperkirakan minggu lalu, dan data lain menunjukkan ukuran aktivitas pabrik di kawasan Atlantik tengah yang merbalik arah bulan ini setelah turun tajam pada bulan lalu.

"Data tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih kuat dari yang diperkirakan. Sekarang tinggal menunggu data pekerjaan dan survei gaji," kata Tai Wong, Kepala Analis Logam Mulia BMO.

Beberapa pedagang melakukan aksi jual sehingga mendorong penurunan harga emas. Hal tersebut karena nilai tukar dolar AS yang menguat karena membaiknya data-data ekonomi tersebut.

Terhadap sekeranjang mata uang, indeks dolar naik menjadi 96,32, membuat emas berdenominasi dolar AS lebih mahal bagi investor mata uang lainnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Keputusan The Fed

Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur The Fed NY John Williams di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018
Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur The Fed NY John Williams di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018. Dok: BI

Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) mengambil sikap kebijakan kurang agresif usai menggelar pertemuan selama dua hari.

Hal ini menunjukkan the Fed tidak akan menaikkan suku bunga pada 2019 di tengah ekonomi yang melambat dan mengumumkan rencana akhiri program pengurangan neraca pada September.

The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan dalam kisaran 2,25 persen-2,5 persen.

Suku bunga acuan ini digunakan sebagai kunci untuk menentukan suku bunga untuk sebagian besar utang konsumen dengan tingkat bunga yang dapat disesuaikan antara lain kartu kredit dan pinjaman rumah.

Langkah the Fed sesuai harapan dan permintaan pasar. Pembuat kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) mengambil perubahan tajam dari proyeksi kebijakan sebelumnya.

The Fed kembali menegaskan janjinya untuk sabar terhadap kebijakan moneternya. Selain itu, the Fed menyatakan akan mulai perlambat pengurangan kepemilikan obligasi pada Mei dengan menurunkan batas bulanan menjadi USD 15 miliar dari USD 30 miliar.

Dengan pengumuman yang digabung berarti setelah pengetatan kebijakan moneter pada tahun lalu, the Fed berhenti pada kedua sisi untuk menyesuaikan pertumbuhan global yang lebih lemah dan pandangan agak lebih lemah untuk ekonomi AS.

"Mungkin perlu beberapa waktu sebelum prospek lapangan kerja dan inflasi jelas menyerukan perubahan kebijakan. Kami melihat tidak perlu terburu-buru untuk segera melakukan," ujar pimpinan the Fed, Jerome Powell.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya