Liputan6.com, Jakarta Industri Hasil Tembakau (IHT) dinilai masih menjadi salah satu sektor manufaktur yang berkontribusi besar bagi negara. Dampaknya mulai dari aspek sosial, ekonomi, maupun pembangunan bangsa Indonesia selama ini.
Ini diungkapkan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto. Mengacu data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), total tenaga kerja yang diserap sektor industri rokok sebanyak 5,9 juta orang, terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi.
Baca Juga
Sementara sisanya 1,7 juta pekerja di sektor perkebunan. Selain dari aspek tenaga kerja, industri rokok telah meningkatkan nilai tambah bahan baku lokal dari hasil perkebunan seperti tembakau dan cengkeh.
Advertisement
“IHT merupakan bagian sejarah bangsa dan budaya Indonesia, khususnya rokok kretek. Pasalnya, merupakan produk berbasis tembakau dan cengkeh yang menjadi warisan inovasi nenek moyang dan sudah mengakar secara turun temurun,” kata dia.
Tak hanya itu, industri rokok juga dinilai sebagai sektor yang berorientasi ekspor sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi. Pada 2018, nilai ekspor rokok dan cerutu meningkat 2,98 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebesar USD 904,7 juta.
“Industri rokok juga dapat dikatakan sebagai kearifan lokal yang memiliki daya saing global,” tegas Airlangga.
Industri hasil tembakau turut berkontribusi besar dalam penerimaan cukai. Pada 2018 lalu, penerimaan cukai menembus hingga Rp 153 triliun atau lebih tinggi dibandingkan perolehan pada tahun sebelumnya yang sebesar Rp 147 triliun. Penerimaan cukai pada tahun lalu telah berkontribusi 95,8 persen terhadap pendapatan cukai nasional.
Meski demikian, produk IHT merupakan barang kena cukai. Pengenaan cukai ini untuk mengendalikan konsusimnya. Karena itu, peraturan terkait rokok semakin ketat, baik di dalam maupun luar negeri. Alasan petimbangan terhadap perlindungan konsumen dan kesehatan menjadi tantangan tersendiri bagi industri rokok.
“Tentunya, melalui industri ini, kami tidak menganjurkan agar masyarakat banyak mengkonsumsi rokok, tetapi kami mengajak bahwa anak-anak muda dijauhkan dari rokok, terutama anak sekolah. Selain itu, kemi mendorong untuk menjaga kesehatan melalui R&D industrinya,” ungkap Airlangga.
Apresiasi Menperin
Menperin turut mengapresiasi Mitra Produksi Sigaret Berbah PT Mitra Adi Jaya yang beroperasi sejak tahun 2006 dengan jumlah tenaga kerja 900 orang. MPS Berbah memproduksi SKT hingga 3,72 juta batang per minggu atau 200,88 juta batang per tahun, setara dengan Rp 200 miliar per tahun. Dengan kontribusi besar tersebut, Airlangga menilai MPS sebagai pahlawan industri Indonesia.
Direktur Urusan Eksternal HM Sampoerna, Elvira Lianita, mengapresiasi kehadiran Airlangga ke sejumlah MPS HM Sampoerna. Kunjungan tersebut merupakan komitmen dalam menjaga keberlangsungan IHT nasional. “Secara keseluruhan yang bekerja di MPS wilayah Jogja sebanyak 3500 karyawan, karena ada dari Bantul dan Wates. Beberapa waktu lalu, Bapak Menperin sudah meninjau di Lamongan dan Mojokerto,” ungkapnya.
Menurut Elvira, keberadaan MPS ini tidak saja menjadi rezeki bagi karyawan yang bekerja di pabrik, tetapi juga menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi di sekitarnya karena dapat memacu usaha-usaha lain untuk tumbuh dan berkembang. “Karena keberadaan MPS ini turut membantu perputaran ekonomi di daerah masing-masing,” imbuhnya.
Paguyuban Mitra Produksi Sigaret (MPS) merupakan wadah yang menaungi 38 produsen Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan bermitra dengan PT HM Sampoerna. Mereka yang tersebar di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur ini mampu memproduksi 15 miliar batang per tahun dengan mempekerjakan karyawan lebih dari 40 ribu orang.
Advertisement