BPS: Surplus Neraca Perdagangan Belum Ideal

Upaya pemerintah untuk menggenjot ekspor masih terganjal beberapa faktor eksternal seperti perang dagang.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jun 2019, 17:05 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2019, 17:05 WIB
Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Kenaikan impor dari 14,46 miliar dolar AS pada Maret 2018 menjadi 16,09 miliar dolar AS (month-to-month). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2019 mengalami surplus sebesar USD 0,21 miliar. Realisasi ini membaik dari posisi neraca perdagangan April 2019 yang defisit sebesar USD 2,5 miliar atau terparah sepanjang sejarah.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, meski neraca perdagangan pada Mei mengalami surplus dan memberi sinyal positif terhadap kondisi perekonomian dalam negeri, namun ini belum cukup optimal. Sebab, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kinerja ekspor Indonesia cenderung masih lebih rendah.

"Surplus ini harusnya dibicarakan posisi ideal bahwa untuk memperbaiki neraca perdagangan harus meningkatan ekspor dan mengendalikan impor. Harusnya kalau ideal ekspor naik impor turun," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Berdasarkan data BPS menunjukkan sepanjang Januari hingga Mei 2019 nilai ekspor Indonesia sebesar USD 68,46 miliar atau menurun 8,61 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Sementara untuk impor, secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2019 tercatat sebesar USD 70,60 juta atau turun 9,23 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Suhariyanto menambahkan upaya pemerintah untuk menggenjot ekspor sendiri masih terganjal beberapa faktor eksternal seperti perang dagang serta harga komoditas yang fluktuatif dan cenderung menurun.

"Tadi seperti saya bilang upaya menggenjot ekspor tantangannya luar biasa. Jika negara-negara utama seperti China dan Singapura permintaan mereka lemah tentu berpengaruh (terhadap total nilai ekspor)," ujar Suhariyanto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Komoditas

Buah kelapa sawit.
Buah kelapa sawit. (iStockphoto)

Sementara di satu sisi harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan batu bara mengalami penurunan harga meski volume barang yang diekspor meningkat. Untuk minyak kelapa sawit, nilai total ekspor mengalami penurunan sebesar 17,87 persen selama periode Januari hingga Mei 2019.

Hal serupa terjadi juga untuk batu bara dengan volume ekspor yang meningkat namun harganya anjlok 21 persen sejak awal tahun. "Berbeda situasi dengan karet yang mengalami penurunan volume ekspor 11,17 persen sementara harganya naik 4,12 persen," katanya.

"Dengan adanya pergerakan ekspor dari 10 komoditas utama diharapkan bisa mendeteksi lebih baik barang atau komoditas utama mana yang perlu mendapat perhatian," Tutup Suhariyanto.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya