Ini Perbedaan Kualitas Infrastruktur China dan Jepang

Dalam ajang G20, Jepang mempromosikan program infrastruktur mereka yang berkualitas ketimbang Jalur Sutera Baru.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 27 Jun 2019, 08:40 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2019, 08:40 WIB
Olimpiade Tokyo 2020
Venue dayung Olimpiade Tokyo 2020 terletak di Tokyo Bay. (AFP/Charly Triballeau)

Liputan6.com, Tokyo - Jelang pertemuan puncak G20 di Osaka, program infrastruktur Jepang mendapatkan dukungan luas di forum tersebut. Program Jepang itu berupaya mendorong fokus pada kualitas infrastruktur ketimbang kuantitas.

Dilaporkan The Japan Times, program investasi berkualitas ini merupakan antitesis dari program Jalur Sutera Baru milik China (Belt and Road Initiative) yang lebih mementingkan kuantitas, serta programnya lebih inferior meski harganya murah.

Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso menyebut, dukungan program infrastruktur berkualitas itu muncul ketika bertemu pemimpin dunia keuangan di Fukuoka awal bulan ini. Ini menandakan program infrastruktur berkualitas Jepang sudah diakui dunia.

"'Infrastruktur berkualitas tinggi' adalah ungkapan yang Jepang ciptakan dan promosikan. Kami memulai ini empat tahun lalu ketika hanya ada sedikit pemahaman mengenai apa makna konsep tersebut," ujar Aso.

Salah satu prinsip dari program infrastruktur berkualitas itu adalah pembangunan yang bertahan melawan bencana alam. Faktor lain adalah perihal meminjamkan utang yang bisa dikelola.

Masalah utang itu juga melawan praktik Jalur Sutra China yang dituding sering meminjamkan utang pembangunan yang tak bisa dikelola. Salah satu contohnya ketika Sri Lanka harus menyerahkan pelabuhan strategis Hambantota ke BUMN China karena gagal bayar utang.

Infrastruktur menjadi salah satu topik yang paling pada negara-negara G20 mengingat kebutuhannya di Asia sedang meroket. Pihak Jepang pun berharap infrastruktur berkualitas ini bisa semakin dirangkul oleh masyarakat internasional.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Utang dari China Lebih Menarik?

Kota Terlarang di China
Sejumlah pengunjung berjalan di Forbidden City atau Kota Terlarang di Beijing, (7/3). Kota Terlarang, merupakan istana terisolasi kaisar Qing dan Dinasti Ming China untuk tempat wisata utama yang terletak di pusat ibu kota. (AP Photo/Aijaz Rahi)

Ekonom eksekutif dari Nomura Research Institute, Takahide Kiuchi, menyebut program Jepang ini memiliki unsur politis dari Jepang dan Amerika Serikat (AS). Dua negara itu dipandang sedang menahan laju geopolitik China.

Meski disebut berkualitas rendah, utang China lebih gampang diminta. Alhasil, negara-negara berkembang yang membutuhkan lebih gampang mendapatkan pinjaman.

Profesor keuangan internasional dari Universitas Tokyo, Masahiro Kawai, berkata harga utang dari Jepang memang lebih mahal sehingga utang China lebih menarik. Namun, ia menyebut dalam jangka panjang utang Jepang bisa lebih murah dalam jangka panjang.

Itu disebabkan karena faktor kualitas. Lantaran, infrastruktur China yang murah tetap butuh biaya tambahan jika rusak.

"Argumen Jepang adalah infrastruktur China hanya murah dalam investasi awal, dan itu bisa membebankan peminjam dengan biaya perbaikan yang besar di tahun-tahun ke depan ketika mereka harus membayar berbagai perbaikan," ujarnya.

Kawai belum bisa memastikan bagaimana ketertarikan negara berkembang ke program infrastruktur berkualitas ini. Tetapi ia menyebut program ini membawa pesan simbolik bahwa Jepang memiliki program jangka panjang yang didukung G20.

 

Di G20 Jepang, Jokowi Akan Bahas Investasi hingga Ketenagakerjaan

Jokowi Bicara Perkembangan Fintech di IMF-Bank Dunia 2018
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menkeu Sri Mulyani (kiri) dan Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim (kanan) dalam Bali Fintech Agenda IMF-WB 2018 di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan akan membahas permasalahan ekonomi dan keuangan global, terutama yang berkaitan dengan investasi dalam pertemuan KTT G20.

Hal ini disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas (ratas) pesiapan KTT ASEAN dan G20 di Kompleks Istana Kepresidanan Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.

"Kita ingin mengangkat membicarakan yang pertama mengenai Persoalan ekonomi dan keuangan global, terutama yang berkaitan dengan perdagangan dan investasi," kata Jokowi.

Hal lain yang akan dibahas Jokowi yaitu, tentang langkah-langkah inovasi terkait pengembangan ekonomi digital dan artifical intelligence. Mantan Gubernur DKI Jakarta mengaku juga akan mengangkat isu ketenagakerjaan hingga pemberdayaan perempuan di dunia.

"Ketiga, perlu diangkat mengenai penanganan kesenjangan kualitas infrastruktur, ketenagakerjaan dan pemberdayaan perempuan di dunia," jelas dia.

Dalam ratas kali ini, hadir sejumlah menteri kabinet kerja antara lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Mensesneg Pratikno.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya