Rahasia Tri Rismaharini Jaga Harga Cabai di Surabaya Tetap Murah

Berkat penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa, Kota Pahlawan tersebut tak pernah lagi merasakan harga cabai mahal.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Jul 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2019, 17:00 WIB
20161129-Walikota-Surabaya-Beri-Penjelasan-Pembangunan-Pasar-Turi-ke-Komisi-III-Jakarta-Tri-Rismaharini-JT
Walikota Surabaya Tri Rismaharini memberi penjelasan terkait perkembangan pembangunan pasar Turi Surabaya saat melakukan Rapat dengar Pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (29/11). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berbagi cerita sukses menciptakan harga pangan murah dan terjangkau di tengah kondisi alam yang kurang memadai di Surabaya. Berkat penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa, Kota Pahlawan tersebut tak pernah lagi merasakan harga cabai mahal.

"Kan tidak pernah dibayangkan kan sekarang kita bisa punya tomat, selada kripik, kami sudah bisa tanam sendiri di Surabaya. Jadi makanya harga sayur di Surabaya itu lebih rendah jadi nggak ada cabai mahal. Orang surabaya nggak ada ngeluh cabai mahal karena kami bisa nanam cabai sendiri," ujarnya di Kawasan Sudirman, Jakarta, Selasa (31/7).

 

Risma mengatakan pada awal pemerintahannya, Surabaya memiliki inflasi yang cukup tinggi disumbang oleh mahalnya harga sayur-sayuran seperti cabai. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca kota tersebut yang cukup panas dan sulit ditanami tumbuh-tumbuhan.

Tidak habis akal, Risma mengajak para peneliti untuk menciptakan inovasi yang dapat membuat Surabaya lebih sejuk dengan bantuan awan buatan. Saat ini, bukan hanya sayuran seperti cabai yang dapat tumbuh tetapi juga kondisi cuaca yang tadinya 35 derajat celsius menjadi rata-rata paling tinggi 30 derajat celsius.

"Di awal saya jadi wali kota, inflasi tertinggi awal dipicu sayuran. Karena sayuran itu mahal sekali karena kami tidak punya produksi sayuran. Sayuran semua diambil dari luar, akhirnya warga Surabaya saya gerakkan untuk menanam sayur," jelasnya.

Risma melanjutkan, sayur produksi masyarakat kini bukan lagi untuk konsumsi sendiri melainkan sudah menjadi salah satu sumber penghasilan. Terobosan tersebutpun meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

"Cara saya mengurangi pengeluaran yang pertama itu adalah pendidikan gratis, kesehatan gratis, kemudian saya memberikan bibit dengan harapan kalau dia membeli sayur sendiri, bukan hanya sayur tapi kolam lele. Kolamnya bisa dikecilkan dibesarkan sesuai ukuran rumahnya dia," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kemarau Panjang, Harga Cabai dan Sayur Merangkak Naik

Awal Ramadan, Harga Cabai Mulai Meroket
Permintaan yang banyak untuk cabai di awal ramadan membuat harga cabai mengalami kenaikan, Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Jumat (19/6/2015). Harga Cabai Rawit naik dari harga Rp16 ribu menjadi Rp20 ribu/kg. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Harga cabai merah kembali merangkak naik di pasar tradisional Pondok Gede, Bekasi. Kali ini kisaran harga cabai merah di pasar tersebut mencapai Rp 70 ribu per kilogram (kg).

Hal ini diungkapkan oleh Ali (35) salah satu pedagang yang ada di pasar tradisional tersebut. Menurut pengakuannya, harga cabai ini belum turun ke harga normal karena menipisnya stok akibat musim kemarau yang melanda.

"Harganya jadi tinggi lagi semenjak masuk musim kemarau, Di sananya (petani) pada kering jadi pasokannya menipis," kata Ali saat ditemui Liputan6.com, Jumat (19/7/2019).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh pedagang lainnya, Johan. Saat ini, cabai merah di warungnya juga dijual Rp 70 ribu per kg. "Belum turun-turun juga paling sampai lebaran Haji," ujarnya.

Selain cabai merah, ternyata harga sayur mayur lainnya pun turut mengalami kenaikan. Kenaikan yang signifikan terpantau dialami oleh Buncis dan Terong.

Harga Cabai Tembus Rp 100 Ribu, Mentan Klaim Produksi Masih Aman

Harga Cabai di Pasar Induk Kramat Jati
Pedagang cabai menggelar dagangannya di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Senin (8/7/2019). Harga cabai di pasar itu mengalami kenaikan dikarenakan berkurangnya pasokan dari petani akibat musim kemarau yang menyebabkan menurunnya jumlah produksi. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Kenaikan harga cabai di beberapa wilayah di Indonesia semakin tajam. Jika sebelumnya cabai bisa dijangkau di angka Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu per kilogram, maka kali ini, masyarakat harus merogoh kocek hingga Rp 100 ribu per kilogram.

Berbagai faktor disinyalir menjadi penyebab meroketnya harga komoditas ini, namun Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengklaim produksi cabai masih aman.

"Produksi cabai aman, yang penting terpenuhi," ujar Amran singkat kepada Liputan6.com di Palangka Raya, Kamis (18/7/2019).

Sebelumnya, dalam beberapa pantauan pasar Liputan6.com dilaporkan kenaikan cabai yang drastis membuat pedagang dan pembeli terkejut, terutama bagi pemilik warung makan.

Beberapa pedagang mengeluhkan sepinya pembeli, namun sisanya yakin harga akan kembali normal ketika musim panen raya tiba. Sementara, pembeli kini beralih ke cabai kering sebagai alternatif pengganti cabai merah segar.  

Harga Cabai Meroket di Pasar Tradisional, Kok Bisa?

Ilustrasi Cabai
Ilustrasi cabai (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Harga cabai rawit kembali meroket di pasar tradisional di ibu kota Jakarta. Bila sebelumnya harga cabai masih di kisaran Rp 40 ribu, sekarang sudah menembus Rp 70 ribu per kilogram (kg).

"(Harga) cabai masih tinggi, pasokannya kurang. Kurang pasokannya jadinya begini harganya," jelas Sofyan (39) kepada Liputan6.com, Senin (8/7/2019) di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat.

Harga cabai rawit merah di lapaknya adalah Rp 70 ribu per kg, sama dengan harga cabai keriting merah. Sementara, harga cabai keriting hijau dan rawit hijau lebih murah.

"Cabai hijau keriting Rp 36 ribu per kg. Rawit hijau Rp 55 ribu per kg agak mendingan enggak terlalu mahal," jelasnya.

Meski ada pembeli yang jadi enggan membeli cabai, Sofyan mengaku tak bisa menurunkan harga, sebab itu akan menyulitkannya untuk belanja cabai dari pemasok.

"Entar kalau jual murah, entar enggak bisa belanja. Berat juga (bagi pembeli) kalau mahal. Enak mah kalau murah-murah, stabil," ucapnya.

Penjual lain, Partini (36), menjual cabai rawit merah dan hijau dengan kisaran harga sama, yakni Rp 70 ribu per kg. Cabai merah keriting dijual sedikit lebih mahal yakni Rp 80 ribu per kg.

Ia berkata pelanggan tetap membeli dengan porsi lebih kecil. "Tetap dibeli, cuman dikurangin doang. Jual setengab kilo atau seperempat, beli se-ons juga boleh," ujarnya.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya