Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah untuk tidak abai terhadap inflasi pangan agar dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Meski secara umum angka inflasi rendah, namun kontribusi bahan pangan terhadap inflasi tetap masih tinngi.
Peneliti Indef, Eko Listianto mengatakan kecenderungan inflasi rendah bukan suatu prestasi, karena pertumbuhan ekonomi memang rendah. Hal itu dinilai akan membuat target inflasi yang tertuang dalam RAPBN 2020 yaitu sebesar 3,1 persen akan sulit untuk diwujudkan.
"Inflasi itu targetnya 3,1 persen saya bisa katakan susah dicapai angka itu karena sekarang saja sudah 3,32 persen," kata dia, di kantonrya, Senin (19/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Meskipun secara umum inflasi masih rendah (Juli 2019 sebesar 3,32 persen yoy), namun kenaikan inflasi barang bergejolak (4,90 persen yoy) terutama bahan pangan (4,85 persen yoy) masih tak terelakkan.
Dengan demikian sasaran inflasi 3,1 persen pada asumsi makro RAPBN 2020 akan sulit terealisasi.
"Dan harus kita waspadai karena inflasinya bersumber dari hajat hidup orang banyak. Kalau kita lihat dari data BPS Juli, inflasi bahan pangan 4,85 persen hampir dua kali lipat dari inflasi umum," kata dia.
Menurutnya, hal itu merupakan bukti bahwa selama ini pemerintah rupanya gagal menjaga stabilitas harga pangan.
"Ini menandakan pemerintah gagal mengendalikan bahan makanan walaupun seolah-olah inflasinya rendah," ujarnya.
Â
Tiket Pesawat
Dia pun menyoroti mahalnya tiket pesawat yang juga kerap menjadi salah satu penyumbang inflasi. Hal itu kian menegaskan target inflasi 3,1 persen akan butuh perjuangan ekstra dari pemerintah untuk mencapainya.
"Tapi yang paling penting menurut saya kalau mau mencapai 3,1 persen syaratnya mengendalikan harga panga. Tanpa itu, susah mencapai angka itu karena memang komponen itu penting dan langsung menyangkut daya beli masyarakat," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement