Menperin: Kaya atau Miskin SDA, Sebuah Negara Tetap Harus Utamakan SDM

Kementerian Perindustrian menggelar acara bedah buku karya Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto pada Senin ini.

oleh Bawono Yadika diperbarui 14 Okt 2019, 11:52 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2019, 11:52 WIB
Refleksi Akhir Masa Jabatan Anggota MPR, DPR, dan DPD
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memberikan paparan dalam acara Dialog Refleksi Akhir Masa Jabatan Anggota MPR, DPR, dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/9/2019). Dialog membahas capaian kinerja DPR, MPR, dan DPD periode 2014-2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian menggelar acara bedah buku karya Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto yang berjudul Merajut Asa: Membangun Industri, Menuju Indonesia yang Sejahtera dan Berkelanjutan.

Di sela-sela pidatonya, Menperin Airlangga sedikit bercerita mengenai isi bukunya dan apa yang dia alami selama berkecimpung di dunia industri sejak lama.

Salah satu pesan kuatnya ialah, entah kaya atau miskinnya sumber daya alam suatu negara (SDA), pembangunan sumber daya manusia (SDM) krusial untuk didorong, terutama di era industri 4.0 ini.

"Yang paling penting adalah SDM, baik itu kaya atau miskin SDA," ucap dia di kantornya, Senin (14/10/2019) pagi.

Ia mengatakan, ada undang-undang (UU) yang ia hapus, di mana UU tersebut merupakan karya ayahanda sendiri selagi menjabat sebagai menteri perindustrian.

"Kemudian kita bahas UU Perdagangan, di mana pada waktu kita buat gantikan UU zaman Hindia Belanda dan memang UU Perdagangan jadi bagian dari UU yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dan UU Perindustrian yang baru menghentikan UU yang dibuat oleh ayah saya," ujarnya.

Tak lupa ia bercerita terkait hal-hal dasar di dunia industri, seperti apa bedanya pemurnian dengan pengolahan.

"Buku ini penting karena mencatat hal-hal tak tertulis di dalam UU itu sendiri, sehingga kita perlu ketahui mengapa hilirasi itu penting. Apa beda pemurnian dan pengolahan. Padahal, itu berbeda. Pengolahan terkait direct tambang, sedangkan pemurnian merupakan secondary proses yang sudah masuk di industri," kata dia.

Untuk diketahui, ayah dari Airlangga Hartarto adalah Hartarto Sastrosoenarto yang merupakan Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V.

Selain itu, Hartarto Sastrosoenarto juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi pada Kabinet Pembangunan VI dan Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan VII.

Faisal Basri Usul Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Digabung

Faisal Basri
Faisal Basri (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang meramu-ramu siapa saja orang yang akan dipilih untuk mengisi Kabinet Kerja Jilid II. 

Merespons hal ini, ekonom Faisal Basri meminta Presiden Jokowi untuk menggabungkan kembali Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan sebagai satu lembaga. Hal ini untuk mendukung iklim usaha dan perekonomian Indonesia.

"Saya kok melihat, seolah-olah ada tembok tebal antara Kemenperin dan Kemendag. Barangkali sudah saatnya digabung kembali," kata dia, dalam diskusi, di Jakarta, Rabu (17/7/2019). 

Dia pun mengharapkan agar nantinya setelah disatukan, kementerian tersebut sebaiknya tidak dipimpin oleh tokoh dari partai politik, melainkan dari akademisi

"Siapa pun yang memimpin jangan dari partai lah. Sekali-sekali dipegang akademisi lah. Kalau saya boleh sebut nama Chatib Basri paling cocok lah," ujar Faisal Basri.

Senada dengan Faisal Basri, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengatakan digabungnya dua kementerian tersebut akan berdampak positif bagi dunia usaha. Salah satunya terkait sinkronisasi kebijakan yang dikeluarkan.

"Saya setuju, itu akan mensinkronkan kegiatan industri dan perdagangan. Karena kadang-kadang kebijakan tidak biaa ditentukan arahnya. Jangan sampai ke kanan-kiri. Ada hal-hal yang satu kanan, satu kiri," ungkapnya.

Meskipun demikian, dia enggan membeberkan sosok apa yang dia nilai layak memimpin Kementerian tersebut nanti.

"Kalau itu saya yang penting kebijakan presiden bisa dilaksanakan oleh menteri siapa pun, politik yang bagus ada, pengusaha jelek juga ada. Kalau pengusaha bisa bagus, silakan. Akademisi silakan, tapi dia harus sinkron hulu hilir atas bawah sana. Kalau sendiri-sendiri yang satu ini yang satu beda. Tidak akan selesai-selesai," tandasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya