Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan tata ruang yang bisa meningkatkan kepadatan adalah jawaban untuk mengatasi krisis hunian dan menjadikan hunian vertikal di tengah kota terjangkau. Pemerintah DKI Jakarta yang memegang kendali Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah pemeran utamanya.
Direktur Program Jakarta Property Institute (JPI) Mulya Amri mengatakan, Jakarta sebenarnya masih punya banyak ruang untuk membangun hunian vertikal, terutama untuk mengatasi masalah housing backlog 1,25 juta unit dengan pendanaan dari swasta.
Namun bila diperhatikan, hanya bagian-bagian tertentu saja di Jakarta yang kepadatannya tinggi, sedang sisanya adalah masih hunian tapak. Hal ini disebabkan oleh pembatasan luas lantai melalui rendahnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang dilakukan pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
"Rendahnya KLB membatasi supply, yang membuat harga hunian sangat mahal. Akibatnya, pekerja di Jakarta terpaksa membeli hunian jauh dari tempat kerjanya," ujarnya di dalam diskusi, di Jakarta, Selasa (12/11).
Selain itu, ungkap Mulya, hal tersebut akan menimbulkan urban sprawl dan penyakit urban lainnya seperti kemacetan dan polusi.
Menurut laporan Bank Dunia tahun ini, harga hunian di Jakarta jauh dari kata terjangkau bila mempenimbangkan tingkat pendapatan masyarakat yang lebih rendah. Harganya bahkan lebih tinggi dari pada kota-kota mahal, scperti London, New York dan Singapura.
Penyebab utama dari mahalnya harga properti adalah ketersediaan dan pcrmintaan yang tidak seimbang. Housing backlog di Jakarta tercatat mencapai angka 1,25 juta unit di tahun 2015 sedangkan pertambahan jumlah unit tak sebanding dengan tingginya angkatan kerja baru yang masuk ke Jakarta setiap tahunnya.
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Diminta Aktif Bangun Hunian
Selain mempertajam regulasi, dia juga berharap pemerintah Jakarta aktif dalam membangun hunian, terutama untuk rumah susun murah, di lahan aset milik pemerintah daerah.
"Pemerintah punya banyak lahan di pusat kota dan strategis namun under-utilized, seperti pasar dan terminal yang bisa dikembangkan menjadi rusun dengan pasar di bawahnya," ujarnya.
Untuk membangun rusun tersebut, Mulya mengatakan pemerintah bisa memanfaatkan dana pengembang. Dana tersebut merupakan bagian dari kewajiban pengembang itu berupa pembangunan rumah susun yang merupakan syarat IPPR (Izin Penggunaan dan Pemanfaatan Ruang).
Pemerintah Daerah mewajibkan pengembang yang membangun hunian komersil untuk membangun rumah susun bersubsidi. Namun, eksekusi kewajiban ini sering terkendala karena tidak adanya lahan. Kalaupun dibangun, lokasi rusun biasanya sangat jauh seperti di Marunda, Jakarta Utara atau Rawa Bebek di Jakarta Timur.
"Bila pemerintah daerah bisa menyediakan lahan di lokasi-lokasi strategis ini, pengembang dengan senang hati membangun rusun di sana karena bila tidak memenuhi kewajiban, ini juga akan berdampak pada pembukuan mereka," tandasnya.  Â
Advertisement