Ratusan Perusahaan di China Cari Pinjaman buat Hadapi Virus Corona

Penutupan pabrik yang diperpanjang untuk sementara akan memperlambat sektor manufaktur dan membebani rantai pasokan global.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2020, 14:00 WIB
Virus Corona Mewabah, Pekerja China Sibuk Produksi Pakaian Pelindung dan Masker
Pekerja memproduksi pakaian pelindung di sebuah pabrik di Nantong, Provinsi Jiangsu, China, Senin (27/1/2020). Pakaian pelindung tersebut diproduksi untuk mendukung pasokan bahan medis saat wabah virus corona melanda China. (STR/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Lebih dari 300 perusahaan di China mencari pinjaman dari perbankan senilai total 57,4 miliar yuan (11,4 miliar Dolar Singapura) setara dengan  Rp 113 triliun. Pengajuan pinjaman ini untuk mengatasi  dampak dari Virus Corona.

Pihak berwenang telah menutup kota-kota, menangguhkan jaringan transportasi, dan menutup fasilitas tempat berkumpul. Kondisi ini bisa membuat pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 5 persen atau kurang pada kuartal pertama tahun ini.

Melansir laman Straitimes, Selasa (11/2/2020), Ppenutupan pabrik yang diperpanjang untuk sementara akan memperlambat sektor manufaktur dan membebani rantai pasokan global.

Calon peminjam diantaranya adalah perusahaan besar pengiriman makanan Meituan Dianping, pembuat smartphone Xiaomi Corp, penyedia layanan perjalanan Didi Chuxing Technology, perusahaan pengenalan wajah Megvii Technology dan bisnis keamanan internet Qihoo 360 Technology.

Perusahaan yang mencari pinjaman adalah perusahaan yang terlibat dalam pencegahan atau yang paling terpukul Virus Corona.

Menurut sumber, perusahaan-perusahaan yang mencari pinjaman di ibukota China kemungkinan akan mendapatkan persetujuan jalur cepat dan suku bunga preferensial.

Sumber tersebut menerima salinan dua daftar nama perusahaan yang dikirim ke bank-bank Beijing oleh biro keuangan pemerintah kota.

Tidak ada data resmi yang menunjukkan total pinjaman yang dicari perusahaan-perusahaan China secara nasional untuk mengatasi wabah ini. "Bank akan memiliki keputusan akhir tentang keputusan pemberian pinjaman," ujar sumber.

"Suku bunga cenderung setara dengan yang ditawarkan kepada klien top bank."

Menurut daftar, Xiaomi, pembuat smartphone terbesar keempat di dunia, sedang mencari pinjaman 5 miliar yuan ( Rp  10 triliun) untuk memproduksi dan menjual peralatan medis termasuk masker dan thermometer.

Sedangkan Meituan Dianping mencari 4 miliar yuan (Rp 8 triliun), yang sebagian pinjaman digunakan untuk membantu membiayai makanan gratis dan mengirimkan ke staf medis di Wuhan. Didi Chuxing yang dimiliki secara pribadi, "sangat terkena dampak wabah virus", sedang mencari 50 juta yuan.

 

 

Tonton Video Ini

Penggunaan Dana

Lawan Virus Corona, China Kebut Produksi Masker N95
Pekerja mengemas masker kesehatan N95 di area aseptik sebuah perusahaan produsen masker di Shenyang, China, 8 Februari 2020. Selama beberapa hari, perusahaan itu berjanji akan terus bekerja hingga 20 jam per hari untuk memastikan output harian masker N95 mencapai 20.000 lebih. (Xinhua/Yao Jianfeng)

Berdasarkan data, pertumbuhan pendapatan Xiaomi melambat di kuartal ketiga. Namun laba kotor naik 25,2 persen menjadi 8,2 miliar yuan (Rp 16 triliun).

Sementara Meituan Dianping telah meraih untung selama dua kuartal terakhir. Qihoo 360 yang berbasis di Beijing mencari 1 miliar yuan (Rp 2 triliun)  untuk membeli produk medis dan membiayai pekerjaan aplikasi untuk melacak virus.

Mengacu isi salah satu daftar, start-up Megvii mengajukan 100 juta yuan (Rp 196 miliar) untuk mengembangkan teknologi. Tetapi Megvii menolak untuk mengonfirmasi pinjamannya. 

Megvii mengatakan sedang berupaya untuk mengoptimalkan produk screening suhu tubuh yang dimungkinkan oleh kecerdasan buatan untuk membantu melawan virus.

Caranya dengan melihat dan menemukan orang-orang di kerumunan yang memiliki suhu tinggi, bahkan jika mereka mengenakan topeng. Megvii tidak memverifikasi identitas pribadi orang yang memakai topeng.

Megvii telah berupaya untuk mengumpulkan dana melalui penawaran umum perdana di Hong Kong, tetapi pada awalnya tertunda setelah dimasukkan  dalam daftar hitam perdagangan AS atas dugaan keterlibatan dalam pelanggaran hak asasi manusia terkait dengan tindakan keras Beijing terhadap Uighur di wilayah Xinjiang China. Perusahaan itu mengatakan "sangat keberatan".

Meituan Dianping, Didi dan Xiaomi tidak menanggapi soal pinjaman. Sedangkan Qihoo 360 tidak segera menanggapi permintaan komentar. Demikian pula, Biro keuangan pemerintah kota Beijing tidak menanggapi permintaan komentar melalui email.

Biro keuangan sebelumnya mengatakan bahwa bagi pebisnis yang mencari dukungan keuangan dapat meminta bantuannya. Perusahaan dalam daftar biro juga termasuk operator pasar sayur, produsen ambulans, perusahaan perlindungan lingkungan dan bisnis lainnya yang penting untuk menjaga persediaan makanan dan upaya pendukung untuk mengatasi wabah. Tapi itu tidak segera jelas apakah mereka semua layak kredit.

"Bank-bank tidak akan memberikan pinjaman kepada semua karena mereka perlu mengevaluasi apakah perusahaan-perusahaan itu benar-benar mampu membayar kembali," kata salah satu sumber.

Bank sentral China telah menyuntikkan uang tunai ke dalam sistem perbankan untuk menopang kepercayaan pasar, sementara pengawas perbankan dan asuransi juga mendesak para pemberi pinjaman untuk menurunkan suku bunga.

Biro lokal Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, perencana ekonomi teratas, dan Kementerian Industri dan Teknologi Informasi juga menyusun daftar perusahaan yang terkena dampak dan menawarkan mereka dukungan.

 

Reporter : Tiara Sekarini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya