Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pemasaran & Supply Chain Semen Indonesia Adi Munandir mengecam negara yang masih masif mendatangkan aspal impor untuk keperluan infrastruktur yang kini tengah digencarkan.
Seperti pada kebutuhan infrastruktur jalan, Adi mengatakan Indonesia masih harus impor aspal dengan porsi 71 persen dari total kebutuhan. Dengan demikian, hanya sebagian kecil saja kebutuhan aspal yang bisa dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri.
"Bayangkan kita harus impor USD 421 juta di 2018. 56 persen dari konsumsi tersebut adalah untuk road maintenance, untuk perbaikan jalan," ungkap dia dalam acara Corporate Rebranding Semen Indonesia Group di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Advertisement
Baca Juga
Menurutnya, perilaku tersebut dapat menyebabkan negara kecanduan impor aspal dari luar negeri, sehingga tak mampu memproduksi secara mandiri.
"Itu akan tumbuh menjadi lebih besar. Ketergantungan dari negara lain jadi isu. Maka kita punya masalah tentang kemandirian, tentang independensi," tegasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Teknologi Beton
Menindaki kasus ini, ia coba menawarkan solusi pemanfaatan beton sebagai bahan substitusi aspal. Beton juga disebutnya jadi salah satu opsi menanggulangi industri semen yang sudah berstatus oversupply.
"Aspal dan beton bisa saling mensubstitusi. Jalan menggunakan aspal harus impor 71 persen, kalau kita ubah dengan beton, beton punya kemampuan kekuatan lebih panjang, setiap tahun tidak perlu dilakukan perbaikan major seperti aspal," jelasnya.
"Beton memiliki kekuatan yang lebih baik. Secara long time jelas beton punya peluang lebih baik. Berapa yang kita bisa hemat dari impor aspal, USD 244 juta. Untuk jalan 8 704 km, kita bisa hemat hemat Rp 106 triliun," dia menandaskan.
Advertisement