Liputan6.com, Jakarta - Para pedagang tradisional di Bogor yang mengajukan gugatan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Bogor Nomor 10 Tahun 2018 kini tengah harap-harap cemas menanti putusan dari Mahkamah Agung. Perda KTR Bogor ini dinilai merugikan para pedagang tradisional karena salah satu pasalnya memuat pelarangan pemajangan rokok di tingkat ritel.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, perda merupakan kebijakan publik yang seharusnya mempertimbangkan kepentingan publik.
Baca Juga
“Kebijakan KTR seharusnya mempertimbangkan keadilan, transparansi, dan partisipasi publik di dalamnya,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/2).
Advertisement
Keberatan dan gugatan dari masyarakat menunjukkan bahwa Perda KTR Bogor belum memenuhi aspek partisipasi publik.
“Masalah pelarangan pemajangan rokok itu berat, apalagi kini display-nya dilarang sampai ke ritel-ritel, harus ditutup pakai gorden. Ini bertentangan dengan kepentingan publik,” kata Trubus.
Sebelumnya, beberapa pihak juga mengkritisi Perda KTR Bogor dari sisi hukum karena dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Dalam kajiannya, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi daerah (KPPOD) menemukan bahwa Perda KTR Bogor bertentangan secara substansif dengan Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
“Makanya ini sekarang tergantung kemauan pejabat publiknya. Sekarang kan digugat pedagang karena jelas merugikan pedagang. Seharusnya kebijakan publik tidak boleh merugikan masyarakat kecil,” katanya.
Trubus mendorong agar masyarakat lebih aktif lagi dalam mengawal gugatan Perda KTR Bogor karena hal ini adalah persoalan publik.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Timbulkan Masalah Ekonomi
Selain persoalan sosial, Perda KTR Bogor juga menimbulkan problem secara ekonomi, yakni ketidakpastian usaha. Robert Endi Jaweng, Direktur Eksekutif KPPOD mengatakan, ketidakpastian usaha merupakan musuh terbesar yang menimbulkan risiko dalam hal kalkulasi biaya dan kegiatan usaha.
“Konteks Perda KTR Bogor ini paradigmanya antirokok, padahal harusnya diuji karena undang-undang sudah menetapkan rokok merupakan barang legal,” katanya.
Menurutnya, pejabat publik seharusnya merujuk pada peraturan yang lebih tinggi dan perundang-undangan sebelum menetapkan sebuah kebijakan publik.
“Intinya harus taat pada undang-undang, kepentingan umum, dan mempertimbangkan kehidupan sosial, norma, dan sebagainya,” katanya lagi.
Bagi Endi Jaweng, gugatan yang diajukan para pedagang tradisional merupakan langkah terhormat. “Judicial review merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh masyarakat untuk menguji keadilan dan kepastian hukum,” pungkasnya.
Advertisement