Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja mengumumkan penambahan alokasi belanja dan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk menangani wabah virus corona (covid-19). Alokasi dana tersebut diterbitkan dalam Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Pemerintah juga menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai payung hukum relaksasi defisit tersebut. Namun, relaksasi defisit hanya untuk tiga tahun, yaitu 2020, 2021, dan 2022. Pada 2023, pemerintah akan kembali pada disiplin fiskal batas maksimal defisit 3 persen dari PDB.
Baca Juga
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengapresiasi keputusan tersebut sebagai langkah yang berani di tengah berbagai desakan akibat merebaknya covid-19
Advertisement
“Saya kira kita harus mengapresiasi langkah berani yang diambil pemerintah untuk merelaksasi defisit di atas 3 persen selama 3 tahun berturut-turut. Sebab, pelebaran defisit ini memang kita butuhkan untuk memberikan stimulus mulai dari untuk peningkatan pelayanan kesehatan guna mengatasi wabah corona, memberikan bantuan safety net kepada masyarakat terdampak, hingga stimulus untuk dunia usaha dalam rangka percepatan recovery economy,” ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (1/4/2020).
Kemudian, lanjut Piter, nominalnya sudah cukup memadai walaupun masih kecil bila dibandingkan dengan stimulus dan safety net yang dilakukan negara lain.
“Tapi ini sudah merupakan breakthrough yang berani, dan memang dibutuhkan di tengah merebaknya wabah virus corona,” tandasnya.
Perlu Diperjelas
Namun demikian, menurut Piter, pemerintah belum menjelaskan secara rinci bagaimana skema tersebut.
“Yang belum cukup dijelaskan oleh pemerintah adalah bagaimana pembiayaan dari pelebaran defisit tersebut. Apakah dengan menerbitkan recovery bond, seperti yang sebelumnya sudah disebutkan oleh Sesmenko Perekonomian? Lalu apakah jadi, dengan menggunakan pendekatan quantitative easing oleh BI? Bagaimana dengan ketentuan yang melarang BI melakukan kuasi fiskal? Apakah masuk juga dalam perppu?,” beber Piter.
Untuk itu, menurutnya hal-hal tersebut perlu diperjelas oleh pemerintah agar tidak menimbulkan kerancuan di kemudian hari.
Sebelumnya, Piter juga menjelaskan terkait sasaran dari beberapa paket stimulus yang dibuat oleh pemerintah, sulit untuk mengatakannya sudah tepat. Menurutnya, fokus utama haruslah kepada penanganan wabahnya terlebih dahulu.
"Yang perlu sekali ditekankan, pertimbangan kita jangan selalu ekonomi. Ini masalah penyakit, bukan masalah ekonomi. Orang mati tidak bisa dihidupkan kembali. Ekonomi akan bangkit ketika wabah berlalu," tegasnya.
Piter juga mengungkapkan tidak ada angka ideal yang spesifik untuk stimulus. Sebab, yang diharapkan dari stimulus tersebut adalah untuk memercepat pemulihan perekonomian.
“Jumlah yang besar (tentu) lebih baik kalau bisa efektif. Ketimbang berhemat stimulus tetapi hasilnya jauh dari harapan,” pungkasnya.
Advertisement