Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menyoroti tentang pengelolaan utang pemerintah pusat yang dinilai kurang efektif. Hal tersebut tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah melakukan pengelolaan utang secara berhati-hati dan bertanggung jawab. Hasil dari pembiyaan utang juga terlihat pada masifnya pembangunan infrastruktur dan pengurangan kemiskinan sebelum pandemi Virus Corona.
Baca Juga
"Mengenai studi yang dilakukan BPK ya kita hormati. Kita terus melakukan pengelolaan utang secara berhati-hati dan bertanggung jawab. Kalau analisis mengenai debt service ya kita hormati saja," ujar Sri Mulyani dalam Video Conference, Jakarta, Jumat (8/5).
Advertisement
"Kan juga ini sebetulnya sama, walau kita melakukan belanja dan tambah utang. Namun kita juga melihat hasilnya, infrastruktur menjadi baik, kemiskinan menurun, sampai terjadinya Covid-19," tambahnya.
Dia melanjutkan, dalam mengelola utang pemerintah juga tidak ugal-ugalan menarik pembiayaan tanpa didasari pertimbangan yang matang. Setiap penarikan utang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.
"Jadi dalam mengelola keuangan negara kita tidak hanya melihat hanya satu rumus, satu kebutuhan, dan satu tujuan. Selalu saya tekankan bahwa fiskal adalah instrumen, dia bukan tujuan. Namun tidak berarti kita ugal-ugalan," jelasnya.
Â
Perkiraan Utang
Pembiayaan utang sama halnya dengan kondisi saat ini. Di mana pemerintah mengandalkan utang karena penerimaan dari segala sisi tengah melemah. Namun, belanja terus berjalan sehingga harus ada kebijakan penarikan utang.
"Dan kalau dalam situasi sekarang di mana penerimaan turun sangat besar dan juga kebutuhan belanja sangat besar, ya kita instrumen APBN kan namanya instrumen. Kalau kita hanya mengamankan APBN kita sendiri, ya kita mendingan tidak usah belanja. Tapi kan tidak begitu," tandasnya.
Â
Anggun P. Situmorang
Merdeka.com
Advertisement