Pengusaha Usul Sektor Terdampak Corona Tak Bayar Iuran BPJS

Pengusaha hotel dan restoran meminta pemerintah memberikan relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan pegawai.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jul 2020, 14:24 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2020, 14:24 WIB
Tak Memberikan BPJS Ketenagakerjaan, Perusahaan Denda Rp1 Miliar
Perusahaan yang tidak menyediakan BPJS Ketenagakerjaan untuk para karyawannya siap-siap kena denda Rp1 miliar. (Ilustrasi: Liputan6/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani meminta pemerintah memberikan relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan pegawai. Alasannya, selama pandemi Covid-19, pendapatan perusahaan menurun drastis.

"Kami meminta relaksasi pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan," kata Hariyadi dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) bersama Komisi X, DPR-RI secara virtual, Jakarta, Selasa (14/7). Pengusaha meminta pemerintah memberikan keringanan berupa pembebasan pembayaran iuran BPJS selama tahun 2020. Mengingat banyak hotel dan restoran yang merumahkan atau mencutikan karyawan diluar tanggungan perusahaan (unpaid leave).

Hariyadi menjelaskan usulan relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan. Pihaknya meminta kelonggaran batas waktu pembayaran iuran bulanan dari tanggal 15 ke tanggal 30 tiap bulannya.

Kemudian, keringanan potongan 99 persen dari iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,24 persen - 1,74 persen dan Jaminan Kematian(JKm) sebesar 0,3 persen.

Lalu, penundaan pembayaran iuran Jaminan Pensiun yang dibayarkan hanya 1 persen setiap bulannya. Sisanya, 99 persen dibayarkan minimal 3 bulan dan paling lama 6 bulan setelah berakhirnya kebijakan relaksasi ini.

Sementara itu untuk iuran Jaminan Hari Tua (JHT) tidak diminta relaksasi. Semua usulan ini diharapkan berlaku selama 3 bulan sejak dikeluarkan peraturan pemerintah.

"Masa berlaku relaksasi 3 bulan sejak dikeluarkan PP tersebut," kata Haryadi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Skema Usulan Relaksasi BPJS Kesehatan

Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Selain meminta relaksasi BPJS Ketenagakerjaan, PHRI juga meminta pemerintah memberikan relaksasi pada pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Pengusaha menginginkan pemerintah memberikan keringanan pada dunia usaha untuk tidak membayar iuran selama 3 bulan.

"Opsi relaksasi BPJS Kesehatan yaitu tidak bayar iuran selama 3 bulan," kata Hariyadi.

Dia meminta pemerintah melakukan penundaan iuran BPJS Kesehatan selama 3 bulan. Usulan ini kata dia hanya berlaku bagi sektor yang paling terdampak. Sebab usulan dari Kementerian keuangan tidak ada relaksasi untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Pengusaha Hotel Minta Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan di 2020

Ilustrasi Hotel
Ilustrasi hotel. (iStockphoto)

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan pelaku usaha membutuhkan stimulus dari pemerintah yang meringankan beban pengusaha. Ada sejumlah usulan pemberian stimulus dari pemerintah kepada pengusaha yang bisa meringankan beban pengusaha seperti pembayaran listrik dan gas.

"Relaksasi pembayaran biaya utilitas listrik dan gas," kata Hariyadi dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) bersama Komisi X, DPR-RI secara virtual, Jakarta, Selasa (14/7).

Dalam hal ini Hariyadi meyakinkan pada prinsipnya pengusaha ingin membayar tagihan listrik dan gas sesuai dengan penggunaan. Namun pengusaha keberatan jika pembayaran listrik dan gas dibayarkan sebesar daya penggunaan minimum.

"Pengusaha keberatan bila membayar sebesar minimum charge karena berarti lebih bayar (overpaid)," kata dia.

Selain itu, relaksasi PPh 25 yang tidak membayar cicilan dianggap kurang efektif. Sebab mayoritas pelaku usaha hotel dan restoran mencatatkan kerugian sepanjang tahun 2020.

Pengusaha meminta keringanan dalam pembayaran PBB. Pihaknya ingin pemerintah membebaskan PBB tahun 2020 karena tempat usaha yang ada saat ini tidak menghasilkan pemasukan.

"Mengingat kerugian yang besar dialami hotel dan restoran, sehingga aset tanah dan bangunan tidak memberikan manfaat keuntungan pada saat pandemi," kata Hariyadi.

Pihaknya juga meminta pemerintah memberikan penambahan modal kerja. Mengingat modal kerja perusahaan telah habis selama masa pandemi. Pengusaha juga meminta pekerja yang tidak dapat bekerja selama pandemi mendapatkan bantuan langsung tunai.

Selain itu, pengusaha hotel dan restoran meminta belanja operasional pemerintah berupa perjalanan dinas, akomodasi penyewaan ruang pertemuan dan lainnya segera dilaksanakan. Terakhir, pengusaha di sektor pariwisata ingin keberadaan maskapai penerbangan dengan rute penerbangannya tetap dipertahankan sebagai jalur konektivitas antar pulau.

Stimulus Pemerintah yang Dinilai Cukup Efektif

PHRI dan Polri Tanda Tangani Nota Kesepahaman
Ketua Umum PHRI, Hariyadi B.S.Sukamdani memberi sambutan usai menandatangani MoU dengan Polri di Jakarta, Kamis, (20/7). MoU tentang Penyelenggaraan Pengamanan Hotel dan Restoran. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara itu, Hariyadi mengatakan sudah ada beberapa stimulus dari pemerintah untuk sektor pariwisata yang terasa manfaatnya. Pertama relaksasi pembayaran utang kepada lembaga keuangan/

Melalui POJK 11/2020 Hariyadi menilai stimulus ini telah memberikan kelonggaran bagi debitur untuk menjadwalkan pembayaran utang kepada lembaga keuangan.

"Saat ini proses yang berjalan lancar pada lembaga keuangan dengan likuiditas yang besar," kata Hariyadi.

Meski begitu saat ini lembaga keuangan dengan likuiditas terbatas proses penjadwalan utang berjalan alot.

Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 4 dan 7 tahun 2020 juga dianggap efektif bagi pengusaha. Sebab surat edaran tersebut membantu industri yang mengerjakan kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat beroperasi. Syaratnya dengan mengajukan surat izin operasi dan mobilitas melalui daring.

Selain itu, Surat Edaran Menaker Nomor M/6/HI/00.01/V/2020 tentang THR juga membantu perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Sebab aturan ini mengizinkan perusahaan untuk membayarkan THR dengan dicicil sampai Desember 2020.

"Ini membantu perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan untuk melakukan pembayaran THR secara dicicil atau ditunda hingga Desember 2020," kata Hariyadi mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya