Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bersama dengan perbankan telah melakukan kesepakatan mendukung jaminan pembiayanaan untuk korporasi. Hal ini sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional, utamanya untuk korporasi padat karya yang terimbas pandemi covid-19.
“Perbankan telah menandatangani perjanjian penjaminan terutama untuk padat karya. Ini adalah sektor yang banyak mempekerjakan tenaga kerja, dan tentunya ini adalah sektor yang bisa keluar duluan,” ujar Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto di di Aula Mezzanine, Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Baca Juga
Menurutnya, sektor padat karya yang berkaitan dengan garmen ini mulai menunjukkan geliat positif. Ditandai dengan beberapa permintaan yang sempat menurun atau batal pada pertengahan kuarta lalu, kini mulai kembali dipesan.
Advertisement
“Kita lihat jumah mereka yang terkena PHK berdasarkan data Kementerian tenaga kerja ada 1,7 juta, yang belum terverifikasi 1,3 juta, dan jumlah pengangguran tiap tahun yang belum bisa masuk lapangan kerja 7 juta. Itu tercermin dari mereka yang mendaftar kartu pekerja yang mendekati 11 juta,” beber Menko.
Dengan demikian, program ini menjadi sangat penting agar menjadi daya tahan bagi korporasi untuk bisa melakukan reschedule. Bahkan bisa menaikkan kredit modal kerja.
“Oleh karena itu penjaminan melalui LPEI dan PII yang telah dimasukkan dalam PP 23/2020 ini akan diberikan dengan platform Rp 20 miliar sampai Rp 1 triliun dan ini bisa mendorong terciptanya Rp 100 triliun kredit modal kerja sampai 2021,” kata Menko.
Sebagai penutup, Menko Airlangga berharap agra perbankan yang berpartisipasi dapat melakukan restrukturisasi korporasi padat karya. Sehingga ekonomi Indonesia dan korporasi bisa segera pulih.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Usai UMKM, Pemerintah Kini Bantu Pembiayaan Korporasi Padat Karya
Sebelumnya, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Usaha-usaha dengan skala korporasi turut mengalami penurunan usaha yang menyebabkan kesulitan operasional dan kesulitan keuangan.
Untuk itu, Pemerintah kini kembali menyediakan dukungan untuk pelaku usaha korporasi. Hal ini setelah sebelumnya memberikan dukungan melalui berbagai fasilitas untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dukungan ini ditandai dengan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya Dalam.
Ini tentu dalam rangka percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional yang akan diselenggarakan pada hari ini, Rabu (29/7/2020) di Aula Mezzanine, Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, Jakarta.
Diantaranya meliputi penandatanganan Perjanjian Kerjasama Kementerian Keuangan dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tentang Pelaksanaan Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.
Perjanjian kerjasama tersebut ditandatangani oleh Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Luky Alfirman, dan Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif LPEI Daniel James Rompas.
Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara LPEI dan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) tentang dukungan Loss Limit atas Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.
Ini ditandatangani oleh Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif LPEI Daniel James Rompas dan Direktur Utama PII Muhammad Wahid Sutopo.
Advertisement
Penandatanganan
Penandatangan kedua perjanjian ini disaksikan oleh Menteri KEuangan Sri Mulyani Indrawati. Terakhir, penandatanganan Nota Kesepahaman antara LPEI dan Perbankan tentang Penyediaan Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional. Ada 14 bank yang bekerjasama dalam perjanjian ini.
Diantaranya; BNI, BRI, BTN, Bank Mandiri, BAnk Danamon, Bank DKI, Bank HSBC, BAnk ICBC Indonesia, Maybank Indonesia, Bank MUFG Indonesia, Bank Resona Perdania, Standard Chartered Bank Indonesia, dan UOB Indonesia.
Penandatanganan dengan perbankan ini disaksikan oleh Menkeu Sri Mulyani dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.