Jakarta Perpanjang PSBB, Indonesia Siap-Siap Resesi di Kuartal III 2020

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi memperpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama dua pekan ke depan hingga 10 September 2020.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 28 Agu 2020, 19:30 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2020, 19:30 WIB
FOTO: Pemprov DKI Bagi Sif Kerja di Masa PSBB Transisi
Suasana jam pulang kerja di jalur pedestrian kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (22/6/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan perubahan sif kerja dengan waktu jeda tiga jam, yaitu pukul 07.00-16.00 pada sif pertama dan pukul 10.00-19.00 pada sif kedua. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi memperpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama dua pekan ke depan hingga 10 September 2020. Ini merupakan kali kelima Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI memperpanjang PSBB transisi.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, keputusan tersebut semakin berpotensi untuk membuat Indonesia jatuh ke dalam lubang resesi pada kuartal III 2020 ini.

Menurut dia, kebijakan tersebut akan semakin mempersulit kegiatan ekonomi akibat masih adanya sekat pembatas selama masa pandemi Covid-19 saat ini.

"Dengan diperpanjangnya masa transisi PSBB, harapan Indonesia masuk dalam jurang resesi semakin lebar. Walaupun pemerintah terus melakukan strategi-strategi guna menggairahkan pasar, terutama konsumsi masyarakat yang masih stagnan dan investasi yang berjalan di tempat akibat pembatasan aktivitas selama pandemi virus corona," tuturnya dalam pesan tertulis, Jumat (28/8/2020).

Namun, Ibrahim mengimbau pemerintah tetap perlu berupaya sekuat tenaga agar kontraksi di triwulan ketiga tidak terjadi terlalu dalam.

"Maka pemerintah akan lebih agresif melakukan belanja negara dengan mengucurkan dana lebih besar lagi, terutama di sektor UMKM dan dunia usaha atau koperasi sebesar Rp 180 Triliun. Sehingga walaupun kuartal ketiga terjadi kontraksi, namun kuartal keempat akan terhindar dari kontraksi sehingga Indonesia keluar dari resesi," imbuhnya.

Selain itu, ia juga menyoroti upaya pemerintah yang kembali mengencangkan pembangunan infrastruktur yang sempat mati suri pada kuartal II 2020. Ibrahim berpendapat, infrastruktur merupakan salah satu indikator penjaga produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Ini semua seyogyanya dikerjakan secara bersamaan dengan menarik investasi, baik swasta maupun asing yang kemarin terhenti karena PSBB. Sekarang bisa realisasi lagi secara bertahap," ujar Ibrahim.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Buruh Minta Pemberian Stimulus Secara Merata Demi Tangkal Resesi

Massa Buruh Kepung Balai Kota DKI
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/11). Para buruh mendesak Pemprov DKI Jakarta melakukan revisi UMP 2018 DKI Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam rangka Penanganan dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dampak pandemi covid-19 agar tidak masuk jurang resesi, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan bagi sektor ekonomi.

Salah satunya stimulus untuk pekerja/buruh baik yang kena PHK, dirumahkan, dan subsidi gaji dibawah Rp 5 juta.

Menanggapi hal tersebut, Abdul Hamim (24) buruh yang bekerja diperusahaan otomotif asal Karawang ini, menilai baik strategi Pemerintah dalam memberikan stimulus-stimulus untuk pekerja/buruh. Kendati begitu, tetap ada sisi minusnya dari kebijakan tersebut.

“Menurut pandangan saya, ide pemerintah memang bagus memberikan stimulus untuk mengurangi dampak pandemi ke pekerja di bawah penghasilan Rp 5 juta salah satunya. Tapi saya rasa stimulus tersebut tidak sepenuhnya di rasakan seluruh pekerja,” kata Abdul kepada Liputan6.com, Kamis (27/8/2020).

Pasalnya ia menyebut hanya pekerja yang di bawah Rp 5 juta saja yang mendapatkan stimulus, padahal dirinya yang berpenghasilan Rp 5 juta lebih juga sangat terkena dampaknya.

Ia mengaku selama masa pandemi ini produktivitas terganggu, karena perusahaan tempatnya bekerja mengalami permintaan pasar yang turun terutama sektor otomotif. Alhasil banyak pekerja yang di rumahkan.

Lanjut Abdul, ia menyarankan agar Pemerintah memberikan stimulus ke  semua sektor, agar daya beli masyarakat meningkat lagi, juga pemberian bantuan di berikan ke semua pekerja berbagai sektor.

“Karena yang terkena dampak pandemi semua golongan. Kami hanya ingin kembali ke aktivitas seperti biasa, Saya sendiri sudah 4 bulan belum bekerja karena pandemi ini,” ungkapnya.

Terkait Indonesia yang berada diambang resesi, Abdul memahami kondisi Perekonomian Indonesia saat ini masih diselimuti oleh ketidakpastian. 

Oleh karena itu, dirinya sebagai pekerja meminta agar Pemerintah lebih menggenjot pergerakan ekonomi dan fokus menangani pandemi covid-19 agar semuanya kembali normal.

“Saya sebagai pekerja selalu mendukung upaya dan menaati peraturan yang dibuat Pemerintah, guna meningkatkan perekonomian saat ini, dan memberikan kontribusi saya di dunia otomotif sebagai pekerja yang produktif,” pungkasnya. 

Sri Mulyani Pastikan Pemerintah Tak Menyerah Meski Dihantui Resesi

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Realisasi defisit APBN pada Januari lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu mencapai Rp37,7 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah akan terus mengupayakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi di Tanah Air pada kuartal III dan IV mendatang.

Langkah tersebut dilakuka agar pertumbuhan ekonomi RI di kuartal III tidak tumbuh negatif seperti diperkirakan dirinya yakni sekitar minus 2 persen.

"(Ekonomi minus 2 persen, kita resesi?) Jangan menyerah dulu kita upayakan konsumsi kalau meningkat dan orang mulai kegiatannya kita lihat mobility index itu bisa dikerjakan kegiatan ekonomi konsumsi dan investasi," kata dia saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (26/8/2020).

Bendahara Negara ini menambahkan, kalau berkaca pada kuartal II 2020 ekonomi RI yang tumbuh negatif 5,32 persen itu masih lebih baik dibandingkan negara lain. Mestinya, pada kuartal III Indonesia bisa jauh lebih meningkat perbaiki ekonominya.

"Diibandingkan neegara lain yaitu kita naik bisa meningkat jauh lebih dekat dibandingkan double digit," tandas dia.

Sebelumnya, Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 berada pada kisaran 0 hingga -2 persen. Dengan pergeseran yang belum solid, Menkeu memperkirakan keseluruhan outlook untuk 2020 pada kisaran -1,1 sampai dengan 0,2 persen.

"Indikator di bulan Juli kita memang melihat downside ternyata tetap menunjukkan suatu risiko yang nyata. Jadi untuk Kuartal ketiga kita outlooknya adalah antara 0 hingga negatif 2 persen. Kita lihat karena negatif 2 persen tadi pergeseran dari pergerakan yang belum terlihat, ini sangat sulit meskipun ada beberapa yang sudah positif," kata Sri Mulyani dalam APBN KiTa, Selasa (25/8).

Sri Mulyani mengatakan, kunci utama dalam menghadapi situasi ini adalah konsumsi dan investasi. Menurutnya, meskipun pemerintah sudah all out, namun jika kedua kunci tersebut masih negatif, maka akan sangat sulit mencapai zona netral.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya