Liputan6.com, Jakarta Keputusan penarikan Amerika Serikat (AS) dari keanggotaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dilayangkan Presiden Donald Trump ramai jadi perbincangan baru-baru ini.
Meski begitu, banyak yang belum tahu bahwa Indonesia juga sempat keluar dari WHO secara tidak langsung.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini disampaikan oleh pakar keamanan kesehatan global, Dicky Budiman. Menurutnya, jika ditilik dari sejarahnya, sebetulnya secara tidak langsung Indonesia juga pernah keluar dari keanggotaan WHO.
Advertisement
“Indonesia secara tidak langsung pernah keluar dari keanggotaan WHO. Keluar secara otomatis, bukan karena mundur dari WHO,” kata Dicky lewat pesan suara yang diterima Health Liputan6.com, Selasa (21/1/2025).
“Pada 1965 Indonesia menyatakan mundur dari keanggotaan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) karena protes terhadap Malaysia yang saat itu menjadi anggota dewan keamanan kalau tidak salah. Dengan keputusan itu, kalau keluar dari PBB ya otomatis keanggotaan lembaga di bawah PBB seperti WHO menjadi mundur juga,” jelas Dicky.
Pada akhirnya, hal ini direvisi karena merugikan Indonesia, salah satunya membuat investasi di bidang kesehatan turun.
Lebih lanjut epidemiolog itu menjelaskan, jika suatu negara sudah tidak menjadi anggota WHO, maka negara tersebut sudah tidak bisa berkontribusi di forum internasional.
“Kan WHO sebelum memutuskan satu kebijakan global dia meminta pandangan negara-negara, dan kalau kita tidak hadir dalam forum itu, ya kita tidak bisa memberikan suara kita. Tidak bisa berkontribusi dan itu kerugiannya bukan untuk negara itu saja tapi juga untuk dunia,” terangnya.
WHO Miliki Peran Sentral
WHO sendiri memainkan peran sentral dalam merespons krisis kesehatan, bukan hanya pandemi tapi juga setiap penyakit wabah yang menular atau bencana kesehatan lain.
“WHO ini punya data, punya jejaring yang sudah terbangun kuat. Support secara global dari lembaga internasional juga kuat.”
“Jadi, tanpa kolaborasi maka penanganan wabah akan menjadi lebih sulit dan akhirnya merugikan Amerika juga nanti atau negara manapun yang mundur dari WHO,” terang Dicky.
Advertisement
Lemahkan Ketahanan Kesehatan Global
Dicky menggambarkan, keluarnya satu negara dari keanggotaan WHO dapat menjadi celah kelemahan dalam ketahanan kesehatan global.
“Di era seperti ini, saat ancaman global semakin besar, tentu pengunduran diri negara manapun, bukan hanya Amerika, itu tentu akan menjadi celah kelemahan. Memperbesar potensi ancaman bagi keamanan kesehatan secara global. Karena, untuk menangkal ancaman kesehatan global ya perlu kolaborasi, kerja sama,” jelasnya.
Di era ancaman global yang semakin besar, pengunduran diri sebuah negara dari keanggotaan WHO dinilai dapat memperbesar potensi ancaman keamanan kesehatan secara global.
Bukan hanya bicara soal AS, tapi negara manapun memiliki peran penting untuk berkolaborasi dalam membangun ketahanan kesehatan secara global. Seperti diketahui, penyakit yang muncul di satu negara bisa memengaruhi negara lainnya di dunia jika tidak ditangani dengan kerja sama yang baik.
Bukan Hal yang Mengagetkan
Meski demikian, Dicky menilai bahwa mundurnya AS dari keanggotaan WHO bukanlah hal yang mengagetkan.
“Saya tentu prihatin dengan keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan WHO. Di sisi lain saya tidak kaget karena pada masa pemerintahan Donald Trump terdahulu, Amerika juga sudah sempat mengumumkan pengunduran diri dari WHO,” kata Dicky.
Pengunduran diri pada 2020 bukan tanpa alasan, Dicky mengatakan, alasan utamanya adalah tuduhan bahwa WHO terlalu berpihak kepada Tiongkok dalam menangani pandemi COVID-19.
“Termasuk juga hampir sama dengan sekarang, Amerika mengkritik WHO karena dianggap lamban dalam merespons pandemi. Meskipun itu bisa diperdebatkan, tentu semua pihak punya argumen,” tambahnya.
Usai mengundurkan diri pada 2020, AS kembali menjadi anggota WHO saat kepemimpinan berada di tangan Presiden Joe Biden. Kini, ketika Trump kembali memimpin, ia memutuskan untuk keluar lagi dari keanggotaan.
Advertisement