Menilik Dampak Short Sea Shipping Jika Tak Dikoordinasikan dengan Baik

Dioperasikannya pelayaran jarak pendek atau short sea shipping (SSS) berpotensi memicu berbagai persoalan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Sep 2020, 20:56 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2020, 20:56 WIB
Pariwisata Kepulauan Seribu Berjalan Normal
Sebuah kapal membawa wisatawan seusai menikmati libur di Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (12/3/2020). Observasi virus corona Covid-19 di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, tidak mempengaruhi iklim pariwisata di Kepulauan Seribu. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Dioperasikannya pelayaran jarak pendek atau short sea shipping (SSS) berpotensi memicu berbagai persoalan. Mulai dari gesekan atau himpitan lintasan dengan penyeberangan, tumpang tindih perizinan, hingga mengancam investasi.

“Beroperasinya lintasan short sea shipping menimbulkan potensi lintasan berhimpit antara satu sama lain. Jika tidak dikoordinasikan secara baik akan menimbulkan masalah dan mengancam investasi,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo dalam diskusi virtual, Rabu (16/9/2020).

Menurut Khoiri, potensi lintasan berhimpit tersebut dapat terjadi dikarenakan perijinan yang dikeluarkan oleh dua Direktorat dalam satu Kementerian Perhubungan. Yaitu Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tanpa adanya koordinasi dan batasan yang jelas, baik dari sisi jarak lintas maupun spesifikasi kapal yang digunakan.

Sebagai contoh, ia menyebutkan sejumlah lintasan pelayaran jarak pendek yang dioperasikan berhimpit, di antaranya Lintasan Lembar-Padangbai dan Ketapang-Gilimanuk (Ditjen Darat) dengan Lintasan Tanjung Wangi-Lembar (Ditjen Laut), Lintasan Surabaya-Lembar terdapat dua perusahaan yang mengoperasikan kapal di lintas yang sama dengan perizinan yang berbeda di mana satu menggunakan perizinan Ditjen Darat dan Ditjen Laut.

Kemudian Lintasan Merak-Bakauheni (Ditjen Darat) dan Bojonegara-Bakauheni (Ditjen Laut) dan Lintasan Merak-Bakauheni (Ditjen Darat) dan Ciwandan-Panjang (Ditjen Laut).

Dari pelaksanaan lintas short sea shipping tersebut, kata Khoiri, terkesan tidak ada sinkronisasi kebijakan dalam satu kementrian terhadap moda yang sama dan segmen pasar yang sama. “Ini praktik saling ‘membunuh’ antara lintas yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,” kata dia.

Adapun akibat yang ditimbulkan dengan beroperasinya lintasan berhimpit antara lain, lintas penyeberangan yang ada terlebih dahulu akan mengalami pengurangan muatan secara signifikan. Sehingga, pemerintah dan pengusaha yang telah berinvestasi di lintas penyeberangan semakin mengalami kesulitan dalam mengoperasikan kapal-kapalnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya