Sri Mulyani Ramal Ekonomi Indonesia di 2020 Minus 1,7 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai mencapai minus 1,7 sampai minus 0,6 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2020, 13:02 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2020, 12:38 WIB
20161107-Ekonomi-RI-Jakarta-AY
Suasana gedung bertingkat nampak dari atas di kawasan Jakarta, Senin (7/11). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III 2016 mencapai 5,02 persen (year on year). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 mencapai minus 2,9 hingga minus 1,0 persen. Dengan demikian, untuk keseluruhan tahun, Kemenkeu memprediksi pertumbuhan ekonomi akan mencapai minus 1,7 sampai minus 0,6 persen.

"Kemenkeu mengalami revisi forecast pada September ini, yang sebelumnya diperkirakan untuk tahun ini adalah minus 1,1 hingga 0,2. Forecast terbaru kita pada september untuk 2020 adalah minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (22/9).

Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan negatif kembali terjadi pada kuartal III tahun ini. Namun, untuk kuartal IV, pemerintah akan berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi di 0 persen.

"Ini artinya, negatif teritory kemungkinan terjadi pada kuartal III dan mungkin juga masih berlangsung untuk kuartal IV yang kita upayakan bisa dekat 0 atau positif," jelasnya.

Lebih lanjut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan mengalami perbaikan di angka 4,5 hingga 5,5 persen. Angka tersebut juga berada pada rentang prediksi berbagai lembaga dunia.

"Tahun depan, kita gunakan sesuai RUU APBN 2021 yakni 4,5 hingga 5,5 persen dengan forecast titik di 5,0 persen. Bagi institusi lain, rata-rata berkisar antara 5 hingga 6 persen. OECD tahun depan prediksi 5,3 persen, ADB sama 5,3 persen, Bloomberg median view 5,4 persen, IMF 6,1 persen, World Bank 4,8 persen," ucapnya.

Semua prediksi tersebut tentunya sangat bergantung pada kondisi kesehatan dunia pada tahun depan. Apalagi nantinya jika vaksin Virus Corona sudah ditemukan, maka perbaikan ekonomi juga bisa segera berjalan.

"Semua forecast ini subject to atau tergantung pada perkembangan Covid dan bagaimana ini mempengaruhi aktivitas ekonomi," ucapnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Corona Bikin Pertumbuhan Ekonomi Sulit Diproyeksi

FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2020 Minus 5,32 Persen
Pedagang berjualan makanan ringan di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemerintah berulang kali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di 2020. Pada Maret-April lalu, pemerintah memberikan pandangan kepada DPR bahwa ekonomi di 2020 bakal berada di kisaran minus 0,4 persen hingga positif 2,3 persen.

Kemudian berdasarkan data hingga Juli dan Agustus, pemerintah kembali memperkecil proyeksi pertumbuhan. Di mana, saat ini berada di kisaran minus 1,1 persen hingga 0,2 persen.

Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara mengakui pemerintah tengah kesulitan dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dan 2021 secara solid. Menurut dia, kesulitan diakibatkan oleh kondisi serba tidak pasti selama pandemi Corona berlangsung.

"Ya memang sangat sulit melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang solid. Proyeksi yang solid ini menjadi sulit, di tengah pandemi Covid-19 ini," kata Suahasil dalam webinar bertajuk "Dualisme Peran UMKM di Tengah Krisis Ekonomi Nasional", Sabtu (19/9).

Hal ini tercatat dari perbedaan data oleh Pemerintah maupun sejumlah lembaga riset internasional atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 dan 2021 mendatang. Di mana Kementerian Keuangan memprediksi tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia antara -0.4 sampai 1.0. Kemudian tahun 2021 tingkat pertumbuhan ekonomi dipatok antara 4.5 sampai 5.5 persen.

Sementara lembaga dana moneter atau IMF meramalkan tingkat ekonomi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini -0,3. Kemudian untuk 2021, angka pertumbuhan ekonomi diprediksi mencapai 6.1 persen.

Lalu, Bank Dunia meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 ialah 0.0 persen. Sedangkan angka pertumbuhan tahun depan sebesar 4.8 persen.

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) sendiri memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini antara -3.9 sampai -2.8 persen. Sementara untuk tahun 2021 angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dipatok antara 2.6 hingga 5,2 persen.

Sedangkan, Bank Pembangunan Asia Atau ADB memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini -1.0 persen. Lalu, untuk tahun depan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini mencapai 5,3 persen.

Terakhir, Bloomberg (median) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencapai 0.5 persen. Kemudian untuk 2021, angka pertumbuhan ekonomi nasional dipatok sebesar 5.5 persen.

"Ini merefleksikan sulitnya membuat proyeksi ke depan. Jadi ibaratnya tuh, mau dibilang bahwa kita lewati dulu tahun ini. Lewati dulu masa sekarang. Karena membuat proyeksi ke depan itu tidak semudah yang kita pikirkan," tegasnya. 

Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5 Persen di 2021

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2017  Optimis Capai 5,3 Persen
Pemandangan gedung-gedung bertingkat di Ibukota Jakarta, Sabtu (14/1). Hal tersebut tercermin dari perbaikan harga komoditas di pasar global. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen di 2021. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN), pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan berada pada kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi 4,5 - 5,5 persen tahun 2021 telah ditetapkan titiknya adalah di 5 persen," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Bendahara Negara ini mengatakan, keputusan yang diambil dalam kesepakatan Panja sangat tepat. Asumsi pertumbuhan ekonomi di titik 5 persen tersebut menggambarkan antara harapan namun juga kehati-hatian terhadap kondisi 2021.

"Diakui dengan adanya perkembangan Covid terutama akhir-akhir ini kita melihat eskalasi ketidakpastian meningkat untuk tahun 2020 dan masih akan berlangsung di 2021. Sehingga kita memang patut waspada namun tidak kehilangan fokus untuk optimis dalam hadapi masalah," terang dia.

Sementara itu, inflasi dan nilai tukar Rupiah tidak mengalami perubahan dari RAPBN 2021 yang disampaikan sebelumnya. Di mana inflasi dipatok sebesar 3,0 persen dan Rupiah Rp14.600 per USD.

"inflasi 3 persen sesuai RUU yang disampaikan pak presiden. Nilai tukar Rupiah Rp14.600 masih sama yang disampaikan RUU APBN 2021," jelas dia.

Tak hanya itu, tingkat suku bunga SBN 10 tahun, harga minyak mentah Indonesia, lifting minyak bumi juga tidak mengalami perubahan. Di mana masing-masing berada di posisi 7,29 untuk SBN, USD 45 per barel harga minyak mentah Indonesia, dan USD 705 per barel untuk lifting minyak bumi.

"Yang berubah adalah cost recovery yang menurun dari USD 8,5 miliar, menjadi USD 8 miliar. Turun USD 500 juta," jelas dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, untuk sasaran dan indikator pembangunan tidak banyak berubah dalam RAPBN 2021. Di mana tingkat pengangguran dalam rentang 7,7 - 9,1. Tingkat kemiskinan dalam 9,2 - 9,7, gini ratio indeksnya 0,377-0,379, dan IPM 72,78 - 72,95.

Sementara untuk dua sasaran pembangunan yang juga diminta oleh DPR, Banggar maupun di Komisi XI, yakni tentang nilai tukar petani 102 dan nilai tukar nelayan 104.

"Ini adalah yang jadi basis asumsi kita untuk menghitung dari apbn 2021 dan sekaligus ada beberapa target pembangunan," ucap dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya