Meski Ekonomi RI Minus, Industri Makanan Minuman Masih Tumbuh 0,22 Persen

Industri makanan dan minuman masih bisa tumbuh sebesar 0,22 persen di tengah kontraksi pertumbuhan ekonomi.

oleh Tira Santia diperbarui 25 Sep 2020, 16:20 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2020, 16:20 WIB
Produksi Ikan di Kota Donggang
Pekerja mengemas produk ikan di pabrik sebuah perusahaan makanan di Donggang, Liaoning, China, 10 September 2020. Perusahaan-perusahaan produk ikan di Donggang sedang mengembangkan sejumlah produk olahan baru dan memperluas saluran pemasaran untuk memastikan penjualan mereka. (Xinhua/Yao Jianfeng)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman, mengatakan di tengah pertumbuhan perekonomian Indonesia di kuartal II yang terkontraksi -5,32 persen, industri F&B masih bisa tumbuh sebesar 0,22 persen.

“Di tengah-tengah ekonomi yang sedang kontraksi minus 5,32 kita masih bisa tumbuh 0,22 persen dan industri makanan minuman investasinya juga masih masuk dalam 5 besar dalam seluruh investasi di Indonesia,” kata Adhi dalam MarkPlus The 2nd Series Industry Roundtable (Episode 7) - FMCG Industry Perspective, Jumat (25/9/2020).

Lanjutnya, sebelumnya data-data yang menunjukkan kontribusi industri F&B di kuartal II-2020 cukup signifikan terhadap agroindustry, hampir 40 persen kontribusinya jadi sangat signifikan terhadap PDB.

Bahkan ia  memperkirakan kontribusi investasi F&B tidak turun dari tahun-tahun sebelumnya, karena sudah mencapai hampir Rp 30 triliun dan biasanya setiap tahun investasi makanan minuman ini mencapai hampir sekitar Rp 60 triliun.

“Jadi kelihatannya investasi ini kan orang lihatnya prospek, melihat prospek Indonesia cukup baik untuk makanan dan minuman, sehingga orang tidak takut untuk berinvestasi. Meskipun ke pengeluaran per kapita penduduk untuk makanan minuman 50 persen terjadi penurunan di Q2 dan Q1,” ujarnya.

Kendati begitu,  tetap optimisme untuk investasi masih tetap ada dan bahkan yang cukup menggembirakan ekspor Indonesia sampai semester 1 tidak turun untuk industri makanan minuman.

“Ekspor kita mencapai USD 13,7 miliar termasuk sawit, dan tidak termasuk sawit USD 3,6 miliar artinya masih ada pertumbuhan. Tahun lalu Ekspor kita hanya mencapai 12,6 persen untuk Januari-Juni 2019 artinya masih terjadi kenaikan, dan sampai Juli 2020 ekspor makanan minuman itu masih naik 5,5 persen. Meskipun ada kenaikan diimpor 15,8 persen,” pungkasnya.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Industri Makanan dan Minuman Diprediksi Tumbuh 7 Persen pada 2021

Produksi Ikan di Kota Donggang
Pekerja mengolah ikan di pabrik sebuah perusahaan makanan di Donggang, Provinsi Liaoning, China, 10 September 2020. Perusahaan-perusahaan produk ikan di Donggang sedang mengembangkan sejumlah produk olahan baru dan memperluas saluran pemasaran untuk memastikan penjualan mereka. (Xinhua/Yao Jianfeng)

Ketua Umum Asosiasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman, memprediksikan industri Food and Beverage (F&B) di 2021 bisa tumbuh mencapai 5-7 persen.

“Saya prediksi kita di industri Food and Beverage untuk 2021 bisa mencapai sekitar 5 sampai 7 persen. Meskipun ini jauh dibanding 2019 yang hampir 8 persen,” kata Adhi dalam MarkPlus The 2nd Series Industry Roundtable (Episode 7) - FMCG Industry Perspective, Jumat (25/9/2020).

Di tahun 2020 ini, industri Food and Beverage mengalami keterpurukan akibat pandemi covid-19. Hal tersebut sudah terlihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 yang minus 5,32 persen. Oleh karena itu ia berharap untuk 2021 perekonomian bisa membaik khususnya untuk industri Food and Beverage.

“Kalau kita lihat saya tetap optimistis ekonomi 2021 pasti akan lebih baik setelah tahun 2020 mengalami the worst menurut saya. Kalau kita bicara semester I tahun 2020 ini terjelek karena terjadi anomali biasanya di Lebaran dan puasa itu industri makan dan minum panen tapi ini justru tahun ini Mei April itu terendah,” ungkapnya.

Kendati begitu, ia masih bersyukur mulai Juni dan sampai sekarang sudah ada peningkatan penjualan. Selain itu ia berharap untuk konsumsi, purchasing power untuk middle low income, bisa terus meningkat di tengah program pemerintah pemulihan ekonomi nasional.

“Kita harapkan juga the middle up class ini juga mulai berani membelanjakan apabila situasi sudah mulai normal. Karena middle up ini sebenarnya bukan masalah purchasing power atau tidak punya uang tapi masalah ketakutan. Kalau ketakutan sudah bisa hilang dan kita mulai beradaptasi new normal tentunya akan meningkat di middle up class,” jelasnya. 

Hal ini tentu saja akan membawa keuntungan tersendiri bagi industri makanan dan minuman karena ada permintaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya