Liputan6.com, Jakarta - PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) terus berupaya mewujudkan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tol Akses Patimban Paket 4 di Subang, Jawa Barat.
Infrastruktur ini akan menjadi simpul penting dalam rantai konektivitas antara kawasan industri di Jawa Barat dengan Pelabuhan Patimban, memperlancar arus logistik, hingga mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Subang dan sekitarnya.
Baca Juga
Hingga Januari 2025, progres pekerjaan proyek ini telah mencapai 38% dengan sejumlah lingkup pekerjaan yang telah terealisasi di antaranya, pekerjaan tanah, pemasangan PCU Girder untuk Interchange 02 dan 03, pemancangan Concrete Spun Pile Jembatan Sungai Cipunagara, pekerjaan Pile Head dan pengecoran Slab pada Pile Slab 18 hingga 21, serta pengaspalan pada Relokasi Jalan Akses Pelabuhan Patimban.
Advertisement
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan lean construction dan keberlanjutan, Wijaya Karyamenggunakan inovasi metode kerja Hydraulic Static Pile Driver (HSPD), di mana tiang pancang ditekan ke dalam tanah menggunakan tekanan hidrolik tanpa menimbulkan getaran.
Penggunaan HSPD memiliki beberapa keunggulan, seperti pemasangan yang lebih cepat dan efisien, meningkatkan presisi, serta meminimalkan risiko pengerjaan ulang (rework). Selain itu, teknologi ini lebih ramah lingkungan karena mengurangi kebisingan, polusi asap, dan potensi dampak terhadap bangunan di sekitar proyek.
Selain proses pembangunannya yang ramah lingkungan, Pembangunan Tol Akses Patimban juga menghasilkan multiplier effect yang tinggi, diantaranya penciptaan lapangan kerja melalui pemberdayaan masyarakat setempat, di mana proyek ini telah menyerap 102 tenaga kerja lokal.
Manfaat Sosial
Selain itu, proyek ini juga turut memberikan manfaat sosial yang besar bagi masyarakat sekitar, seperti pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) di sekitar lingkungan proyek, hingga pelaksanaan program bantuan yang bertujuan untuk mendorong keberlanjutan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan sosial seperti penanaman pohon, donor darah dan pemberian bantuan anak yatim.
"Pembangunan Tol Akses Patimban merupakan solusi nyata untuk meningkatkan konektivitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah Subang dan sekitarnya. Kami berkomitmen menyelesaikan proyek ini dengan standar kualitas terbaik agar manfaatnya dapat segera dirasakan oleh masyarakat," ujar Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito (BW) seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (18/2/2025).
WIKA optimistis, pembangunan Tol Akses Patimban akan menjadi pilar penting untuk memperkuat infrastruktur nasional. Disamping itu, diharapkan proyek ini juga nantinya akan berkontribusi dalam mewujudkan target pertumbuhan ekonomi nasional.
Advertisement
Pelabuhan Patimban Belum Bisa Berfungsi untuk Kapal Kontainer, Kenapa?
Sebelumnya, belum beroperasinya Pelabuhan Patimban Subang untuk operasional kapal kontainer, disebut karena pelabuhan tersebut belum memiliki crane untuk bongkar muat kontainer, dan jaraknya jauh dengan kawasan industri. Hal ini tentunya membuat para pelaku industri tidak ingin beralih dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Pelabuhan Patimban.
Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyoroti Pelabuhan Patimban yang hingga kini belum bisa menerima kapal logistik pengangkut kontainer. Padahal, jika disesuaikan dengan target yang disampaikan, seharusnya pada 2023, Pelabuhan Patimban seharusnya sudah bisa menerima 3,5 juta teus per tahun.
"Masalahnya adalah pertama, Pelabuhan Patimban itu belum memiliki crane, yang digunakan untuk mengangkat peti kemas dari kapal ke dermaga penumpukan peti kemas di pelabuhan," kata Bambang Haryo, yang juga sebagai Anggota DPR - RI Komisi VII Kamis (5/12/2024).
Ia menyatakan dengan biaya pembangunan Pelabuhan Patimban sebesar Rp43,22 triliun, seharusnya Pelabuhan Patimban sudah memiliki fasilitas crane dan kelengkapan pelabuhan lainnya. Sebagai bahan perbandingan, Pelabuhan Kuala Tanjung Medan di Kawasan Industri Kuala Tanjung (KIKT), yang dibangun hanya dengan nilai investasi sekitar Rp4 triliun saja, saat ini sudah bisa menerima 80.000 teus per tahun, dengan target adalah 800.000 teus.
Pembangunan dalam 3 Tahap
Karena pelabuhan tersebut juga dilengkapi dengan crane yang memadai. Demikian juga Pelabuhan Makassar New Port, dibangun dengan biaya Rp 5,4 Trilliun, dengan kapasitas 2.5 juta teus per tahun, dan saat ini sudah menampung 257.981 Teus per tahun.
"Pelabuhan patimban dibangun dalam tiga tahap, tahap pertama di 2019 harusnya bisa menampung sekitar 350.000 Teus. Tahap kedua di tahun 2023, bisa menampung 3.75 juta Teus. Sedangkan target penyelesaian di Triwulan III 2024, bisa menampung 7.5 juta Teus, tetapi sampai dengan saat ini, tidak ada satu peti kemas (Teus) pun ada di pelabuhan tersebut, Ya karena crane nya belum ada. Lalu bagaimana kapal bisa memindahkan muatannya kalo tidak ada crane nya di pelabuhan tersebut?" ujar dia.
Apalagi pelabuhan tersebut juga jauh dari kawasan industri. Dimana project strategis nasional, Kawasan Industri Subang Smartpolitan, yang direncakan terintegrasi dengan pelabuhan Patimban yang juga masuk ke dalam proyek strategis nasional.
Advertisement
Dermaga Pelabuhan Patimban
Ditambah pula, panjang dermaga Pelabuhan Patimban yang hanya 840 meter, tidak mencukupi untuk menampung kapal dengan target muatan 7,5 juta teus. Karena untuk menampung muatan 21.000 teus per hari, dibutuhkan panjang dermaga sekitar 4 kilometer.
"Kapasitas dermaga saja sudah tidak sesuai dengan target teus yang diinginkan," ujarnya tegas.
Masalah kedua, adalah tidak terkoneksinya jalur logistik, antara kawasan industri dengan pelabuhan atau bandara. Bambang Haryo menyatakan jarak antara Kawasan Industri Subang Smartpolitan dengan Pelabuhan Patimban sekitar 50 kilometer dan dengan Pelabuhan Internasional Kertajati juga juga berjarak sekitar sekitar 50 kilometer.
"Kawasan industri itu dibangun kan untuk terintegrasi dengan Pelabuhan Patimban. Tapi ternyata, jaraknya 54,3 kilometer dengan Pelabuhan Patimban. Seharusnya, kalau kawasan industri yang dibangun untuk terintegrasi dengan pelabuhan, jaraknya tidak sejauh itu. Maksimal dalam radius 5-10 kilometer. Seperti Kuala Tanjung itu, jarak pelabuhan dengan industri kurang dari 2 kilometer. Sehingga, biaya logistiknya menjadi murah," kata legislator Gerindra ini.
