Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, mengingatkan Pemerintah agar kebijakan sertifikat tanah elektronik tidak menyebabkan masalah serupa seperti kebijakan e-KTP.
“Kita semua berharap penyelenggaraannya dilaksanakan secara akuntabel dan transparan dengan melibatkan seluruh pihak terkait, sehingga tidak mengulangi kesalahan seperti dalam penyelenggaraan E-KTP,” kata Mardani saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (4/2/2021).
Baca Juga
Menurutnya, upaya Pemerintah untuk mentransformasi sistem pelayanan pertanahan yang semula bersifat konvensional jadi digital, dalam pelaksanaan teknisnya harus hati-hati. Hal ini agar tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Advertisement
Kata Mardani, secara prinsip kebijakan ini merupakan upaya peningkatan pelayanan publik dan meminimalisasi kasus-kasus pertanahan di Indonesia.
Namun pemerintah perlu menjelaskan kepada publik seperti apa bentuk dokumen dan mekanisme penyelenggaraan Sertifikat Tanah Elektronik ini.
“Pemerintah juga harus bertanggung jawab penuh terhadap jaminan keamanan dan kerahasiaan Dokumen Elektronik berupa data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah masyarakat,” jelasnya.
Hal tersebut sangat penting diperhatikan, lantaran masih banyaknya kejahatan cyber yang belum terkendali secara optimal. Belum lagi isu-isu “kebocoran” data pribadi masyarakat kepada pihak asing yang sedang berkembang akhir-akhir ini.
“Akan lebih baik jika terhubung langsung dengan NIK dengan hak akses yang terbatas. Sekaligus bentuk mewujudkan sentralisasi data raya. Kerja sama lintas lembaga juga perlu dilakukan untuk menunjukkan konsep pak Jokowi 'tidak ada visi menteri' yang kerap ditekankan,” ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penguatan Kompetensi SDM
Selanjutnya, hal yang tidak kalah penting yakni seluruh kebijakan digitalisasi pertanahan yang dicanangkan oleh Pemerintah perlu didukung dengan jumlah dan kompetensi SDM.
Selain itu juga pengembangan teknologi informasi BPN di daerah yang memadai. Hal ini tentu saja memerlukan anggaran yang cukup besar.
“Terlebih lagi saat ini fokus APBN lebih menitikberatkan pada sektor Kesehatan dan Jaminan Sosial, sehingga menjadi pertanyaan masyarakat “Kapan seluruh kebijakan tersebut dapat direalisasikan di seluruh wilayah Indonesia? Dan apakah layanan digital tersebut lebih murah dan cepat dari layanan konvensional?,” tanyanya.
Demikian Mardani menegaskan, sosialisasi masif perlu digencarkan terhadap kebijakan ini, agar tidak membuat bingung masyarakat.
“Lakukan pendekatan 'service approach' bukan 'project approach'. Mengacu pada Bansos yang dikorupsi, perlu pelibatan KPK dan lembaga hukum lainnya untuk mengawal proses ini,” pungkasnya.
Advertisement