Ekonomi Indonesia Baru Bisa Pulih 2 Tahun Lagi

pemerintah kerap abai melakukan penelusuran (tracing) di setiap kasus positif Covid-19 yang terjadi. Hal ini menjadi pemicu pemulihan ekonomi berjalan lambat.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Feb 2021, 16:24 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2021, 16:24 WIB
FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III 2020 Masih Minus
Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 membaik dari kuartal II 2020 lalu yang tumbuh minus 5,32 persen. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, menganggap penanggulangan pandemi Covid-19 saat ini berjalan lambat dan tidak maksimal. Imbasnya, Piter mengatakan, pemulihan ekonomi yang kini banyak digadang-gadang bakal ikut berjalan lambat dan baru terasa hasilnya dua tahun lagi.

"Kita bisa pulih kembali ke pertumbuhan ekonomi bisa dua tahun lagi," kata Piter kepada Liputan6.com, Jumat (5/2/2021).

Menurut dia, krisis pandemi Covid-19 secara natural nantinya pasti akan berakhir. Tapi proses tersebut diperkirakan akan berlangsung lama.

"Demikian juga dengan ekonomi, pasti akan pulih mengikuti berakhirnya pandemi," sambung dia.

Oleh karenanya, ia berpendapat strategi terbaik saat ini adalah mempercepat penanggulangan pandemi virus corona, yang secara angka kasus positif masih terus meningkat.

"Sesederhana itu. Selama pandemi masih berlangsung ekonomi tidak akan bisa pulih. Fokus dulu ke penanggulangan pandemi. Saat ini Kita belum fokus, belum habis-habisan menanggulangi pandemi," cetusnya.

Dia lantas mencontohkan, pemerintah kerap abai melakukan penelusuran (tracing) di setiap kasus positif Covid-19 yang terjadi.

"Kita tidak melakukan tracing setiap kasus terjadi agar kita bisa mengisolasi mereka yang memang positif. Isolasi itu harusnya untuk yang positif, jadi menentukan orang yang positif itu harus diutamakan," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekonomi Indonesia Minus 2,07 Persen di 2020, Terburuk Pasca Krisis 1998

FOTO: Indonesia Dipastikan Alami Resesi
Pejalan kaki di salah satu JPO Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (5/11/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen, Indonesia dipastikan resesi karena pertumbuhan ekonomi dua kali mengalami minus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 2,07 persen sepanjang 2020. Ini akibat pertumbuhan negatif pada tiga kuartal akhir beruntun yang menyebabkan Indonesia masih terpuruk di jurang resesi.

"Pertumbuhan ekonomi kita secara kumulatif pada 2020 mengalami kontraksi 2,07 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto dalam sesi teleconference, Jumat (5/2/2021).

Catatan tersebut menjadikan Indonesia pada 2020 mengalami pertumbuhan ekonomi terburuk pasca krisis moneter 1998. Saat itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus 13,1 persen.

Adapun pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi pertama kalinya sejak krisis 1998 disebabkan oleh penurunan aktivitas selama pandemi Covid-19. Hal itu membuat produktivitas dari sisi produksi pada beberapa sektor mengalami penurunan.

BPS melaporkan adanya tiga sektor yang secara pertumbuhan pada kuartal VI 2020 anjlok atau lebih kecil dibanding triwulan sebelumnya, yakni industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan.

Sektor pertanian terpantau tetap tumbuh 1,75 persen di kuartal IV 2020 karena adanya peningkatan produksi palawija dan hortikultura. Namun capaiannya turun dibanding triwulan sebelumnya. Ini disebabkan karena faktor cuaca atau adanya pergantian musim.

"Misalnya saja yang paling nyata karena masalah musiman untuk sektor pertanian, dimana puncak musim panennya sudah jatuh di triwulan II dan III, dan triwulan IV mengalami penurunan sehingga kontraksi," jelas Suhariyanto.

Sementara untuk sektor industri pengolahan memang terkontraksi minus 2,93 persen. Itu tercermin dari produksi LNG yang minus 6,63 persen, mobil minus 46,37 persen, sepeda motor minus 40,21 persen, dan semen minus 9,26 persen.

Senada, sektor perdagangan juga terkontraksi minus 3,72 persen. Itu disebabkan oleh penjualan mobil wholesale minus 48,35 persen, penjualan sepeda motor minus 43,57 persen, indeks penjualan riil suku cadang minus 23 persen, dan indeks ritel minus 12,03 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya