Penilaian Harga Pembebasan Lahan Proyek Nasional Dipastikan Sesuai Pasar

Penilai Pertanahan pada pembebasan lahan proyek strategis nasional mengacu pada dua komponen, yaitu fisik dan non fisik.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Feb 2021, 19:14 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2021, 19:00 WIB
Sejumlah warga di Tuban memborong mobil baru usai menerima ganti rugi. (Ahmad Adirin/Liputan6.com)
Sejumlah warga di Tuban memborong mobil baru usai menerima ganti rugi. (Ahmad Adirin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (KSPI MAPPI) mengatakan jika penilaian harga pembebasan lahan BUMN seperti Pertamina dan institusi Pemerintah pada beberapa proyek strategis nasional tak bisa disamakan antara satu daerah dan daerah lain.

“Kondisional, tidak bisa disamakan. Penilaian harga lahan bisa lebih rendah atau lebih tinggi. Tetapi, penilaian tentu dilakukan secara objektif dan mengacu pada nilai pasar,” ujar Ketua KSPI MAPPI Hamid Yusuf, seperti melansir Antara, Rabu (24/2/2021).

Menurut dia, masyarakat harus mengetahui, bahwa dalam melakukan penilaian harga, Penilai Pertanahan sudah memiliki standar sehingga penilaian harga lahan selalu dilakukan dengan objektif.

Meski, sangat lazim ketika warga memiliki ekspektasi bahwa lahan yang dimiliki akan dinilai tinggi saat terkena pembngunan proyek strategis nasional. 

Sebelumnya, para pemilik lahan di Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu Jawa Barat diketahui meminta agar ganti rugi yang mereka terima tidak jauh dengan masyarakat di Tuban, Jawa Timur. Warga berharap, BUMN Pertamina bisa menaikkan harga lahan mereka.

Hamid menyatakan dalam melakukan penilaian, Penilai Pertanahan mengacu pada dua komponen, yaitu fisik dan non fisik.

Fisik bisa meliputi tanah, bangunan, tanaman, dan sebagainya, sedangkan non fisik, juga diperhitungkan faktor solatium, yaitu hubungan emosional dengan rumah yang akan dibebaskan.

Dia mencontohkan, rumah yang akan dibebaskan memiliki sejarah karena sudah dihuni selama 30 tahun, tentu ada perhitungan kerugian emosionalnya, begitu pula jika punya warung atau kegiatan usaha, tentu menjadi faktor penilaian juga."Jadi, semua ada hitungannya. Termasuk kompensasi biaya pindah,” jelas dia.

 

Saksikan Video Ini

Tak Terlibat

Rumah warga Sumurgeneng Tuban usai menerima uang ganti rugi lahan dari Pertamina. (Ahmad Adirin/Liputan6.com)
Rumah warga Sumurgeneng Tuban usai menerima uang ganti rugi lahan dari Pertamina. (Ahmad Adirin/Liputan6.com)

Di sisi lain, Hamid juga menegaskan jika pemilik proyek sebagai pembeli lahan, sama sekali tidak terlibat dalam proses penilaian terhadap lahan yang akan dibebaskan untuk proyek strategis nasional.

Itu karena sesuai konsiderasi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, penilaian lahan dengan skala besar yaitu di atas lima hektare, dilakukan Penilai Pertanahan.

“Jadi yang menilai harga lahan adalah Penilai Pertanahan yang berada dalam wadah Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Bukan Pertamina,” jelas dia.

Dia mencontohkan, Pertamina hanya bertindak sebagai pemberi tugas. Sedangkan hasil penilaian, akan dilaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagai pengguna jasa Penilai.

Izin Penilai Pertanahan, menurut Hamid, dikeluarkan Kementerian Keuangan dan mendapat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Dengan demikian, selain Penilai Pertanahan, memang tidak ada pihak lain sebagai penilai harga lahan untuk kepentingan umum,” dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya