BI Ajak Bank Swasta Turunkan Bunga Kredit

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo terus mengajak bank-bank lain diluar bank Himbara untuk menurunkan suku bunga kredit.

oleh Tira Santia diperbarui 25 Mar 2021, 13:10 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2021, 13:10 WIB
FOTO: Pengembangan Sistem Digital Perbankan di Tahun 2021
Teller menghitung uang di salah satu kantor cabang digital Bank BNI di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Regulator dinilai perlu mengawasi transaksi digital yang terjadi di Indonesia. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo terus mengajak bank-bank lain diluar bank Himbara untuk  menurunkan suku bunga kredit. Ini sebagai upaya untuk mendorong kredit dan pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi.

“Mengenai suku bunga kredit terima kasih kawan kawan Himbara yang kemarin memenuhi ajakan kami dari KSSK, sudah secara agresif menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK). Kami juga lihat BCA sudah menurunkan ayo bank-bank yang lain gerak turunkan suku bunga dasar kredit supaya kreditnya naik,” kata Perry dalam Temu Stakeholder Untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Semarang, Kamis, (25/3/2021).

Perry Wajiyo menjelaskan, selama tahun 2020 sampai dengan Januari 2021, penurunan suku bunga kebijakan BI7DRR sebesar 150 bps dan deposito 1 bulan sebesar 189 bps. Namun, SBDK perbankan baru turun sebesar 78 bps.

Namun pasca kebijakan transparansi SBDK perbankan, SBDK bank-bank BUMN diperkirakan akan menurun pada bulan Maret 2021 dengan rencana penurunan yang telah diumumkan. Oleh karena itu, Bank Indonesia berharap bank-bank lain juga bisa mempercepat penurunan suku bunga kredit agar bisa mendorong pembiayaan untuk dunia usaha.

Lebih lanjut Gubernur BI mengatakan, terkait financing to funding ratio (FFR). Bagi bank-bank yang FFR-nya di bawah 75 persen, ia menyarankan agar bank-bank tersebut jangan dahulu membeli SBN dan disimpan di Bank Indonesia, lebih baik disalurkan kreditnya.

“Mengenai untuk kebijakan yang terbaru bank-bank yang financing to funding ratio nya di bawah 75 persen, kami mohon maaf ini kok rendah banget ya, yang didorong kredit jangan dibelikan SBN, jangan disimpan di BI, salurkan kredit makannya,” ujarnya.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) saat ini memfokuskan untuk mendorong kredit dan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas dengan kontribusi besar pada PDB dan ekspor. Adapun palet kebijakan KSSK mencakup, pertama, kebijakan insentif fiskal serta dukungan belanja pemerintah dan pembiayaan.

Kedua, stimulus moneter, kebijakan makroprudensial akomodatif, dan digitalisasi sistem pembayaran. Ketiga, kebijakan prudensial sektor keuangan. Keempat, kebijakan penjaminan simpanan. Oleh karena itu, Perry mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit.

“Di KSSK fokusnya ini sekarang adalah mari kita bersama-sama mendorong kredit dan pembiayaan dari sektor riil. Kalau pembiayaan ke sektor riil kita tahu, itu adalah masalah permintaan dan supply, bagaimana bank harus menyalurkan kredit, sehingga dunia usaha bisa ditingkatkan,” pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bunga Kredit Tak Kunjung Turun Gara-Gara Bank Cari Untung

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selama pandemi Covid-19, Bank Indonesia telah berkali-kali menurunkan suku bunga acuan. Hingga Februari 2021, BI 7-Day Reverse Repo Rate berada di posisi 3,5 persen. Lebih rendah dibandingkan Februari 2020 sebesar 4,75 persen.

Sayangnya, penurunan suku bunga acuan ini tidak selalu direspon positif oleh perbankan. Khususnya pada penurunan suku bunga pembiayaan. Suku bunga pembiayaan dinilai sulit beradaptasi dengan kebijakan bank sentral dibandingkan dengan penurunan suku bunga deposito yang cenderung lebih cepat penyesuaiannya.

"Kalau dilihat secara jangka panjang selalu seperti itu. Kalau BI rate turun, deposito ratenya turun cepat tapi kalau suku bunga kredit masih sangat rigit," kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial, Juda Agung dalam Taklimat Media: Kebijakan LTV dan Uang Muka KKB, Jakarta, Senin (22/2).

Sehingga kata Juda, terjadi perbedaan suku bunga kredit perbankan dan suku bunga acuan yang makin lebar. Dia melihat, perbankan dalam hal ini memanfaatkan keadaan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dalam kondisi ini.

"Artinya bank  mencoba mendapatkan keuntungan yang lebih seperti saat ini," ungkap dia.

Padahal, penurunan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral untuk mendorong permintaan kredit konsumsi. Maka, lanjut Juda, tidak heran jika permintaan kredit di masyarakat masih rendah.

"Makanya orang masih ragu minta kredit karena suku bunga kredit masih tinggi," kata dia.

Penurunan suku bunga kredit perbankan bisa menjadi salah satu faktor masyarakat belum  mau mengajukan pembiayaan. Terlebih dalam kondisi yang masih tinggi ketidakpastiannya.

"Ini yang sebenarnya kita tidak inginkan," kata dia.

Seharusnya, kata dia, bila Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan penurunan  suku bunga acuan, maka perbankan juga harus merespon dengan baik. Penurunan suku bunga tidak hanya pada deposito atau tabungan saja. Melainkan juga pada suku bunga pembiayaan.

"Karena kalau kita lihat dengan adanya biaya-biaya dalam suku bunga ini, ada biaya overheat cost ini sudah diturunkan juga secara cepat," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya