Harga Emas Naik, Investor Cemas soal Inflasi

Harga emas naik pada hari Selasa karena harga konsumen untuk bulan Maret mencapai level tertinggi sejak 1981.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Apr 2022, 07:30 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2022, 07:30 WIB
20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Harga emas naik pada hari Selasa karena harga konsumen untuk bulan Maret mencapai level tertinggi sejak 1981. Ini menjadi sebuah tanda bagi beberapa investor bahwa inflasi dapat mencapai puncaknya.

Dikutip dari CNBC, Rabu (13/4/2022), harga emas di pasar spot naik 0,66 persen pada USD 1.966,42 per ounce setelah mencapai level tertinggi dalam hampir sebulan pada hari Senin. Emas berjangka AS naik 1,13 persen pada USD 1,970,2

"Cetak CPI AS yang lebih tinggi dari perkiraan dapat mendorong emas lebih dekat ke level psikologis penting USD 2.000, mengingat peran emas batangan sebagai lindung nilai inflasi," kata Han Tan, kepala analis pasar di Exinity.

Indeks dolar AS menyentuh di atas 100, menguji level tertinggi dua tahun dekat pekan lalu di 100,17, sementara imbal hasil Treasury 10-tahun acuan naik ke level tertinggi sejak Desember 2018.

Dolar yang lebih kuat membuat emas kurang menarik bagi pemegang mata uang lainnya, sementara suku bunga dan hasil AS yang lebih tinggi meningkatkan biaya peluang memegang emas, yang juga digunakan sebagai lindung nilai terhadap tekanan inflasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sinyal Penguatan Terlihat Jelas, Harga Emas Menguji Level USD 1.950 per Ounce

20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Sentimen penguatan harga emas masih terlihat jelas pada perdagangan pekan ini. Hal ini karena logam mulia tersebut mampu melawan kenaikan imbal hasil obligasi karena Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) terlihat secara agresif memperketat kebijakan moneter.

Berdasarkan survei terbaru dari Kitco yang berjudul Kitco News Weekly Gold Survey menunjukkan bahwa tidak ada analis di Wall Street yang memprediksikan harga emas akan bearish pada waktu dekat. Mayoritas analis memperkirakan harga emas akan bergerak lebih tinggi pada minggu ini.

Pada saat yang sama, investor ritel juga mengharapkan hal yang sama. Sebagian investor ritel yang disurbei oleh Kitco pada minggu ini memberikan sinyal bullish yang kuat pada logam mulia.

Banyak analis telah mencatat ketahanan emas terhadap imbal hasil obligasi berjangka waktu 10 tahun telah meningkat ke level tertinggi dalam 3 tahun. sebagian besar investor telah menjual obligasi yang dimiliki karena risalah the Fed di Maret memberikan sinyal anggota komite dapat menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada dua pertemuan berikutnya.

Terlepas dari semua berita bearish ini, harga emas telah berhasil berkonsolidasi antara USD 1.900 per ounce dan USD 1.950 per ounce. Sementara analis belum melihat harga emas belum bisa menembus level atasnya. Mereka memperkirakan harga akan terus menguji di kisaran tersebut.

"Setelah selamat dari tekanan the Fed pada minggu kemarin, saya percaya emas bisa bergerak lebih tinggi mengingat berapa harganya sekarang," kata kepala strategi komoditas di Saxo Bank Ole Hansen.

"Emas masih berada di antara USD 1.890 hingga USD 1.950, tetapi saya semakin menyukai sisi atas untuk diuji selanjutnya." tambah dia.


Survey

20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Minggu ini, sebanyak 16 analis di Wall Street berpartisipasi dalam survei emas Kitco News. Di antara peserta, sepuluh analis atau kurang lebih 63 persen menyerukan harga emas naik minggu ini.

Pada saat yang sama, enam analis atau 38 persen memilih untuk netral terhadap harga. Tak Ada satupun analis yang memperkirakan harga emas akan turun pada pekan ini.

Sementara itu, 842 suara diberikan dalam jajak pendapat secara online di Main Street. Dari jumlah tersebut, 478 responden atau 57 persen memperkirakan harga emas naik pada minggu ini.

Selain itu, sebanyak 198 responden atau 23 persen mengatakan harga emas akan bergerak lebih rendah. Di luar itu, 166 pemilih atau 20 persen memilih netral dalam waktu dekat.

Prospek bullish muncul saat harga emas mampu mengakhiri perdagangan pada pekan lalu dengan naik 1 persen dan berakhir diperdagangkan pada USD 1.946,30 per ounce.

Analis pasar Equiti Capital David Madden mengatakan, mengingat apa yang dihadapi emas minggu lalu, dia memperkirakan harga memiliki ruang untuk bergerak lebih tinggi ke USD 1.960 per ounce minggu depan.

"Jika emas tidak dapat didorong di bawah USD 1.900 di lingkungan ini, maka saya tidak tahu apa yang akan terjadi," katanya.


Perang Rusia-Ukraina

20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Namun, Madden mengatakan harus ada sentimen besar yang membawa harga emas bisa terbang tinggi. Salah satunya adalah eskalasi besar dalam perang Rusia dengan Ukraina.

Dia mencatat bahwa ketidakpastian geopolitik yang signifikan jika Rusia mengancam pasokan minyak dan gas Eropa dapat mendorong ekuitas turun dan harga energi naik. Hal ini juga akan berdampak ke harga emas.

"Jika saham turun, maka investor akan segera ingin mempertahankan sesuatu yang solid dan itu akan mendorong harga emas kembali ke rekor tertinggi," katanya.

kepala strategi pasar di Blue Line Futures Phillip Streible mengatakan, emas tetap menjadi aset yang menarik bagi investor karena volatilitas mendominasi pasar keuangan.

"Orang-orang yang ingin mengatur napas mereka pindah ke emas," katanya.

Namun, Streible mengatakan bahwa investor harus berhati-hati karena harga berkonsolidasi di atas kisaran mereka.

"Anda selalu ingin mempertahankan posisi inti dalam emas tetapi melihat skala masuk dan keluar dari pasar. Anda ingin mengambil sedikit keuntungan di bagian atas kisaran dan melihat untuk membeli ketika harga turun di bawah USD 1.900," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya