Imbas Lockdown Covid-19, Ekonomi Shanghai Susut Lagi di Mei 2022

Masih merasakan pukulan dari lockdown Covid-19, ekonomi Shanghai mengalami kontraksi untuk bulan kedua di Mei 2022.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Jun 2022, 16:47 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2022, 16:47 WIB
Beijing Perluas Kebijakan Kerja dari Rumah
Pekerja yang mengenakan masker mendorong troli yang berisi makanan untuk dibawa pulang melewati restoran hotpot yang tutup di Beijing pada Senin, 23 Mei 2022. Beijing memperpanjang perintah bagi pekerja dan siswa untuk tinggal di rumah dan memerintahkan pengujian massal tambahan pada hari Senin untuk membendung kasus COVID-19 yang kembali meningkat di ibu kota China. (AP Photo/Andy Wong)

Liputan6.com, Jakarta - Menyusul dicabutnya kebijakan lockdown Covid-19, ekonomi Shanghai mengalami kontraksi untuk bulan kedua di bulan Mei 2022 meskipun pada kecepatan yang agak lebih lambat. 

Hal itu diungkapkan melalui data dari biro statistik lokal Shanghai pada Jumat (17/6).

Dilansir dari Channel News Asia, Jumat (17/6/2022) output industri Shanghai, yang berada di jantung manufaktur di Delta Sungai Yangtze, turun 27,6 persen bulan lalu dari tahun sebelumnya. 

Tetapi, penurunan itu kurang tajam dibandingkan penurunan 61,5 persen pada April 2022.

Karena warga Shanghai sebagian besar tidak bisa keluar dari rumah mereka dan toko-toko tutup, penjualan ritel di kota berpenduduk 25 juta orang itu menyusut 36,5 persen.

Namun jumlah tersebut, bagaimanapun, merupakan kenaikan dari penurunan 48,3 persen yang dilaporkan pada bulan April 2022. 

Setelah terpukul parah oleh dampak Covid-19 dengan penutupan pabrik dan bisnis-bisnis asing, Shanghai diprediksi membutuhkan waktu lama himgga ekonominya kembali ke pijakan yang kokoh.

Investasi aset tetap di kota ekonomi terbesar kedua di China itu turun 21,2 persen dalam lima bulan pertama, dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. 

Penurunan itu juga masih lebih tinggi dibandingkan kerugian 11,3 persen yang dilaporkan pada Januari-April 2022.

Meskipun Shanghai sudah melonggarkan beberapa pembatasan terkait Covid-19 dan mencabut lockdown untuk melanjutkan aktivitas bisnis sejak 1 Juni, kota itu masih mengharuskan semua distriknya untuk menyelenggarakan tes Covid-19 massal setiap akhir pekan hingga akhir Juli mendatang.


Penjualan properti di Shanghai Ikut Anjlok Imbas Covid-19

FOTO: Suasana Shanghai Saat Lockdown Akibat COVID-19
Warga berfoto di halaman saat lockdown akibat virus corona COVID-19 di Distrik Jing'an, Shanghai, China, 21 April 2022. (HECTOR RETAMAL/AFP)

Penjualan properti berdasarkan luas lantai di Shanghai juga menyusut 23,0 persen dalam lima bulan pertama.

Angka ini lebih buruk dari penurunan 17,0 persen pada Januari-April 2022. 

Produksi di pabrik Tesla Inc di Shanghai juga diramal akan turun lebih dari sepertiga kuartal ini dari tiga bulan pertama tahun ini, melampaui prediksi CEO-nya, Elon Musk.

Sementara itu, Shanghai Disney Resort mengatakan akan membuka kembali wahana Disneytown dan hotel Shanghai Disneyland pada 16 Juni mendatang, tetapi taman utama Disneyland akan tetap ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Untuk meningkatkan ekonomi, pejabat Shanghai mengumumkan 50 langkah kebijakan untuk membantu perusahaan dan mendorong lebih banyak konsumsi, termasuk meningkatkan penerbitan dan penggunaan obligasi pemerintah daerah dan meminta bank untuk memperbarui pinjaman untuk perusahaan kecil.


Pasca Lockdown Covid-19, E-commerce China Berjuang Pikat Kembali Konsumen

Virus Corona Mewabah, Kota Markas Alibaba Sepi Aktivitas
Seorang wanita berlari di depan kantor pusat Alibaba di Kota Hangzhou, Provinsi Zhejiang, China, Rabu (5/2/2020). Pemerintah Hangzhou memberlakukan pembatasan pergerakan bagi warganya menyusul mewabahnya virus corona. (NOEL CELIS/AFP)

China tengah berjuang mengatasi kejatuhan ekonomi dari wabah terbaru Covid-19, yang telah memicu lockdown dan pembatasan ketat di  kota-kota besar termasuk pusat keuangan Shanghai. Masalah itu membuat pengeluaran konsumen ikut terdampak.

Dilansir dari CNBC International, Jumat (17/6/2022) mengurangnya pengeluaran konsumen selama pandemi Covid-19 mempengaruhi pertumbuhan pendapat e-commerce terbesar di China. 

Pada kuartal pertama, JD.com dan Alibaba, mencatat pertumbuhan pendapatan paling lambat, karena kombinasi dari ekonomi yang melambat dan regulasi yang ketat di sektor teknologi domestik.

Menurut perusahaan data Syntun, volume transaksi di seluruh platform e-commerce utama China tahun lalu mencapai 578,5 miliar yuan atau naik 26,5 persen selama acara belanja tahunan 618 - di mana Alibaba dan JD.com mencoba menarik pembeli dengan diskon dan promosi besar-besaran.

Namun, karena pembatasan Covid-19 surutnya niat belanja konsumen, pertumbuhan e-commerce China diperkirakan akan melambat tahun ini.

Perusahaan konsultan, yakni EY mengatakan pihaknya memprediksi peningkatan penjualan e-commerce China hanya 20 persen tahun ini, lebih kecil dari 26,5 persen yang tercatat 2021 lalu.

Sharry Wu, konsultasi pemimpin transformasi bisnis EY untuk China, melihat konsumen akan berbelanja saat lockdown dilonggarkan dan ketika perusahaan e-commerce berupaya memikat pelanggan dengan diskon besar.

"Secara keseluruhan, kami yakin bahwa selera konsumsi di China tetap kuat, tetapi kami memperkirakan konsumsi akan kurang terdiversifikasi, dengan fokus yang lebih besar pada makanan organik, peralatan rumah tangga, perawatan pribadi, dan lain-lain," ungkap Wu dalam sebuah catatan.

Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19
Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19 (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya