Liputan6.com, Jakarta Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengungkapkan, mayoritas nelayan kecil yang bermukim di wilayah pesisir dan terluar berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem.
Hal itu diperparah dengan sulitnya kelompok tersebut mendapatkan BBM bersubsidi berupa solar sebagai bekal untuk memperoleh hasil perikanan.
Baca Juga
"Mayoritas 70 persen tinggal di wilayah pesisir, jadi populasi kemiskinan ekstrem diakibatkan karena beban/ongkos nelayan kecil sangat besar untuk beli BBM," kata Dani dalam sesi diskusi di Jakarta, Selasa (22/6/2022).
Advertisement
Adapun berdasarkan hasil survey yang dilakukan KNTI bersama Koalisi KUSUKA Nelayan pada 2020 dan 2021, ditemukan sebanyak 82,8 persen nelayan kecil tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.
Dani menyebut, itu disebabkan lantaran minimnya infrastruktur stasiun pengisian solar atau Solar Pack Dealer Nelayan (SPDN) di kawasan pesisir. Alhasil nelayan kecil terpaksa membeli BBM bersubsidi ke pengecer dengan harga lebih tinggi.
"BBM solar kan Rp 5.100 (per liter). Di pesisir bisa Rp 6-7 ribu, bahkan di daerah terluar bisa Rp 10.000 (per liter)," ucapnya.
Â
Kehidupan Nelayan di Garis Kemiskinan
Dia coba menggambarkan kondisi nelayan kecil yang terpaksa hidup di level kemiskinan ekstrem. Menurut dia, kondisinya makin sulit dari hari ke hari. Seperti yang ia jumpai di berbagai kampung nelayan, dimana hasil tangkapannya jauh lebih sedikit dibandingkan 5-10 tahun yang lalu.
"Kenapa sulit ditangkap? Pertama, perubahan lingkungan laut akibat cuaca ekstrem. Itu kan menyebabkan perpindahan migrasi ikan dari tadinya di 2 mil, karena ada migrasi jadi lebih jauh. Itu sebabkan tingkat pendapatan nelayan makin berkurang, sementara biaya produksi makin meningkat," paparnya.
Kondisi tersebut diperparah oleh cuaca perairan yang kian panas akibat perubahan iklim. Sehingga nelayan kecil harus berputar lebih jauh untuk mencari ikan.
"Itu mengapa populasi kemiskinan di daerah pesisir jadi makin besar, karena pendapatan mereka yang makin berkurang," kata Dani.
"Kalau pemerintah bisa menyelesaikan/mengurangi beban pengeluaran nelayan kecil dengan beli BBM, itu jadi satu pintu untuk menyelesaikan problem kemiskinan ekstrem wilayah pesisir," tandasnya.
Advertisement
Target Pemerintah 2023: Ekonomi Tumbuh 5,9 Persen, Kemiskinan Turun Jadi 7,5 Persen
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada sidang kabinet paripurna lalu telah menyusun rencana kerja pemerintah (RKP) 2023 untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional. RKP tersebut mengambil tema, peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Mengacu pada rencana kerja itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintah target mencapai pertumbuhan ekonomi 2023 hingga 5,9 persen.
"Target sasaran pembangunan dalam RKP tahun 2023 adalah pertumbuhan ekonomi 5,3-5,9 persen," ujar Suharso dalam Musrenbangnas 2022, Kamis (28/4/2022).
Tak hanya ekonomi yang tumbuh, pemerintah juga target penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia menjadi 7,5 persen. Menurut catatan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS), rasio penduduk miskin pada September 2021 sebesar 9,71 persen.
Proyeksi lainnya, pemerintah pun memproyeksikan tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 5,3-5,6 persen, rasio gini ke level 0,375, penurunan emisi gas rumah kaca 27,02 persen.
Â
Indeks Pembangunan Manusia
Kemudian, indeks pembangunan manusia 73,71, nilai tukar petani 103-105, dan nilai tukar nelayan 106-107.
Suharso melanjutkan, pemerintah dalam rencana kerjanya juga telah menetapkan beberapa major project yang memiliki peran signifikan dalam mendukung capaian prioritas nasional.
"Dalam menyusun major project ini diperkuat dengan penerapan mekanisme clearing house perencanaan untuk menjamin kemanfaatan output pembangunan bagi masyarakat. Sehingga bukan hanya sent, tapi delivered," tuturnya.
Advertisement