Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan peta jalan (roadmap) transisi energi. Peta jalan ini untuk mencapai tujuan penurunan emisi karbon 23 persen di 2030 dan karbon netral pada 2060.
"Kita sedang menyiapkan roadmap karbon market," kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro, Masyita Masyita Crystallin di Bali Nusa Dua Convention Center (BNCDD), Bali, Rabu (13/7/2022).
Baca Juga
Pembuatan peta jalan ini melibatkan tiga kementerian yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Advertisement
Ketiganya akan berkoordinasi untuk menentukan jumlah Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) batu bara yang masih bisa beroperasi dan harus dipensiunkan secara bertahap. Dari situ akan dihitung berapa penurunan emisi karbon.
Selain itu juga dibahas mengenai pemberikan relaksasi fiskal bagi perusahaan-perusahaan yang sudah menjalankan penurunan karbon atau menerapkan energi bersih.
"Karena sektornya sama, maka sektornya akan berkoordinasi, yang duluan, berapa turunnya. Begitu juga dari Kementerian Keuangan soal carbon tax," tuturnya.
Dalam proyek ini pendekatan yang digunakan dua arah, dari pemerintah dan pelaksana kebijakan. Saat ini tengah menyiapkan regulator, kerangka kerja dan sebagainya.
"Dengan list tersebut kita bisa melakukan non-deal roadshow (NRR) untuk menjelaskan ke investo," kata dia,
Masyita menambahkan, hingga kini sudah banyak pihak yang menyatakan ketertarikannya terhadap rencana proyek energi baru terbarukan (EBT). Sehingga dalam waktu yang bersamaan investor bisa mengerjakan proyek tertentu sesuai dengan kemampuannya.
"Yang sudah tertarik sudah banyak, berbagai perusahaan, organisasi filantropi dan lainnya," pungkasnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sri Mulyani: Indonesia Butuh Rp 3.500 Triliun Untuk Tekan Emisi Karbon
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap besaran kebutuhan dana untuk menekan emisi karbon (CO2). Menurut perhitungannya, angkanya fantastis hingga Rp 3.500 triliun.
Diketahui, seluruh dunia kini berkomitmen untuk menurunkan tingkat emisi karbon dalam perhatiannya terhadap perubahan iklim. Termasuk Indonesia yang telah menetapkan Nationally Determined Contribution (NDC) dalam menurunkan emisi karbon 29 persen dengan kemampuan sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional di 2030.
“Biayanya mengejutkan, itu mencapai USD 243, hanya untuk (pengurangan emisi di sektor tenaga) listrik, kalau diterjemahkan Rp 3.500 triliun,” katanya dalam Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia, di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).
“Sementara APBN kita sekitar Rp 3.000 triliun,” tambahnya.
Menurutnya, biaya ini diperlukan untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen setara 314 juta ton CO2, atau 41 persen yang setara 446 juta ton CO2. Untuk itu ia berharap ada peran selain ditanggung oleh anggaran negara.
“Tapi itu tidak berarti hanya datang dari uang yang didapatkan oleh pemerintah, pemerintah telah memainkan peran yang sangat penting,” katanya.
“Peran swasta sangat penting, peran keuangan (dari) internasional sangat-sangat penting. Dan itulah mengapa pertanyaan tentang bagaimana Anda dapat membuat kebijakan untuk memungkinkan dan menarik pembiayaan yang tidak hanya berasal dari pemerintah untuk dapat membiayai pengurangan CO2 dalam konteks global,” terang Sri Mulyani.
Advertisement
Kurangi Emisi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap tantangan yang dihadapi Indonesia dalam transisi energi hijau. Yakni dalam upaya menurun CO2 dalam peningkatan konsumsi listrik yang akan terus meningkat.
Ini berdasar pada masih sangat besarnya produksi listrik dalam negeri yang bertumpu pada energi penghasil emisi karbon (CO2). Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi dalam negeri turut mendorong peningkatan konsumsi listrik masyarakat.
"Bagaimana Indonesia bisa memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat sekaligus mengurangi CO2 itulah tantangannya," kata dia dalam Sustainable Finance: Instruments and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia, di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).
Ia mengisahkan pendapatan per kapita Indonesia saat ini mencapai USD 4.530 dan akan terus meningkat sekitar 5 persen tiap tahun. Artinya, setiap penduduk nantinya akan mengalami peningkatan konsumsi listrik.
"Orang yang dulunya hanya memiliki satu rumah kecil tanpa AC sekarang memiliki AC, orang tadinya tidak memiliki kulkas sekarang memiliki kulkas," terangnya.
Kendati demikian, ia menegaskan posisinya yang akan terus berupaya untuk menekan tingkat emisi karbon yang dihasilkan. Utamanya dari sektor pembangkit listrik yang cukup besar menggunakan energi fosil.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com