Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia mampu bertahan menghadapi berbagai ancaman eksternal seperti pancemi covid-19, geopolitik dan berbagai hal lain. Salah satu bukti ekonomi Indonesia mampu bertahan adalah kenaikan angka cadangan devisa.
Kepala Grup Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Wira Kusuma menjelaskan, berbagai negara di belahan dunia tengah menghadapi ancaman perlambatan ekonomi. Indonesia pun juga ada risiko. Namun dengan berbagai indikator yang ada memperlihatkan bahwa ekonomi Indonesia mampu bertahan.
Baca Juga
Wira mencatat, salah satu indikator yang bisa digunakan adalah cadangan devisa. Saat ini cadangan devisa Indonesia tercatat USD 136,4 miliar pada akhir Juni 2022. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada akhir Mei 2022 sebesar USD 135,6 miliar.
Advertisement
"Cadangan devisa ini di atas standar IMF yang sekitar 3 bulan ke depan. Jadi, dalam hal ini (ekonomi) relatif cukup kuat," ujarnya dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Senin (25/7/2022).
Wira merinci, Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Adapun, perkembangan posisi cadangan devisa pada Mei 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas, pajak dan jasa, serta kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Stabilitas Sistem Keuangan
Selain cadangan devisa, stabilitas sistem keuangan domestik tetap terjaga hingga dipenghujung kuartal II-2022. Hal ini ditunjukkan dengan perbaikan fungsi intermediasi domestik di tengah pemulihan perekonomian nasional yang terus berjalan seiring kembali pulihnya mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Tercatat, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan pada Mei 2022 masih tetap tinggi sebesar 24,67 persen. Kemudian, Rasio kredit bermasalah (Nonperforming loan/NPL) perbankan pada Mei 2022 terjaga sebesar 3,04 persen (bruto).
Selain itu, kredit yang disalurkan perbankan pada Juni 2022 juga tumbuh sebesar 10,66 persen secara tahunan. "Jadi, kita melihat perbaikan ekonomi dalam tren baik," tutupnya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Moeldoko: Pertumbuhan Ekonomi RI Masih Lebih Tinggi dari Negara Lain
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan ekonomi Indonesia relatif baik di tengah situasi perekonomian global yang sedang tidak baik-baik saja karena meningkatnya harga komoditas energi dan pangan di pasar mancanegara.
“Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa kondisi lingkungan global memang tidak sedang baik, dan kondisi ekonomi nasional kita relatif cukup baik karena pertumbuhan kita masih cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain,” kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, dikutip dari Antara, Senin (25/7/2022).
Moeldoko mengutip data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2022 yang mencapai 5,01 persen (year on year/yoy). Kemudian, inflasi Indonesia juga masih terkendali.
Hal itu berbeda dengan indeks harga konsumen di beberapa negara lain yang melambung tinggi imbas fluktuasi harga komoditas global.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indonesia hingga Juni 2022 sebesar 4,35 persen (yoy).
Moeldoko mengatakan Pemerintah Indonesia sudah berupaya keras untuk mengendalikan harga komoditas di pasar domestik, agar tidak berimbas kepada inflasi dan daya beli masyarakat.
"Di antaranya, harga minyak kemarin yang masih tidak stabil dan Alhamdulillah sekarang sudah menuju stabil,” ujarnya.
Risiko
Menurut survei Bloomberg, kata Moeldoko, Indonesia memiliki risiko yang kecil yakni 3 persen untuk masuk ke resesi ekonomi.
“Bahkan Bloomberg sudah memperkirakan, melakukan rangking beberapa negara sampai dengan 15 negara yang memiliki resiko ekonomi yang menuju worst (terburuk),” ujarnya.
Pernyataan Moeldoko tersebut untuk merespons hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode 27 Juni-5 Juli 2022. Hasil survei LSI menunjukkan bahwa 64 persen responden puas dengan kinerja Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Tingkat kepuasan dari survei tersebut menurun tipis dibandingkan hasil survei LSI sebelumnya yang sebesar 67 persen.
"Jadi kalau sekarang ada penilaian seperti itu memang masyarakat melihat bahwa ada beberapa komoditas yang sedang naik tetapi pemerintah sudah bekerja untuk menurunkan itu," kata Moeldoko.
Rincian hasil survei LSI periode 27 Juni-5 Juli 2022 adalah sebesar 64 persen responden merasa puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo, kemudian 13,5 persen responden merasa sangat puas dengan kinerja Presiden, dan 50,5 persen responden merasa cukup puas.
Lebih lanjut, sebesar 27,2 responden mengatakan kurang puas, 5,9 persen mengatakan tidak puas sama sekali, dan sebesar 2,9 persen mengatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
Advertisement