Ekonomi Pulih dari Covid-19, Ekspor China Tumbuh 18 Persen di Juli 2022

Ekspor China tumbuh pada Juli 2022, meski ekonomi negara itu masih menghadapi sejumlah tantangan imbas Covid-19.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Agu 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2022, 12:30 WIB
Kasus COVID-19 Meroket, China Lockdown Shanghai
Kapal berlayar di sepanjang Sungai Huangpu di distrik Pudong yang dikunci sebagai tindakan pencegahan Covid-19, di Shanghai (28/3/2022). Bagian timur kota yang terdiri dari sekitar 11 juta penduduk di lockdown selama empat hari. (AFP/Hector Retamal)

Liputan6.com, Jakarta - Ekspor China menunjukkan kemajuan pada Juli 2022, meski ekonomi negara itu masih menghadapi beberapa hambatan imbas kebijakan nol-Covid-19.

Dilansir dari CNN Business, Selasa (9/8/2022) ekspor China yang diukur dalam dolar AS naik 18 persen pada Juli 2022. 

Angka tersebut menandai laju pertumbuhan ekspor tercepat tahun ini, menurut statistik bea cukai China yang dirilis pada Minggu 7 Agustus 2022.

Sebelumnya, pada bulan Juni 2022, ekspor China pun sudah menunjukkan peningkatan hingga 17,9 persen.

Sementara itu, impor China tumbuh 2,3 persen dari tahun sebelumnya, sedikit meleset dari ekspektasi dan menunjukkan permintaan domestik masih lemah.

Kinerja ekspor yang kuat pada bulan Juli mendorong surplus perdagangan China ke rekor USD 101 miliar atau setara Rp 1,5 kuadriliun untuk bulan tersebut, pertama kalinya melampaui ambang batas USD 100 miliar.

Ini menandai kenaikan yang cukup signifikan, dengan surplus perdagangan China yang pada Juli 2021 hanya mencapai USD 56,6 miliar (Rp 841,7 triliun).

"Data perdagangan bulanan menunjukkan bahwa pabrik-pabrik China terus bergerak menuju kebangkitan yang kuat dari gelombang Covid-19 Omicron terbaru," kata David Chao, ahli strategi pasar global untuk Asia Pasifik di Invesco.

"Meskipun latar belakang permintaan global melemah, kemajuan ekspor sebagian besar didorong oleh normalisasi aktivitas produksi di tempat-tempat seperti Delta Sungai Yangtze ," bebernya. 

Wilayah Delta Sungai Yangtze, yang terdiri dari Shanghai dan sebagian provinsi Jiangsu dan Zhejiang, merupakan pusat perdagangan luar negeri utama China.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Permintaan Ekspor China Semakin Menguat dari Asia Tenggara hingga Eropa

Kasus COVID-19 Meroket, China Lockdown Shanghai
Kapal berlayar di sepanjang Sungai Huangpu di distrik Pudong yang dikunci sebagai tindakan pencegahan Covid-19, di Shanghai (28/3/2022). Jutaan orang di China pusat keuangan dikurung di rumah ketika bagian timur Shanghai dikunci untuk mengekang Covid terbesar di negara itu. (AFP/Hector Retamal)

Aktivitas di Kota Shanghai, yang merupakan lokasi pelabuhan tersibuk di dunia, juga mencatat rekor tertinggi pada Juli 2022, setelah kota itu secara bertahap keluar dari lockdown Covid-19 yang hampir melumpuhkan ekonominya selama berbulan-bulan.

China melaporkan permintaan ekspor yang kuat dari kawasan Asia Tenggara, Eropa, dan Rusia pada bulan Juli 2022.

Pengiriman produk-produk China ke negara-negara ASEAN, Uni Eropa, dan Rusia masing-masing melonjak 34 persen, 23% dan 22% bulan lalu.

Mata uang China yang lebih lemah dan kenaikan harga ekspornya membantu meningkatkan kinerja, kata Larry Hu,

Kepala ekonom China untuk Macquarie Capital Larry Hu, mengatakan bahwa mata uang China yang melemah dan kenaikan harga ekspor telah membantu meningkatkan kinerja negra itu.

Yuan telah melemah hingga 6 persen terhadap dolar AS sepanjang tahun ini, kata Larry Hu.

Dia menyebut, mata uang yang lemah biasanya membantu ekspor suatu negara karena barang menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang yang dihargai dalam mata uang yang lebih kuat.

Larry Hu juga menunjukkan bahwa inflasi harga ekspor China sebagian besar sejalan dengan inflasi CPI AS.

"Pada Juli, sekitar setengah dari pertumbuhan ekspor utama kemungkinan karena efek harga," ungkapnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

China Beri Sinyal Pertumbuhan Ekonomi Negaranya Meleset dari Target

Pro Kontra Wajib Vaksin Covid-19 di Beijing
Seorang perempuan bermasker mendorong pria lansia di kursi roda di sepanjang jalan setapak di taman umum di Beijing, Jumat (8/7/2022). Ibu kota China, Beijing, tampaknya telah membatalkan rencana untuk mengeluarkan mandat yang mengharuskan orang menunjukkan bukti vaksinasi COVID-19 untuk masuk ke ruang publik tertentu setelah penolakan di kalangan penduduk. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

China mengisyaratkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi negaranya tidak akan mencapai target 5,5 persen di 2022 ini.

Itu dampak pembatasan ketat untuk meredam wabah baru Covid-19 membebani ekonomi negara itu.

Dilansir dari BBC, Senin (1/8/2022) Politbiro, badan pembuat kebijakan utama Partai Komunis China mengatakan bahwa pihaknya tengah berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dalam kisaran yang wajar.

Namun, dalam pernyataan itu, tidak disebutkan target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.

Politbiro yang beranggotakan 25 orang, yang diketuai oleh Presiden Xi Jinping, mengatakan para pemimpinnya akan "berusaha untuk mencapai hasil terbaik".

Badan itu juga menyerukan provinsi-provinsi di China untuk bekerja keras memenuhi masing-masing target pertumbuhan ekonomi mereka.

Menurut analis, kurangnya penyebutan PDB penting, meskipun para ekonom sebelumnya memperkirakan akan sulit bagi China untuk mencapai target 5,5 persen.

"Target pertumbuhan 5,5 persen tidak lagi menjadi keharusan bagi China," kata Iris Pang, kepala ekonom China di ING Bank, kepada kantor berita Wall Street Journal.

Mereka juga menambahkan bahwa China mendesak provinsi yang lebih besar untuk memulihkan ekonomi yang terdampak lockdown.

"Beijing meminta provinsi yang posisinya relatif baik harus berusaha untuk mencapai target ekonomi dan sosial untuk tahun ini," ujar analis Nomura Ting Lu, Jing Wang dan Harrington Zhang dalam sebuah catatan.

"Kami pikir Beijing menyarankan bahwa target pertumbuhan PDB untuk provinsi dengan kondisi yang kurang menguntungkan, terutama bagi mereka yang terpukul oleh varian Omicron dan lockdown, bisa lebih fleksibel,," tambah mereka.

Siap Siap Ekonomi Melemah, Konflik China - Taiwan Pengaruhi Ekspor Indonesia

Melihat Latihan Perang Tahunan Han Kuang di Taiwan
Tentara angkatan laut menunjukkan keterampilan tempur mereka di atas kapal penyapu ranjau selama Latihan Han Kuang tahunan, di laut dekat pelabuhan angkatan laut Suao di daerah Yilan, Taiwan, Selasa (26/7/2002). (AFP Photo/Sam Yeh)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2022 tercatat 5,44 persen. Pelonggaran aktivitas masyarakat oleh pemerintah menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pertumbuhan ekonomi di kuartal selanjutnya akan lebih berat dari yang dibayangkan. Alasannya, tantangan yang harus dihadapi Indonesia bertambah lagi yaitu adanya ketegangan atau konflik China - Taiwan.

Kondisi geopolitik ini diperkirakan berdampak lebih buruk bagi Indonesia ketimbang konflik yang sudah geopolitik lain yang sudah ada yaitu antara Rusia dengan Ukraina.

"Konflik China dan Taiwan diperkirakan memperburuk rantai pasok yang menimbulkan pelemahan sisi investasi langsung," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Jumat (5/8/2022).

Dampak lebih lanjut ketegangan baru ini bagi Indonesia karena Taiwan berada di tengah konflik China dan Amerika Serikat (AS) yang lebih luas. Dua negara raksasa ini memiliki kaitan terhadap tujuan ekspor tradisional Indonesia masing-masing 21 persen dan 11 persen dari total ekspor.

"Artinya, 32 persen atau sepertiga ekspor Indonesia terancam, dan menurunkan surplus neraca dagang," kata Bhima.

Secara geografis, posisi Taiwan juga berada di Asia yang berarti statusnya lebih berpengaruh dibanding Ukraina-Rusia. Selain itu, persepsi investasi di kawasan Asia akan dipengaruhi kelanjutan konflik di Taiwan.

Selain itu, langkah China memberi sanksi ke Taiwan menambah panjang deretan negara yang melakukan proteksi ekspor pangan. Mengingat setelah sebelumnya ada 30 negara yang lakukan hal serupa dengan berbagai alasan.

Di sisi lain, kondisi ini menjadi kesempatan baru bagi Indonesia untuk penetrasi ekspor makanan jadi, buah buahan dan sayuran ke Taiwan. Sejauh ini ekspor sayuran ke Taiwan cukup besar.

"Indonesia juga memiliki keunggulan kompetitif dalam bahan baku makanan minuman dan makanan jadi," kata dia.

Hanya saja, secara risiko jika Taiwan dan China jadi mengalami perang dagang maka eskalasi konflik akan mempengaruhi pasokan semiconductor. Sehingga penjualan mobil di Indonesia bisa tertekan.

Infografis Gejala dan Pencegahan Covid-19 Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Gejala dan Pencegahan Covid-19 Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya