Penerimaan Perpajakan RI Bakal Cetak Sejarah di 2023, Tembus Rp 2.000 Triliun

Penerimaan perpajakan tahun 2023 diperkirakan tembus di angka Rp 2.016,9 triliun atau tumbuh 4,8 persen

oleh Tira Santia diperbarui 16 Agu 2022, 19:30 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2022, 19:30 WIB
Jokowi Beri Pidato Perpisahan dengan Tax Amnesty-Jakarta- Angga Yuniar-20170228
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan saat farewell atau perpisahan dengan program pengampunan pajak atau tax amnesty di Jakarta, Selasa (28/2). Penerimaan tax amnesty hingga hari ini telah mencapai Rp 112 triliun.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Penerimaan perpajakan tahun 2023 diperkirakan tembus di angka Rp 2.016,9 triliun atau tumbuh 4,8 persen. Hal itu disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).

“Perpajakan mencapai Rp 2.016,9 triliun, ini pertama kali dalam sejarah Indonesia perpajakan menembus angka Rp 2.000 triliun,” kata Sri Mulyani.

Alasan Pemerintah memberikan estimasi pertumbuhan yang sangat sederhana (modest), karena angka penerimaan pajak Indonesia selama dua tahun terakhir yaitu, 2021 dan 2022 terdapat windfall dari komoditas.

Dimana tahun lalu 2021 windfall dari komoditas memberikan sumbangan Rp 117 triliun sendiri, dan tahun 2022 ini lebih tinggi lagi Rp 279  triliun karena tahun ini terdapat PPS yaitu pengungkapan pajak sukarela yang menghasilkan penerimaan Rp 61 triliun.

Artinya, penerimaan pajak tahun ini ada extra revenue yang berasal dari windfall maupun PPS. Oleh karena itu tahun depan diperkirakan tidak berulang kembali.

“Maka komoditasnya mungkin lebih soft, maka kami memperkirakan untuk pajak dengan windfall yang lebih soft adalah di Rp 1.715 triliun atau naik 6,7 persen dari tahun ini yang baselinenya luar biasa sangat tinggi karena ada PPS dan komoditi,” jelas Menkeu.

Sementara, penerimaan pajak dari Kepabean dan cukai diperkirakan mencapai Rp 301,8 triliun pada 2023. Menurut Menkeu, target tersebut juga lebih rendah dibanding tahun 2022 yang sebesar Rp 316 triliun.

“Lagi-lagi karena adanya aspek komoditas. Tahun ini komoditas memberikan sumbangan Rp 48,9 triliun hampir Rp 50 triliun sendiri. Tahun depan komoditas diperkirakan hanya memberikan sumbangan kepada bea dan cukai sebesar Rp 9,0 triliun itu turun hampir 40 persen, makanya dari bea dan cukai lebih rendah dibandingkan tahun ini,” pungkas Menkeu.

Penerimaan Pajak Rp 868,3 Triliun di Semester I 2022, Naik 55,7 Persen

NIK Resmi Jadi Pengganti NPWP
Suasana pelayanan pajak di Kantor KPP Pratama Jakarta Jatinegara, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak resmi memulai penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan perpajakan ke depannya. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga semester I tahun 2022 sangat positif dengan capaian sebesar Rp868,3 triliun.

Angka tersebut naik 55,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan telah mencapai 58,5 persen dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.

“Kinerja yang sangat baik pada periode tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif, dampak implementasi UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), dan khusus di bulan Juni, utamanya ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi di akhir periode tersebut,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (2/8/2022).

Rinciannya, capaian penerimaan pajak berasal dari Rp 519,6 triliun PPh non migas atau 69,4 persen target. Kemudian Rp 300,9 triliun PPN & PPnBM mencapai 47,1 persen target.

Lalu, Rp 43,0 triliun PPh migas atau 66,6 persen target. Dan Rp4,8 triliun PBB dan pajak lainnya atau 14,9 persem dari target.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Selanjutnya

NIK Resmi Jadi Pengganti NPWP
Warga mengurus layanan perpajakan di Kantor KPP Pratama Jakarta Jatinegara, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak resmi memulai penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan perpajakan ke depannya. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif seluruh jenis pajak dominan positif. PPh 21 tumbuh 19,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 236,8 persen, PPh Orang Pribadi tumbuh 10,2 persen.

Lalu, PPh Badan tumbuh 136,2 persen, PPh 26 tumbuh 18,2 persen, PPh Final tumbuh 81,4 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 32,2 persen, dan PPN Impor tumbuh 40,3 persen.

Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta dampak kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi BBM).

“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7 persen tumbuh 45,1 persen, perdagangan 23,4 persen tumbuh 62,8 persen, jasa keuangan dan asuransi 11,5 persen tumbuh 16,2 persen, pertambangan 9,7 persen tumbuh 286,8 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1 persen tumbuh 13,0 persen,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya