Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana menambah subsidi energi terutama untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang saat ini ditetapkan sebesar Rp 502,4 triliun. Alokasi APBN dengan adanya tambahan ini diperkirakan bakal mendekati angka Rp 700 triliun.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memproyeksikan, jika harga BBM dipertahankan seperti saat ini maka total subsidi energi yang diperlukan mencapai Rp 695 triliun. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghitung anggaran akan membengkak menjadi Rp 698 triliun.
Baca Juga
Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai, pemerintah sebaiknya menambah anggaran subsidi energi agar tidak menaikkan harga BBM. Alasannya, risiko jika pemerintah tidak menambah subsidi energi lebih besar.Â
Advertisement
Jika pemerintah tidak menambah subsidi energi maka kemungkinan besar akan menaikkan harga BBM subsidi yaitu untuk Pertalite dan Solar. Kenaikan harga BBM ini berdampak sangat besar.Â
"Saya lebih memiliki beban subsidi meningkat ketimbang mempertaruhkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Dampak kenaikan harga BBM subsidi tidak bisa di anggap ringan," ungkapnya kepada Liputan6.com, Minggu (28/8/2022).
Piter lantas membeberkan risiko yang bakal diderita negara, bilamana harga BBM melambung hingga dekati harga keekonomiannya. Termasuk angka inflasi yang akan terus meninggi, seperti yang sudah terjadi pada banyak negara.
"Lonjakan inflasi bisa mencapai 10 persen, akan memangkas daya beli masyarakat miskin dan memunculkan kemiskinan baru," ujar dia.
"Pertumbuhan ekonomi juga akan terpangkas, reputasi pemerintah juga akan terancam ketika pemulihan ekonomi terganggu. Juga harus dipertimbangkan resiko politik akibat kegaduhan penolakan kenaikan harga BBM ini," keluhnya.
Menurut dia, pemerintah memang perlu berkorban menggelontorkan subsidi BBM lebih besar. Meskipun windfall profit diramal tidak akan sebesar pada bulan-bulan sebelumnya, pasca harga komoditas mulai melandai.
"Tapi tahun ini pemerintah masih bisa berlindung pada UU Nomor 2 tahun 2020, yang mengizinkan defisit di atas 3 persen. Jangan paksakan defisit rendah dengan mengorbankan perekonomian," serunya.
Kadin: Harga BBM Memang Sudah Saatnya Naik
Sebelumnya, pemerintah terus merusmuskan mekanisme harga BBM naik dalam waktu dekat. Masalah ini tidak bisa ditunda karena subsidi BBM dalam APBN akan jebol di Oktober 2022.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi menilai harga BBM memang seharusnya dinaikkan karena pendistribusian subsidi sudah mulai membengkak.
Dia menjelaskan sebenarnya pemerintah harus melakukan pendistribusian subsidi yang tepat sasaran dan jumlah yang mencukupi. Sehingga nanti subsidi BBM walaupun dinaikan tetap seimbang.
"Karena memang harus dinaikan sih kalau bicara kita mengenai subsidi yang sudah terlalu besar. Kalau kita lihat memang bahwa subsidi BBM itu kan sudah di luar batas tapi kita berharap bahwa memang seharusnya apa yg disubsidikan pada masyarakat itu tepat," ucap Diana, saat acara Djakarta Festival 2022, Jakarta, Sabtu(27/8).
Dia pun mengungkap para Usaha Kecil Menengah Mikro (UMKM) dan pelaku industri akan terkena dampak yang lebih berat dan kesulitan karena akan mengaju kepada Harga Pokok Penjualan (HPP).
Oleh karena itu, Kadin pun memberikan masukan kepada pemerintah untuk bisa memberikan subsidi yang lain kepada para UMKM sehingga harga tidak terlalu tinggi.
"Dari industri juga akan berpengaruh. UMKM dan industri dengan kenaikan harga BBM pasti akan ada kenaikan membuat produksitivitas kita terganggu," jelasnya.
Â
Advertisement
Kuota Pertalite Sudah Terserap 81 Persen
Pemerintah kini tengah mengkaji kenaikan harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar untuk menjaga pengeluaran negara. Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, kuota Pertalite saat ini sudah terserap sekitar 80 persen lebih dari yang tersedia.
"Kita Pertalite sekarang ini 80-81 persen sudah terserap. Tapi pemerintah akan selalu memperhatikan kebutuhan," ujar Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (26/8/2022).
Adapun angka tersebut lebih besar ketimbang laporan PT Pertamina (Persero) sebelumnya, yang mengumumkan penyaluran BBM subsidi jenis Pertalite telah mencapai 16,8 juta KL hingga Juli 2022.
Itu berarti stok Pertalite sudah terserap sekitar 73 persen dari total kuota yang tersedia untuk tahun ini, yakni sebesar 23 juta KL.
Memitigasi kekosongan kuota pada akhir tahun, Menteri Arifin menyebut Kementerian ESDM sudah usul untuk mengalokasikan tambahan stok pada BBM jenis Pertalite dan Solar.
Alokasinya, sekitar 6 juta KL untuk Pertalite dan 2 juta KL untuk Solar, dari stok sebelumnya yang tersedia sekitar 15,1 juta KL. Sehingga masing-masing akan mendapat tambahan kuota menjadi sekitar 29 juta KL dan 17 juta KL.
"Kita usulkan tambahan kuota Pertalite 6 juta tanpa pembatasan, sehingga total 29 juta (KL). Kalau (tambahan) Solar 2 juta (KL)," kata Menteri Arifin.Â