Inflasi Sri Lanka Sentuh 70 Persen di Tengah Krisis Ekonomi

Di tengah krisis ekonomi, Sri Lanka melaporkan lonjakan inflasi hingga lebih dari 70 persen pada Agustus 2022.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Sep 2022, 11:15 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2022, 11:15 WIB
Situasi Terkini Sri Lanka Setelah Dinyatakan Bangkrut
Orang-orang membeli bawang merah dan bawang putih impor di sebuah pasar di Kolombo, Sri Lanka, Minggu (26/6/2022). Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengungkapkan bahwa ekonomi Sri Lanka telah bangkrut setelah berbulan-bulan berjuang menghadapi kekurangan pasokan makanan, bahan bakar dan listrik. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Liputan6.com, Jakarta - Tingkat inflasi tahunan Sri Lanka melonjak menjadi lebih dari 70 persen pada Agustus 2022. 

Seperti diketahui, Sri Lanka tengah berjuang dengan krisis ekonomi terburuk dalam lebih dari tujuh dekade, menyulitkannya untuk membeli bahan-bahan yang harus diimpor seperti bahan bakar, pupuk dan obat-obatan.

Dilansir dari BBC, Jumat (23/9/2022) data resmi menunjukkan bahwa harga pangan di Sri Lanka naik 84,6 persen dibandingkan tahun lalu.

Bulan lalu, Bank Sentral Sri Lanka mengatakan pihaknya memperkirakan inflasi akan mereda, karena ekonomi negara itu melambat, setelah mencapai puncaknya sekitar 70 persen.

Angka resmi yang dirilis pekan lalu menunjukkan bahwa ekonomi Sri Lanka kontraksi sebesar 8,4 persen dalam tiga bulan hingga akhir Agustus 2p022.

Sebelum pandemi Covid-19, ekonomi Sri Lanka sangat bergantung pada pariwisata untuk mata uang asing, termasuk dolar AS.

Namun, penutupan perbatasan yang bertujuan untuk memperlambat penyebaran Covid-19 membuat turis tak bisa bepergian dan berdampak besar pada perekonomian Sri Lanka.

Masalah itu diperburuk dengan kesalahan pengurusan keuangan selama bertahun-tahun, menyebabkan Sri Lanka gagal membayar utangnya awal tahun ini.

Bantuan Finansial dari IMF hingga India untuk Sri Lanka yang Dilanda Krisis Ekonomi

Situasi Terkini Sri Lanka Setelah Dinyatakan Bangkrut
Pedagang bahan makanan impor menunggu untuk memperdagangkannya di pasar grosir di Kolombo, Sri Lanka, Minggu (26/6/2022). PM Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada Parlemen bahwa Sri Lanka juga menghadapi situasi yang jauh lebih serius, serta memperingatkan "kemungkinan jatuh ke titik terendah." (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Awal bulan ini, Sri Lanka mencapai kesepakatan awal dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk dana pinjaman senilai USD 2,9 miliar atau setara Rp 43,5 triliun.

Namun, kesepakatan bergantung pada negara yang juga menerima dana dari kreditur swasta.

Kemudian pada Selasa (20/9), India mengatakan telah memulai pembicaraan dengan Sri Lanka tentang restrukturisasi utangnya dan mengatakan juga akan menawarkan investasi jangka panjang.

India sebelumnya memberikan bantuan keuangan hampir USD 4 miliar atau setara Rp 60,1 triliun kepada negara tetangganya itu.

Selain itu, India juga menangguhkan pembayaran impor Sri Lanka sekitar USD 1,2 miliar dan menawarkan kredit sebesar USD 55 juta (Rp 826,6 miliar) untuk impor pupuk.

Pejabat pemerintah Sri Lanka dijadwalkan bertemu kreditur pada hari Jumat (23/9), untuk membahas sejauh mana masalah ekonomi negara dan proposal untuk merestrukturisasi utangnya.

Terjerat Krisis, Sri Lanka Siapkan Kebijakan Potong Utang hingga Genjot Ekonomi 25 Tahun

Perdana Menteri baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe melambaikan tangan saat meninggalkan kuil setelah menghadiri perayaan keagamaan di Kolombo, Sri Lanka, Kamis, 12 Mei 2022. (AP Photo/Eranga Jayawardena)
Perdana Menteri baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe melambaikan tangan saat meninggalkan kuil setelah menghadiri perayaan keagamaan di Kolombo, Sri Lanka, Kamis, 12 Mei 2022. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Presiden baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, mengungkapkan bahwa pemerintahnya sedang mempersiapkan kebijakan nasional untuk memotong utang publik dan menjadikan negaranya ekonomi ekspor yang kompetitif dalam 25 tahun ke depan.

Rencana ekonomi itu datang ketika Sri Lanka sedang dalam perjuangannya keluar dari krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun.

Dalam pidatonya di depan Parlemen Presiden Ranil Wickremesinghe mengatakan bahwa Sri Lanka membutuhkan solusi jangka panjang dan landasan yang kuat untuk menghentikan terulangnya krisis ekonomi.

Wickremesinghe mengatakan pemerintahnya telah memulai negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang rencana penyelamatan ekonomi Sri Lanka dalam empat tahun, serta finalisasi rencana restrukturisasi utang.

"Kita akan mengajukan rencana ini ke Dana Moneter Internasional dalam waktu dekat, dan bernegosiasi dengan negara-negara yang memberikan bantuan pinjaman. Selanjutnya negosiasi dengan kreditur swasta juga akan mulai mencapai mufakat," kata Wickremesinghe, dikutip dari Associated Press, Kamis (4/8/2022).

Lebih lanjut Wickremesinghe menyebut, krisis listrik telah memulai masa pemulihan, serta pasokan pupuk dan distribusi gas untuk memasak juga mulai membaik.

"Langkah-langkah keamanan telah diambil untuk menghindari kekurangan pangan. Distribusi obat-obatan esensial dan peralatan medis ke rumah sakit juga sudah dimulai. Sekolah telah dibuka kembali. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh industri dan sektor ekspor," jelasnya.

Wickremesinghe telah mengatakan sebelumnya bahwa negosiasi dengan IMF sempat berjalan sulit karena kebangkrutan Sri Lanka dan target awal untuk bulan Agustus tidak mungkin tercapai.

Sekarang, pembicaraan pemerintah Sri Lanka dan IMF diharapkan kembali berjalan pada bulan September mendatang.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya