Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jarot Widyoko, menilai proyek betonisasi sungai yang dilakukan di Sungai Ciliwung bukan cara paling ampuh untuk atasi banjir di DKI Jakarta.
Menurut dia, langkah pengerasan sisi kiri-kanan sungai tidak menjamin bisa menahan laju debit air dari sisi hulu yang terlampau deras saat musim penghujan.
Baca Juga
"Apakah harus betonisasi? No, tidak. Tapi (menurut) saya, berilah lahan untuk air itu supaya mengalir. Kenapa itu sampai dibetonisasi? Pertama kalau tidak dibeton, tanah kira-kira longsor tidak dengan kecepatan debit (air) seperti itu?" bebernya di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Advertisement
Kendati demikian, Jarot tak menampik pemasangan parapet beton di sempadan sungai bisa menahan ketinggian debit air. Dia lantas menceritakan pengalamannya saat bertugas di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane,
"Saya ada foto, malam, saat itu jam 12 malam, saya ngecek, tinggi parapet itu 1,5 meter. Saya berdiri, air itu tinggal sejengkal. Kalau seandainya tidak diberi itu, akan melimpas," ungkap dia.
Meski begitu, ia menilai, pengendalian banjir DKI dengan melakukan normalisasi dengan penambahan lebar sungai juga bakal memakan ongkos dan waktu lebih.
"Berarti kan otomatis harus membebaskan tanah. Wong untuk menerbitkan di sempadan aja susahnya setengah mati, apalagi dibebaskan," ujar Jarot.
Penolakan soal proyek betonisasi sungai juga sempat diutarakan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Dia sempat menyatakan, normalisasi sungai dengan cara betonisasi bukan merupakan jalan keluar terbaik untuk mengantisipasi banjir musiman.
"Jadi jangan diartikan kalau tidak ada betonusasi, maka akan tidak ada antisipasi untuk banjir. Antisipasi banjir tetap berjalan semuanya," kata dia.
Anies juga coba sedikit mendefinisikan maksud naturalisasi sungai yang ia maksud. "Kanan kirinya ditumbuhkan sebagai ekosistem yang natural. Karena itu Anda tidak temukan betonisasi," jelas dia.
DKI Jakarta Bangun Saringan Sampah Pertama di Kali Ciliwung, Ini Sistem Kerjanya
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menyatakan proyek saringan sampah di Kali Ciliwung merupakan yang pertama kali dibangun di Indonesia. Dia menyebut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga berencana membangun saringan sampah yang sama di Kali Pasanggarahan.
Hal ini diungkapkan Asep saat mendampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat berkunjung ke pembangunan sistem pengambilan dan treatment sampah badan air melalui rekayasa sungai pada Kali Ciliwung segmen TB Simatupang, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Senin (26/9/2022).
"Jadi memang seperti yang disampaikan oleh Pak Gubernur, ini adalah proyek pertama dan ke depannya kita akan coba lagi di Kali Pesanggarahan," kata dia.
"Kita sedang survei untuk titik lokasinya dan mudah mudahan kalau kita bisa alokasikan anggarannya untuk keduanya ada di Kali Pesanggarahan. Kita sedang cari titik untuk lokasinya," lanjut Asep.
Dia pun menjelaskan mengenai sistem kerja saringan sampah di Kali Ciliwung. Nantinya, pada aliran sungai dari arah Bogor menuju Jakarta akan disediakan dua penyekat untuk menyaring sampah sesuai dengan jenis sampahnya.
"Polanya adalah aliran sungai dari arah (Bogor-Jakarta) nanti akan ada dua penyekat sampah pertama untuk sampah besar isinya kayu bambu ada lemari kasur itu saringan pertama," jelas dia.
Tahap penyaringan terdiri dari dua tahapan. Saringan tahap satu, berfungsi untuk menangkap sampah-sampah ukuran di atas 50 cm, mengangkat dari badan air, menempatkannya di Conveyor untuk dihancurkan menjadi ukuran lebih kurang 5 cm - 20 cm.
Advertisement
Saringan Tahap Kedua
Sementara itu, saringan tahap dua berfungsi untuk menangkap sampah-sampah ukuran di atas 20-50 cm, mengangkat dari badan air, menempatkannya di Conveyor, kemudian membawa ke mesin penghancur atau Secondary Crusher untuk dihancurkan menjadi ukuran lebih kurang 3-5 cm.
Selain dua tahap penyaringan, akan ada pula dua tahap pencacahan untuk sampah-sampah organik yang telah dipisahkan dengan sampah anorganik
"Kemudian kita alirkan sampahnya kemudian diambil sampahnya kita kelola kita crusher kita olah lagi mana yang organik mana yang anorganik," kata Asep.
Pada pencacah tahap satu berfungsi untuk mencacah sampah berukuran besar (kayu, bambu, kasur, bekas bangunan, pertanian, dan lain-lain) menjadi ukuran 10-20 cm.
Pemilah Sampah Otomatis
Akan tersedia pemisah sampah otomatis yang berfungsi untuk memisahkan sampah halus dan sampah kasar sebelum sampah dimasukkan ke pencacah tahap dua.
Pencacah tahap dua berfungsi untuk mencacah sampah berukuran besar (kayu, bambu, kasur, bekas bangunan, pertanian, dan lain-lain) menjadi ukuran 3-5 cm.
Asep mengatakan saringan sampah ditargetkan rampung secara bertahap pada akhir tahun 2022. Namun, diperkirakan baru dapat beroperasi pada Januari 2023.
“Saringan sampah TB Simatupang ini diperkirakan dapat menampung sampah sekitar 40 m3/hari. Pembangunannya ditargetkan secara bertahap selesai pada Desember tahun 2022 dan dapat mulai beroperasi pada Januari 2023,” ujar Asep.
Advertisement