Industri Nikel Berpotensi Topang Ekonomi dari Ancaman Resesi 2023

Industri nikel berpotensi menjadi penopang pendapatan negara pada 2023 di mana ancaman resesi menghantui ekonomi global.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2022, 13:20 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2022, 13:20 WIB
Harga Nikel Naik 28 Persen, Ini Strategi Antam Agar Kompetitif
Industri nikel berpotensi menjadi penopang pendapatan negara pada 2023 di mana ancaman resesi menghantui ekonomi global.

Liputan6.com, Jakarta Industri nikel berpotensi menjadi penopang pendapatan negara pada 2023 di mana ancaman resesi menghantui ekonomi global.

Pengamat energi dari Alpha Research Ferdi Hasiman mengatakan, industri nikel memang dapat menjadi andalan Indonesia di masa depan.

Hal ini mengacu pada data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020 di mana Indonesia memiliki cadangan nikel 72 ton Ni, atau 52 persen dari total cadangan nikel dunia.

“Indonesia ini merupakan penghasil nikel terbesar di dunia, sehingga jelas potensi dari sektor ini sangat besar,” kata Ferdi dikutip Kamis (6/10/2022).

Meski demikian, lanjutnya, potensi yang sangat besar tersebut perlu dikelola secara profesional dan transparan, sehingga Indonesia benar-benar diuntungkan dengan sektor nikel.

“Jangan sampai cadangan nikel dan potensi yang besar ini hanya dinikmati segelintir pihak,” ujarnya.

Ferdi memberi sejumlah catatan untuk pemerintah agar potensi nikel ini dapat dikelola secara maksimal. Salah satunya penertiban tambang ilegal yang ada di daerah penghasil nikel. Selain itu, regulasi di sektor hilir juga perlu diperjelas, sehingga hilirisasi nikel bisa lebih banyak dikelola oleh Indonesia.

“Perlu juga diperhatikan tata kelola niaga mengenai harga nikel, dan juga antara pemerintah pusat dan daerah harus diatur sistem bagi hasil yang jelas,” katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa kebijakan larangan ekspor bahan mentah nikel memberi dampak positif pada perekonomian di Maluku Utara. Ekonomi di Maluku Utara tumbuh hingga 27 persen tahun ini akibat hilirisasi nikel.

“Saya cek berapa pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara 27 persen dari mana ini saya cek. Bisa angka 27 dari mana, saya awal enggak percaya, setelah saya cek oh benar dulu ekspornya nikel hanya mentahan, sekarang sudah ada industri smelter di sana," kata Jokowi dalam UOB Economic Outlook 2023.

 

Ekspor

(Foto: Liputan6.com/Septian Deny)
Smelter nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara (Foto:Liputan6.com/Septian Deny)

Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik mencatat surplus neraca perdagangan Maluku Utara Januari hingga Agustus 2022 sebesar USD 3.212,88 juta. Sementara, ekspor golongan besi, baja, dan nikel tercatat tumbuh 10,34 persen month on month, terbanyak atau 100 persen ke Tiongkok.

Sementara itu Head of External Relation Harita Nickel Stevi Thomas mengatakan bahwa pihaknya kini tengah menggenjot produksi nikel yang ada di wilayah Maluku Utara guna memanfaatkan potensi serta peluang yang ada.

Stevi menegaskan Harita Nickel sangat mendukung kebijakan hilirisasi nikel dari pemerintah dan berupaya memenuhi kebutuhan pasokan nikel di Indonesia. “Harita Nickel telah berkontribusi untuk mendukung Pemerintah dalam Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai,” kata Stevi.

PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP), bagian dari Harita Nickel, melalui afiliasinya PT Halmahera menjadi perusahaan pionir di Indonesia dalam memproduksi bahan baku utama baterai kendaraan listrik berupa Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).

PT HPL yang mulai beroperasi pada pertengahan 2021 di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara kini memiliki kapasitas produksi mencapai 365 ribu WMT per tahun.

Ekonomi Global 2023 Diprediksi Gelap Dibayangi Resesi, BI Ambil Ancang-Ancang

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, banyak negara yang dibayang-bayangi oleh resesi global. Bahkan, dia menyebut kondisi perekonomian akan gelap pada 2023.

Menanggapi, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Wahyu Agung Nugroho, menyampaikan Bank Indonesia telah berkoordinasi dengan Pemerintah untuk mengukur langkah-langkah mitigasi resesi global.

"Terkait prospek global yang lebih rendah, BI telah berkoordinasi dengan pemerintah mengukur langkah-langkah mitigasinya. Kebijakan moneter kami sudah menempuh yang sifatnya pro stability," kata Wahyu di Ubud, Bali, Minggu (1/10/2022).

Wahyu menegaskan, BI pun tak menampik memang prospek ekonomi global 2022 ke 2023 akan menurun lebih rendah dari perkiraan BI. Dimana BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2022 dikisaran 2,9 persen, namun untuk 2023 diprediksi kemungkinan hanya tumbuh dikisaran 2,8 - 2,7 persen.

Prediksi tersebut tercermin dari langkah Bank sentral AS atau Federal Reserve mengumumkan akan menaikkan suku bunga utamanya sebesar 0,75 poin persentase lagi, mengangkat kisaran target menjadi antara 3 persen dan 3,25 persen.

Kenaikan ini, mendorong suku bunga The Fed masuk ke level tertinggi dalam hampir 15 tahun di tengah upaya AS mengendalikan lonjakan harga di negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.

Maka berdasarkan assessment, dan perkiraan ke depan dalam rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen, sebagai upaya mengendalikan inflasi di dalam negeri.

"Sebagaimana tercermin keputusan RDG September-Agustus, menaikan suku bunga dalam konteks pengendalian inflasi itu sendiri," ujarnya.

Lebih lanjut, dalam menjaga pertumbuhan ekonomi domestik, BI akan mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi, melalui 4 instrumen lain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

"Salah satunya kebijakan makroprudensial akan tetap longgar mendukung pertumbuhan kredit perbankan. (Kedua), kegiatan digitalisasi sistem pembayaran tetap akomodatif. Dua kebijakan lainnya, pedalaman pasar uang dan pengembangan ekonomi inklusif tetap mendorong pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.

Jokowi: Tahun Depan Gelap Sekali, Tidak Tahu Badai Besarnya Seperti Apa

FOTO: Pidato Virtual Presiden Jokowi di Sidang Majelis Umum PBB
Presiden Indonesia Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pidato secara virtual di Sidang Majelis Umum PBB, Rabu (22/9/2021). Jokowi menyebut potensi kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina, dan krisis politik Myanmar harus jadi fokus bersama. (UN Web TV via AP)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa banyak negara yang dibayang-bayangi oleh resesi global. Bahkan, dia menyebut kondisi perekonomian akan gelap pada 2023.

"Tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca baik di media sosial di media cetak, di media online semuanya mengenai resesi global. Tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap," kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pimpinan BUMN, Pangdam, Kapolda, Kajati dan Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Kamis (29/9/2022).

"Dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa sekuat apa, tidak bisa dikalkulasi," sambungnya.

Dia menyampaikan bahwa krisis finansial baru saja terjadi di Inggris karena mengalami tingkat inflasi hingga 9,9 persen. Kondisi ini pun berdampak kepada negara-negara lain, termasuk Indonesia.

"Kriris finansial baru saja sebuah negara mengajukan apbn di Inggris, kemudian pasar melihat langsung yang namanya nilai tukar di semua negara goncang dan melemah terDepresiasi, termasuk kita. Hati-hati ketidakpastian ini, mengenai ketidakpastian ini," jelasnya.

Bukan hanya itu, kata Jokowi, perang antara Rusia dengan Ukraina membuat perekonomian dunia menjadi rumit. Menurut dia, referendum yang dilakukan empat wilayah di Ukraina membuat perang semakin sulit diselesaikan.

"Referendum yang kemarin dilakukan di 4 wilayah ukraina, di Donetsk, Zaporizhzhia, Kherson, Lugansk, makin merumitkan lagi kapan akan selesai dan imbasnya ke ekonomi seperti apa makin rumit," ujar Jokowi. 

Infografis Sinyal Resesi dan Antisipasi Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Infografis Sinyal Resesi dan Antisipasi Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya