Di Tengah Kekhawatiran Resesi, Harga Minyak Dunia Mampu Naik 1,2 Persen

Harga minyak mentah Brent ditutup naik 1,21 persen di level USD 93,50 per barel.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Okt 2022, 07:38 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2022, 07:35 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia tercatat naik dalam perdagangan yang sangat berombak di hari Jumat. Kenaikan harga minyak dunia ini terjadi karena adanya harapan permintaan China yang menguat dan pelemahan dolar AS.

Kenaikan harga minyak mentah ini terjadi di tengah kekhawatiran anjloknya ekonomi global dampak kenaikan suku bunga kepada penggunaan bahan bakar.

Untuk melawan inflasi, the Federal Reserve berusaha memperlambat ekonomi dan akan terus menaikkan target suku bunga jangka pendek. Hal ii diungkap oleh Presiden Federal Reserve Bank of Philadelphia Patrick Harker pada Kamis lalu. Tentu saja, pernyataan pejabat the Fed ini membebani harga minyak.

Tetapi, harga minyak mentah mendapatkan dukungan dari larangan Uni Eropa yang membayangi minyak Rusia, serta pengurangan produksi 2 juta barel per hari baru-baru ini yang disepakati oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+.

Mengutip CNBC, Sabtu (11/10/2022), harga minyak mentah Brent ditutup naik 1,21 persen di level USD 93,50 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 54 sen menjadi USD 85,05 per barel.

Volume kontrak perdagangan untuk kedua tolok ukur harga minyak dunia tersebut sekitar setengah dari volume di sesi sebelumnya.

Direktur Perdagangan Energi Berjangka Mizuho New York Bob Yawger mengatakan bahwa volatilitas perdagangan tinggi karena para pedagang mengambil posisi menjelang akhir pekan setelah berakhirnya kontrak WTI untuk pengiriman November.

"Kami mengalami goncangan yang tinggi tetapi secara keseluruhan belum banyak berubah," kata Yawger.

Ia melanjutkan, ayunan dolar AS yang biasanya bergerak terbalik dengan harga minyak juga mendorong berombaknya perdagangan minyak mentah pada Jumat ini.

 

Perdagangan Sepekan

Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Harga minyak mentah Brent yang mendekati level tertinggi sepanjang masa USD $ 147 pada bulan Maret lalu, berada di jalur kenaikan mingguan sebesar 0,8 persen.

Sementara harga minyak mentah AS menuju penurunan sekitar 1,5 persen. Kedua tolok ukur harga minyak ini turun pada minggu sebelumnya.

Mengenai pemotongan produksi OPEC+, yang dikritik oleh Amerika Serikat, menteri energi Arab Saudi mengatakan bahwa kelompok produsen minyak mentah melakukan pekerjaan yang tepat untuk memastikan pasar minyak yang stabil dan berkelanjutan.

Harga minyak naik pada hari Kamis setelah Bloomberg News melaporkan bahwa Beijing sedang mempertimbangkan untuk memotong periode karantina bagi pengunjung menjadi tujuh hari dari 10 hari. Belum ada konfirmasi resmi dari Beijing.

"Ada tindakan yang spontan dan mempengaruhi harga memberikan gambaran sekilas yang berguna tentang apa yang diharapkan setelah pembatasan dicabut," kata broker minyak PVM Stephen Brennock tentang reli pasar setelah laporan tersebut keluar.

China, importir minyak mentah terbesar di dunia, telah menerapkan pembatasan ketat COVID-19 tahun ini, membebani aktivitas bisnis dan ekonomi serta mengurangi permintaan bahan bakar.

Perdagangan Kemarin

Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP

Harga minyak mentah kembali bergeliat. Harga minyak dunia naik selama sesi perdagangan yang berfluktuasi dipicu kekhawatiran tentang inflasi yang mengurangi permintaan minyak.

Kenaikan harga minyak di tengah berita bahwa China sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan tindakan karantina COVID-19 bagi pelancong.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS untuk pengiriman November, naik 16 sen menjadi USD 85,71 per barel. WTI untuk pengiriman Desember turun tipis 1 sen menjadi USD 84,51 per barel.

Baik harga minyak Brent dan WTI sebelumnya naik lebih dari USD 2 per barel.

Untuk melawan inflasi, Federal Reserve AS berusaha memperlambat ekonomi dan akan terus menaikkan target suku bunga jangka pendeknya. Ini dikatakan kata Presiden Federal Reserve Bank of Philadelphia Patrick Harker, Kamis.

Indeks dolar AS memangkas kerugian setelah komentar tersebut, membebani harga minyak. Dolar yang lebih kuat mengurangi permintaan minyak dengan membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

"Harker mengatakan bahwa perang melawan inflasi baru saja dimulai," kata Phil Flynn, analis Price Futures Group di Chicago. "Jadi sepertinya pasar mulai gelisah."

Infografis Ladang Gas
10 Ladang Gas Terbesar Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya