Liputan6.com, Jakarta Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terjerat utang melalui pinjaman online (pinjol), tetap berkewajiban melunasi utang. Jika membutuhkan keringanan dalam proses pelunasan, mahasiswa sebagai konsumen dapat mengajukan restrukturisasi utang.
Direktur Pelayanan Konsumen Departemen Perlindungan Konsumen (OJK), Sabar Wahyono menyampaikan, restrukturisasi utang dapat diajukan ke perusahaan tempat konsumen mendapatkan pembiayaan/ pinjaman atau layanan OJK di website aplikasi portal perlindungan konsumen (APPK).
Baca Juga
"Misalnya enggak sanggup bayar, atau ingin restrukturisasi, atau diberi keringanan, ya tidak apa-apa ajukan saja ke tempat anda mencari pinjaman atau mendapatkan pembiayaan," ujar Sabar di Kampus IPB, Senin (21/11).
Advertisement
Sementara untuk membuat laporan, pengaduan ke OJK perihal transaksi melalui industri keuangan non bank (IKNB) dapat melalui layanan berikut; WhatsApp 081157157157, surel konsumen @ojk.go.id, ataupun kontak center dengan menghubungi 157.
Setelah konsumen membuat pengaduan melalui layanan OJK, aduan atau permohonan tersebut segera disampaikan ke pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) sebagai pihak teradu.
Nantinya, PUJK memiliki waktu 20 hari untuk menanggapi aduan atau permohonan dari konsumen. Pada beberapa kasus, PUJK memiliki waktu tambahan 20 hari kedua.
Pada tahapan ini, konsumen diharuskan aktif untuk memantau tanggapan dari PUJK. Konsumen dapat memantaunya melalui online. Jika konsumen setuju atas penawaran yang diberikan PUJK, konsumen dapat mengonfirmasi setuju pada link yang dikirimkan oleh OJK.
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
Jika konsumen tidak setuju, OJK memiliki fasilitas lain yaitu lembaga alternatif penyelesaian sengketa (LAPS). Konsumen bisa saja membawa aduan tersebut ke pengadilan, namun sistem pengadilan tidak terhubung dengan sistem APPK.
Berkaca dari kasus ratusan mahasiswa IPB yang berutang untuk investasi, Sabar menekankan perlu ada penjelasan tentang narasi korban dari pinjaman online.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, tidak tepat jika mahasiswa konsumen pinjaman online disebut sebagai korban. Alasannya, proses transaksi yang dilakukan antara konsumen dengan pemberi biaya, telah sesuai.
"Semuanya berjalan sesuai dengan alur, yang salah itu penggunaannya di belakang itu nanti ada investasi segala macam," ujarnya.
Sabar mengingatkan kembali, bahwa mengajukan pinjaman memiliki konsekuensi dan kewajiban untuk mengembalikan dana yang telah diterima. Hukum di Indonesia bahkan mengatur tentang kewajiban mengembalikan utang. Untuk itu, mengajukan restrukturisasi utang lebih baik dibandingkan tidak membayar sama sekali.
Â
Advertisement
Libatkan 116 Mahasiswanya
Sebelumnya, Rektor IPB University, Arif Satria memastikan 116 mahasiswanya menjadi korban penipuan pinjaman online dari sekitar 300 orang dari berbagai perguruan tinggi. Pihaknya pun telah memanggil para korban.
Menurut Arif, dari hasil pertemuan itu, diketahui tidak ada transaksi bersifat individual dari para mahasiswa IPB University. Pihaknya pun berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelesaikan masalah ini.
"Artinya, ini bukan kasus berupa mahasiswa IPB University yang membeli barang, kemudian tidak bisa bayar. Namun ini kasus yang diduga ada unsur penipuan dengan modus baru yang dilakukan oleh satu oknum yang sama, yang sudah kita identifikasi dan dilaporkan ke polisi," jelas Arif, Rabu (16/11).
Terjeratnya para mahasiswa berawal dari tawaran keuntungan 10 persen oleh pelaku dengan melakukan suatu proyek bersama. Mahasiswa IPB University diminta untuk mengajukan pinjaman online ke suatu aplikasi penyedia pinjaman.
Lalu pelaku meminta dana tersebut digunakan untuk melakukan transaksi di toko online milik pelaku. Dari setiap nominal transaksi itu, mahasiswa dijanjikan mendapatkan komisi 10 persen dan cicilan dibayarkan pelaku. Namun, hingga saat ini, pelaku tidak pernah memenuhinya.
Reporter:Â Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com