Indonesia Krisis Dokter Spesialis, Pengusaha John Riady Dukung Program Pemerintah

Kementerian Kesehatan atau Kemenkes sejak awal tahun telah menggulirkan program ‘Indonesia Memanggil Dokter Spesialis’ yang ditujukan kepada para diaspora lulusan luar negeri.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Des 2022, 21:05 WIB
Diterbitkan 15 Des 2022, 13:48 WIB
Melihat Tes Serologi COVID-19 untuk Petugas Medis
Petugas medis diperiksa dengan metode Tes serologi COVID-19 di RS Siloam, Jakarta, Selasa (11/8/2020). Tes serologi antibodi SARS-CoV-2 berbasis lab adalah tes untuk mendeteksi antibodi baik Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG) terhadap SARS-CoV-2 dalam darah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Sistem kesehatan di Indonesia hingga kini masih mengalami kekuarangan tenaga dokter, khususnya bergelar spesialis. Demi mengatasi masalah tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah merancang program untuk memanggil kembali para diaspora di luar negeri.

Dalam banyak hal, sistem kesehatan nasional perlahan berbenah, sehingga mampu melewati masa sulit seperti pandemi saat ini. Namun masalah nyata di lapangan seperti rasio ranjang, jumlah dokter dan dokter spesialis masih membutuhkan perhatian khusus seiring bertumbuhnya populasi.

Untuk itu, Kementerian Kesehatan atau Kemenkes sejak awal tahun telah menggulirkan program ‘Indonesia Memanggil Dokter Spesialis’ yang ditujukan kepada para diaspora lulusan luar negeri.

Program itupun berhasil memulangkan beberapa dokter spesialis untuk berkiprah memperkuat sistem kesehatan nasional.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan program tersebut selayaknya bisa menambah jumlah dokter spesialis yang bekerja di Indonesia.

“Program ini untuk membuka jalan bagi dokter spesialis lulusan luar negeri untuk berbakti di Indonesia, dengan tanpa mengurangi kompetensi dan kualitas para dokter,” kata Menkes.

Langkah pemerintah ini seiring dengan kepemilikan rasio dokter spesialis di Indonesia yang terbilang rendah. Mengacu standar WHO, rasio dokter spesialis dan jumlah penduduk idealnya 1:1.000, sedangkan Indonesia baru mencapai 0,46 per 1.000 penduduk, terendah ketiga di ASEAN.

Menyikapi hal tersebut, Presiden Komisaris PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO) John Riady mengungkapkan langkah pemerintah sudah cukup tepat, mengingat persoalan kualitas kesehatan nasional sangat bergantung dengan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang tersedia.

“Terlebih dengan rasio dokter spesialis yang rendah, Indonesia masih membutuhkan banyak tenaga spesialis tersebut,” ungkapnya.

Dia menilai strategi tersebut menandakan adanya perhatian besar pemerintah terkait pemerataan dan penguatan sistem kesehatan nasional.

Dengan semakin merata dan kuatnya sistem kesehatan nasional, kata John, maka industri kesehatan akan mampu diandalkan masyarakat.

Dampak lebih jauh, John menilai strategi itupun secara perlahan akan mentransformasi sistem kesehatan nasional, sehingga tidak lagi ada cerita berbondongnya masyrakat berobat ke luar negeri untuk mencari layanan spesialis yang mumpuni.

Saaat ini saja, sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo, setiap tahun devisa yang hilang seiring banyaknya masyarakat berobat ke luar negeri bisa mencapai Rp110 triliun.

“Itu bisa jadi mencerminkan bukan layanan kesehatan nasional yang buruk, melainkan belum memenuhi seluruh kebutuhan pasien di dalam negeri. Dan sangat mungkin sebabnya ketersediaan dokter spesialis yang terbatas,” kata John.

Di sisi lain, dia menjelaskan program adaptasi diaspora dokter spesialis yang digulirkan pemerintah harus berkesinambungan.

Cara lainnya, agar kebutuhan dokter spesialis bisa diatasi secara jangka pendek, yakni membuka perizinan praktik bagi dokter spesialis dari luar yang bisa memberikan banyak manfaat.

“Setidaknya sebagai jumpstart saja, dan melakukan transfer pengetahuan, selebihnya harus ditempuh solusi jangka panjang,” tutup John.

 

Strategi Lippo

RS Siloam.
RS Siloam.

Untuk solusi jangka panjang, John mengungkapkan hal yang bisa ditempuh yaitu strategi seperti dilakukan ekosistem kesehatan yang dimiliki Lippo Group. Sebagai pelaku industri kesehatan sejak mendirikan SILO pada 1992, Lippo Group secara serius menggarap ekosistem kesehatan dari hulu ke hilir.

“Kami sejak semula memikirkan rencana jangka panjang mengembangkan industri kesehatan nasional dengan pendirian rumah sakit yang dibarengi juga dengan keberadaan Fakultas Kedokteran UPH. Hal ini berhasil meningkatkan produksi dokter dan dokter spesialis yang diberikan beasiswa, serta mereka bisa berkarir jangka panjang di SILO,” kata John.

Sebaliknya, John mengaku tidak melebihkan keberhasilan SILO yang kini memiliki jaringan 40 rumah sakit di 27 provinsi. SILO merupakan rumah sakit pertama yang bekerja sama dengan ‘Gleneagle Hospital Singapore’ dan mendapatkan akreditasi Joint Comission International atau JCI. Akreditasi ini merupakan standar layanan kesehatan berkelas internasional.

Terakhir, John mengungkapkan persoalan krisis dokter spesialis harus menjadi tanggung jawab bersama, melibatkan pemerintah, swasta, bahkan jaringan RS BUMN yang kini telah menjadi Holding di bawah Pertamedika.

“Terutama juga menggenjot lagi dunia pendidikan agar bisa memberikan lebih banyak dokter, dokter spesialis, dan tenaga kesehatan. Indonesia masih membutuhkan kehadiran mereka agar tak ada lagi devisa terbuang, serta menjamin kualitas SDM negeri ini,” tutup John

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya