Liputan6.com, Jakarta Berbisnis tak melulu harus terencana dengan sistematis. Tapi ada juga beberapa pengusaha sukses yang menggeluti bisnisnya berawal dari keisengan. Seperti bisnis kerupuk Daun Bambu, milik Ibad Badriah.
Perempuan 43 tahun ini merupakan Ketua kelompok Wanita motekar klaster usaha kerupuk Daun Bambu, di kampung Tangan-Tangan RT 02, Desa Bongas, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat.
Baca Juga
Akrab di panggil Ibad, perempuan asal Cililin ini mengungkapkan awalnya iseng membuat kerupuk yang berbahan dasar daun bambu. Karena sebelumnya dia sering membuat kerupuk jenis lain, namun akhirnya dia terinspirasi mencampurkan daun bambu. Sebab daun bambu di sekitarnya sangat melimpah.
Advertisement
Kemudian, dia bertemu dengan salah satu teman yang merupakan pengusaha bambu. Temannya tersebut mendukung Ibad untuk mengembangkan usaha kerupuk daun bambu, karena menurutnya menarik dan unik.
“Ada ide bikin kerupuk daun bambu awalnya emang suka bikin kerupuk, cuman terinspirasinya di sini melimpah daun-daun bambu di sekitar saya. Awalnya sih coba-coba, kebetulan saya ketemu dengan pengusaha bambu juga, dan dia mensupport saya. Jadi kenapa tidak mencoba kerupuk daun bambu,” kata Ibad kepada Liputan6.com.
Berkat dukungan dari sang teman, Ibad akhirnya melakukan uji coba membuat kerupuk daun bambu. Setelah beberapa kali mencoba, memberanikan diri memberikan tester kerupuk tersebut kepada orang-orang sekitar.
“Saya bikin dulu tester sample, terus sudah jadi saya cobain ke teman-teman. Mereka bilang kerupuknya enak. Nah, sebelumnya saya membuat kerupuk daun bambu ini pakai ampasnya, cuma nggak cocok. Terus pake sari daun bambu dan cocok,” ujarnya.
Dari 1 kilogram bahan baku sari daun bambu hanya dipakai untuk 2 kg tepung kanji. Tujuannya agar aroma daun bambu lebih terasa. Seiring berjalannya waktu dan dukungan dari teman-teman serta keluarga, akhirnya Ibad memberanikan diri membuka usaha kerupuk daun bambu.
“Alhamdulillah setelah dicoba rekan-rekan yang dekat. Kenapa tidak? Kalau di sekitar kita ini melimpah daun bambu jadi dimanfaatkan,” ujarnya.
Ibad tak ingin sukses sendiri, perempuan ini merangkul ibu-ibu di sekitar agar mereka mendapatkan penghasilan dan bisa mandiri dan tak bergantung dari tangan suami. Pada tahun 2021, kelompok Wanita motekar klaster usaha kerupuk Daun Bambu resmi berdiri.
Meskipun produksi usaha kerupuk daun bambu masih sedikit, tapi setidaknya, kata Ibad, para ibu-ibu itu bisa mendapatkan penghasilan walaupun masih rendah. Selain itu, ibu-ibu tersebut menjadi lebih produktif.
“Dari mereka ikut bantuin saya produksi, mereka punya penghasilan. Meskipun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka, karena produksinya masih kecil. Mungkin kalau produksinya sudah banyak, bisa membantu suami,” ungkapnya.
Adapun jumlah anggota kelompok usaha berjumlah 15 orang. Namun yang aktif hanya 8 orang, sementara sisanya aktif di usaha lain. Kendati begitu, bagi mereka yang tidak aktif juga tetap membantu produksi kerupuk daun bambu, disela-sela kesibukan.
Ibad bercerita, awal produksi itu masih kecil sekitar 1-2 kg per hari, dengan modal masih merogoh dompet sendiri. Kemudian, setelah dibentuk kelompok usaha, produksi kerupuk daun bambu ditingkatkan menjadi 4-5 kilogram per hari.
Dibantu BRI
Bisnis Ibad akhirnya memiliki peluang berkembang. Dia mendapatkan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 50 juta dari BRI. Kebetulan, Ibad memang merupakan nasabah BRI sejak 2018, sehingga dipermudah dalam mengajukan KUR.
Dalam proses menjalankan usaha memang tidak mudah, selalu ada kerikil kecil jadi penghalang. Diantaranya, ada yang mengejek produk kerupuk daun bambu milik kelompok usaha Ibad. Sebab, masih tergolong langka kerupuk yang berbahan dasar daun bambu.
“Kok daun bambu, pada ngeledek sih awalnya. Tapi setelah ke sini-sini Alhamdulillah,” imbuhnya.
Setelah produk kerupuk daun bambunya dikenal masyarakat, kelompok Wanita motekar klaster usaha kerupuk Daun Bambu kembali mendapatkan bantuan dari BRI. Kali ini berupa peralatan produksi dengan nominal Rp 70 juta.
“Mulai dikenal, saya dapat bantuan dari BRI sekitar dua minggu lalu, berupa peralatan Rp 70 juta,” ujarnya.
Bersyukur, berkat bantuan dari BRI, pihaknya bisa memproduksi kerupuk daun bambu lebih banyak lagi. Meski masih ada penghalang lain yakni lokasi produksi. Selama ini produksi masih dilakukan di rumah pribadi milik Ibad. “Tempat produksinya masih sempit. Jadi, ingin tempat produksi yang lebih luas,” imbuh dia.
Tak hanya itu saja, kelompok usaha kerupuk daun bambu juga masih membutuhkan peralatan lain sebagai penunjang produksi. “Harusnya ada barang yang kami butuhkan nggak ada, tapi barang yang tidak diperlukan ada,” ujarnya.
Sedangkan dari sisi pemasaran saat ini belum mendapatkan kendala karena produksi kerupuk daun bambu masih terbilang belum terlalu banyak. Penjualan masih dibantu para reseller.
Penjualan kerupuk daun bambu masih di pasarkan di gerai-gerai UMKM sekitar Bandung Barat. Dalam sebulan mampu terjual 100-300 pcs kerupuk. Harganya dibanderol dari Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per pcs. Adapun omset yang diperoleh sebesar Rp 5 juta per bulan.
Ibad memastikan bila kerupuk daun bambu buatannya aman dikonsumsi. Karena sudah dilakukan uji coba oleh dinas kesehatan setempat. Selain itu, kelompok usahanya juga sudah mengantongi perizinan berusaha dan Hak Kekayaan Intelektual.
"Udah diuji coba, aman. Malahan langsung diuji oleh dinas, bahkan perizinan halal lagi berjalan, karena prosesnya lama,” tegas dia.
Tak sebatas bantuan dana dan peralatan, kelompok usaha Ibad juga sering mendapatkan pelatihan dari BRI mengenai pengemasan produk dan pemasaran. Ke depan, Ibad berharap bisa meningkatkan produksi dan pemasaran kerupuk daun bambu kelolaannya.
Advertisement