Liputan6.com, Jakarta Meski sempat mencatat pertumbuhan negatif saat diterpa badai pandemi Covid-19 pada tahun 2020, perekonomian nasional terus menunjukan resiliensi dan beranjak pulih lebih cepat. Hal ini tercermin dari data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan IV-2022 tumbuh solid sebesar 5,015 (YoY).
Kemenko Bidang Perekonomian melansir, secara full year, pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang tahun 2022 juga mencatatkan pertumbuhan impresif sebesar 5,31 persen (ctc).
Angka tersebut melampaui target yang ditetapkan Pemerintah yakni sebesar 5,2 persen (ctc), dan kembali mencapai level 5 persen seperti sebelum pandemi.
Advertisement
Momentum pertumbuhan ekonomi ini tentunya senatiasa harus dijaga semua pihak demi bangkitnya perekonomian bangsa. Hal itu disampaikan Ketua Umum Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI), Nicolas Kesuma, dalam Rapat Tahunan ARFI yang mengambil tema “Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi Bangsa Bersama Kekuatan Formasi ARFI”.
Dalam rapat yang digelar di Bali tanggal 30-31 Maret 2023 itu, Nicolas menjelaskan, Industri baja menjadi faktor esensial dalam perkembangan industri konstruksi dan manufaktur yang telah terbukti turut menopang pertumbuhan ekonomi bangsa.
“Di Indonesia sendiri, industri baja turut memainkan peranan penting mengingat saat ini sedang dilakukan pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur secara masif. Dalam mendukung masifnya pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur, ketahanan dan utilisasi baja nasional serta perlindungan konsumen terkait produk baja perlu mendapat perhatian khusus.,” terang Nicolas.
Untuk itu, ia melanjutkan, tata kelola pengendalian impor baja menjadi salah satu instrumen penting dalam mewujudkan ketahanan dan kemandirian industri baja nasional sehingga mampu turut membantu menopang pertumbuhan ekonomi bangsa ini.
Produktivitas Industri Baja
Secara rinci Nicolas menyebut, selain SNI wajib untuk profil baja ringan dan tata kelola pengendalian impor, 2 hal penting lain yang dapat memacu produktifitas industri baja, khususnya baja ringan di tanah air adalah peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam proyek pembangunan pemerintah serta stimulus ekspor untuk produk roll forming Indonesia.
“SNI wajib profil baja ringan ini merupakan bentuk perlindungan industri baja ringan terhadap konsumen. Karena dengan penggunaan produk baja ringan ber SNI, peristiwa gagal konstruksi dapat dihindari. Kemudian terkait sertifikat TKDN juga, industri baja ringan ini adalah yang paling siap. Pasalnya produk yang dihasilkan 17 perusahaan baja ringan yang bernaung di ARFI, tingkat komponen dalam negerinya sudah cukup tinggi. Dengan demikian sudah bisa digunakan dalam program belanja pemerintah dalam pembangunan di tanah air. Yang terakhir, stimulus ekspor juga dibutuhkan agar industri tanah air dapat bersaing di pasar mancanegara tentunya,” terang Nicolas lagi.
Patut diketahui, Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) menggelar Rapat Tahunan di Bali, 30-31 Maret 2023. Dalam rapat yang mengambil tema “Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi Bangsa Bersama Kekuatan Formasi ARFI” itu, turut digelar bakti sosial ke salah satu panti asuhan sebagai salah satu bentuk tanggung jawab ARFI untuk masyarakat dan Komunitas. Acara sendiri dihadiri perwakilan dari 17 perusahaan baja ringan terbesar tanah air yang bernaung di bawah bendera ARFI.
Advertisement
Indonesia Kaji Perpanjangan Bea Masuk Anti Dumping Baja Asal China
KADI memulai penyelidikan peninjauan kembali (sunset review) atas pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor produk H dan I Section yang berasal dari China pada 13 Februari 2022.
Sebelumnya, pengenaan BMAD tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 24/PMK.010/2019 yang berlaku mulai 2 April 2019 dan berakhir pada 2 April 2024.
Pada PMK tersebut, produk H Section merupakan produk besi atau baja bukan paduan, tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas, atau diekstrusi, dengan tinggi 80 mm atau lebih yang termasuk dalam pos tarif 7216.33.11 dan 7216.33.19.
Sedangkan produk I Section merupakan produk besi atau baja bukan paduan, tidak dikerjakan lebih lanjut selain dicanai panas, ditarik panas, atau diekstrusi, dengan tinggi 80 mm atau lebih yang termasuk dalam pos tarif 7216.32.10 dan 7216.32.90 (BKTI 2022).
Ketua KADI Donna Gultom menyebut, penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari permohonan PT Gunung Raja Paksi Tbk. Perusahaan ini mendorong dilakukan peninjauan kembali atas pengenaan BMAD terhadap impor produk H dan I Section.
"Setelah meneliti dan menganalisis permohonan tersebut, KADI menemukan adanya indikasi apabila pengenaan BMAD dihentikan atau tidak diperpanjang maka akan berpotensi untuk berulang atau berlanjutnya (continuation or reccurence) dumping dan/atau kerugian yang dialami industri dalam negeri atas barang impor H dan I Section yang berasal dari Tiongkok," jelas Donna.
Dasar hukum penyelidikan untuk meninjau kembali pengenaan BMAD ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, serta Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 76/M-DAG/PER/12/2012 tentang Tata Cara Penyelidikan Dalam Rangka Pengenaan Tindakan Antidumping dan Tindakan Imbalan.
KADI telah menyampaikan informasi terkait dimulainya penyelidikan tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya industri dalam negeri, importir, asosiasi, eksportir/produsen dari China yang diketahui, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tiongkok, dan perwakilan pemerintahan Tiongkok di Indonesia.
KADI memberikan kesempatan bagi pihak yang berkepentingan lainnya yang belum diketahui untuk menyampaikan pemberitahuan ikut berpartisipasi pada penyelidikan selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal pengumuman.