Sebagian Besar Petani Indonesia Cuma Lulusan SD, Produktivitas Jadi Rendah

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa sebagian besar petani di Indonesia hanya lulusan sekolah dasar (SD). Temuan itu dari hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 04 Des 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 04 Des 2023, 15:00 WIB
Serangan Hama dan Cuaca Buruk, Hasil Panen Padi Turun di Bekasi
Temuan BPS juga menunjukkan, 58 persen tenaga kerja petani di Indonesia berusia 45 tahun ke atas. Artinya, banyak dari pekerja pertanian yang sudah menua. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa sebagian besar petani di Indonesia hanya lulusan sekolah dasar (SD). Temuan itu dari hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1. Sensus ini akan digunakan untuk memetakan tantangan sektor pertanian di Indonesia di mana salah satunya mengenai produktivitas.

“Produktivitas sektor pertanian kira-kira hanya seperenam dari produktivitas sektor pengolahan,” ungkap Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam Diseminasi Hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1 di Jakarta, Senin (4/11/2023).

“Rendahnya produktivitas di sektor pertanian salah satunya juga dikontribusikan karena tenaga kerja pertanian atau mayoritas hanya menamatkan pendidikan paling tinggi Sekolah Dasar, atau sekitar 75 persen tenaga kerja pertanian hanya mengalami pendidikan paling tinggi di sekolah dasar," papar Amalia.

Temuan BPS juga menunjukkan, 58 persen tenaga kerja petani di Indonesia berusia 45 tahun ke atas. Artinya, banyak dari pekerja pertanian yang sudah menua.

Maka dari itu, BPS mendorong terjadinya regenerasi di dunia pertanian.

"Ada tren bahwa pekerja di sektor pertanian cenderung menua, dan ini merupakan perhatian kita bersama untuk bagaimana mendorong regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian," sambung Amalia.

Selain itu, tingkat kesejahteraan petani di Indonesia juga menjadi tantangan yang perlu diperhatikan.

Masalah tersebut dikarenakan naiknya upah nominal yang tidak sejalan dengan tingkat kesejahteraan petani.

“Upah rill buruh tani terus melemah. Kalau kita lihat upah nominal memang meningkat, tetapi tidak bisa menggambarkan secara persis tingkat kesejahteraan petani,” jelas Amalia.

Menanti Gebrakan Dirut Anyar Perum Bulog Bayu Krisnamurthi Makmurkan Petani

Serangan Hama dan Cuaca Buruk, Hasil Panen Padi Turun di Bekasi
Petani memasukan gabah padi jenis Jarong (unggulan) ke dalam karung di Kawasan Bekasi-Jakarta, Selasa (2/7/2019). Hasil panen padi kali ini para petani kurang memuaskan akibat cuaca yang tidak menentu dan serangan hama. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Bayu Krisnamurthi telah resmi diangkat jadi Direktur Utama Perum Bulog, menggantikan Budi Waseso yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Semen Indonesia Tbk. Sebagai Tokoh Pertanian dan Guru Besar IPB, Bayu Krisnamurthi berulang kali menyoroti pendapatan petani hingga ketersediaan pangan di Tanah Air.

Dalam acara media gathering Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) di Bandung, 23 November 2023, Bayu menyebut rata-rata pendapatan petani di Indonesia masih sangat rendah. Nilainya hanya mencapai Rp 1 juta.

Bahkan, Mantan Wakil Menteri Pertanian ini menyatakan, mayoritas pendapatan petani tersebut berasal dari luar pertanian.

"Pendapatan petani cuma Rp 1 juta per bulan di bawah UMP, dan kira-kira sekarang petani 50 sampai 60 persen income keluarganya dari luar pertanian," kata Bayu, dikutip Sabtu (2/12/2023).

Kecilnya pendapatan petani juga dipengaruhi oleh umur para petani. Ia mencatat rata-rata usia petani di atas 45 tahun dan mayoritas pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar (SD). Ditambah, lahan pertanian per petani di Indonesia memang sangat terbatas yakni hanya 0,17 ha.

"Ini kecil banget dan luar lahan pertanian per penduduk Indonesia hanya 0,12 hektar. Jadi, ini masalah fundamental," imbuh dia.

Di sisi lain, Bayu yang juga merupakan Mantan Wakil Menteri Perdagangan ini mencatat jumlah petani di Indonesia terus mengalami penyusutan dalam 10 tahun terakhir. "Jumlah petani kita turun 5 juta (orang)," ungkapnya.

Oleh karena itu, Bayu menegaskan permasalahan tersebut harus segera ditangani. Ia pun mendorong pemerintah agar lebih banyak melakukan investasi di sektor pertanian. "Menurut saya ke depan, kita perlu investasi lebih besar untuk pertanian," pintanya.

Smart Swasembada Pangan

Serangan Hama dan Cuaca Buruk, Hasil Panen Padi Turun di Bekasi
Petani memasukan padi jenis Jarong (unggulan) ke dalam karung di Kawasan Bekasi-Jakarta, Selasa (2/7/2019). Hasil panen padi kali ini para petani kurang memuaskan akibat cuaca yang tidak menentu dan serangan hama. (merdeka.com/Imam Buhori)

Pada 2019, Bayu juga sempat mengusulkan konsep smart swasembada pangan, dengan mendorong pengusaha membuka lahan pertanian di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.

"Saya pribadi ingin menawarkan new swasembada atau smart swasembada. Bagaimana kalau kita impor dari 100 ribu hektare tanaman padi di Burma (Myanmar), tapi itu punya kita. Kenapa tidak kita akuisisi perusahaan di Vietnam, sehingga kita jadi pemain terbesar, kita atur perdagangannya," ungkapnya dilansir dari Antara.

Menurut dia, itu perlu dilakukan karena sebagai negara tropis, Indonesia sangat berisiko menghadapi masalah pertanian seperti hama dan penyakit. Sehingga perlu memiliki cadangan pasokan.

Konsep tersebut, lanjut dia, juga perlu dilakukan karena daya dukung Pulau Jawa sebagai lumbung beras nasional yang terus menurun. Dari sisi biaya, upaya untuk melakukan intensifikasi lahan juga dinilai akan sangat memberatkan. Dengan demikian, konsep smart swasembada pangan yang diusungnya akan memberikan dampak efisiensi biaya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya