Ombudsman: BP Batam Belum Kantongi Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan Rempang

Ombudsman RI menemukan adanya pelanggaran dalam pembangunan Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, yang memicu konflik. Diketahui, Rempang Eco City merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN).

oleh Septian Deny diperbarui 19 Jan 2024, 14:15 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2024, 14:15 WIB
Rempang
Ombudsman RI menemukan adanya pelanggaran dalam pembangunan Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, yang memicu konflik. Diketahui, Rempang Eco City merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN). Foto: liputan6.com/ajang nurdin.

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI menemukan adanya pelanggaran dalam pembangunan Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, yang memicu konflik. Diketahui, Rempang Eco City merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN).

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menyampaikan, temuan sementara Ombudsman atas pengembangan Rempang Eco City ialah belum diterbitkannya sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pulau Rempang atas nama Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).

"Nah ini yang kita temukan, misalnya ternyata pemegang hak izin atau pengelolaan tempat (BP Batam) itu ternyata memang belum memegang HPL, ini Ini salah satu temuan yang sudah kita publikasikan juga," ujar Najih dalam konferensi pers Laporan dan Monitoring Ombudsman RI Tahun 2023, di Gedung Ombudsman Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/1).

Akibat permasalahan perizinan tersebut, lanjut Naji, masyarakat pulau Rempang mengalami kerugian materil maupun immateril. Kerugian ini muncul setelah lahan yang ditempatinya tergusur oleh  pembangunan Rempang Eco City.

"Masyarakat yang menempati lahan itu mengalami kerugian karena ada proses pembangunan, yang proses-prosesnya belum tuntas tapi sudah dilakukan proses yang menyalahi prosedur," ucap Najih.

Oleh karena itu, Ombudsman mendesak pemerintah segera memperbaiki kesalahan prosedur yang terjadi. Sehingga, proses penyelenggaraan pelayanan publik tetap berjalan dengan baik.

"Nah itu yang kita lihat kesalahan prosedur, itu yang kita sebut sebagai kesalahan di dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik," pungkas Najih.

 

Ganti Rugi

Bahlil Rempang
Menteri investasi Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan penanganan konflik Rempang antara warga vs pemerintah. Foto: ajang nurdin 

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebutkan, ganti rugi warga Rempang yang terdampak investasi akan disesuaikan dengan aset yang dimiliki oleh warga tersebut.

Dia menjelaskan, uang ganti rugi yang disesuaikan itu dihitung dari hak-hak yang sebelumnya sudah ditetapkan dan akan diberikan kepada warga, yakni tanah seluas 500 meter persegi sudah dengan alas hak, rumah tipe 45 seharga Rp120 juta, uang tunggu transisi hingga rumah jadi sebesar Rp1,2 juta per jiwa dan uang sewa rumah Rp1,2 juta.

"Yang kali ini harus saya sampaikan adalah, bagi warga yang memang alas hak nya sudah ada dan bangunannya itu bagus, yang bukan tipe 45. Contoh, bangunannya bagus tapi ternyata rumahnya itu dihargai Rp350 juta, itu akan dilihat oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik), dan selisihnya itu akan diselesaikan oleh BP Batam. Termasuk dengan keramba, tanaman, sampan, semua ini akan dihargai secara proporsional sesuai dengan mekanisme dan dasar perhitungannya," ujar Menteri Bahlil usai rapat koordinasi percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan kawasan pulau Rempang, di Batam Kepulauan Riau, dikutip Antara, Minggu (17/9).

Selain penyesuaian ganti rugi itu, dalam rapat koordinasi itu pihaknya juga sepakat terkait proses penanganan Rempang yang harus dilakukan dengan cara-cara yang lembut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya